58

256 21 0
                                    

"Apa maksudmu, Duke?" balas William menahan erangan. Wajah William menoleh pada Alaric yang hanya berjarak lima senti darinya.

Bukannya menjawab, Alaric justru mundur dan segera membungkuk hormat. Pria itu menggenggam tangan Arletta lalu menarik wanitanya pergi dari upacara pemakaman Raja. Apa yang dilakukan Alaric semata-mata untuk kenyamanan Arletta karena menyadari kegelisahan wanita itu.

Selain itu, ada juga pertanyaan besar yang masih terpendam dalam pikirannya. Dan akan lebih baik jika pertanyaan itu diungkapkan secara pribadi di tempat yang sesuai pula. Rumah adalah jawabannya.

Selama dalam kereta kuda, Arletta hanya diam. Alaric juga tidak buka suara, membuat atmosfer sangat dingin dan asing.

Hingga sampai di rumah, Alaric menggandeng Arletta menuju kamar. Setelah mengunci pintu, barulah Alaric buka suara.

"Apa yang terjadi selama aku pergi menghukum keluarga Davies?"

Tenggorokan Arletta tercekat. Lantas tangis wanita itu pecah. Dengan ekspresi menyedihkan itu, apa yang keluar dari bibirnya terdengar begitu mencengangkan.

"Mari akhiri hubungan kita!"

"Apa?" Alaric bahkan mempertanyakan kembali apa yang dikatakan Arletta karena terdengar begitu janggal. "Apa yang kau katakan? Apakah ada orang yang mengancammu?"

Arletta segela menggeleng tegas. "Tidak ada yang mengancam saya. Hanya saja, kematian keluargaku, sepertinya aku tidak menginginkannya. Jadi, mari akhiri hubungan ini. Aku tidak mungkin menikah dengan orang yang membunuh keluargaku."

Suara kekehan Alaric terdengar tak percaya setelah apa yang diucapkan Arletta.

"Bukankah semua ini adalah keinginanmu?"

Ucapan Alaric membuat Arletta tak bisa berkutik. Namun, wanita itu bersikeras untuk memutuskan hubungan mereka.

"Apa pun itu, aku tidak ingin menikah dengan Anda."

Lantas, dengan hati yang terasa remuk dengan sikapnya sendiri, Arletta melepas cincin pertunangan mereka. Jangan tanyakan bagaimana tangis wanita itu yang tak mampu ditahan lagi. Dikembalikannya cincin yang membawa remukan hati Arletta itu kembali pada Alaric.

Rasa hati begitu tidak rela saat ia mengulurkan cincin itu kepada Alaric setelah segala yang mereka lewati bersama. Berusaha mengubur perasaannya sendiri, meski rasanya ia terlalu egois. Tubuhnya menggigil, rasanya ia seperti berjalan di atas lapisan es tipis yang sewaktu-waktu bisa pecah dan menenggelamkan dirinya.

"Hubungan kita, cukup sampai di sini, Duke."

Saat Arletta hampir berbalik, langkahnya terhenti ketika mendapati besi tajam telah bertengger di lehernya. Arletta membeku, ketakutan dan sedih bukan main saat menyadari pedang sang Duke kini dihunuskan kepadanya.

"Katakan padaku, siapa yang mengancammu, maka aku akan menghabisinya dan mengampunimu, Arletta."

Menguatkan tekad untuk tetap pada pendirian, Arletta menggenggam erat tangannya seraya melirik Alaric dengan ekor mata. Ujung bibirnya tertarik, menciptakan senyum kecut.

"Semua murni keinginan saya, Duke."

"Kalau begitu, aku tidak akan mengampuni pengkhianat."

Alaric dengan sengaja menekan leher Arletta dengan pedang, hingga membuat kulit mulus wanita itu tergores. Darah segar mengucur.

Namun, Arletta memilih pasrah, hanya memejamkan mata, berpikir ide ini juga tidak terlalu buruk. Sama sekali Arletta tidak memiliki keinginan membela diri. Memang lebih baik seperti ini, dia mati di tangan Alaric seperti seharusnya. Kedua mata Arletta terpejam semakin erat kala rasa perih seperti menusuk-nusuk urat lehernya. Namun, makin lama, tanpa sadar, Arletta mulai kehilangan kesadaran.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang