SUNSHINE
Tempat paling paling nyaman untukmenenangkan pikiran adalah suasana yang tenang dan hanya ada diri sendiri. seperti Mentari yang kini beristirahat sejenak di taman belakang sekolah dengan earphone yang terpasang. mentari memakai hoodie untuk menutupi seluruh wajahnya dan memejamkan mata. setiap jam istirahat mentari selalu menghabiskan waktunya di taman belakag sekolah. Kalau di tanya apa mentari punya teman?, jawabannya ada tapi hanya sekedar bercerita ringan, mentari tidak pernah bercerita tentang kehidupannya jangankan teman kedua orang tua mentari saja tidak pernah tau apa yang mentari rasakan.
mentari merasakan bahwa bangku yang sedang ia gunakan untuk berbaring sejenak bergerak terasa seperti ada yang duduki. mentari yang kaget terbangun dari tidurnya sesungguhnya mentari tidak benar benar tertidur hanya ingin memejamkan mata sejenak di bangku bawa pohon ini.
"kamu?". mentari merapikan rambutnya yang memutupi matanya.
"siapa?". kali ini Mentari sudah bisa melihat dengan jelas siapa yang duduk di depannya, mentari tidak mengenalnya.
"emang kalau aku sebut siapa aku kamu bisa mengenal aku?." lelaki iyu bertanya balik kepada mentari dengan senyum tipis yang ia perlihatkan. mentari tidak tertarik dengan percakapan kali ini memilih berdiri meninggalkan laki laki itu sendiri, namun tak sampai lima langkah tubuh mentari terpaku mendengar kalimat yang di ucapkan oleh laki laki itu.
"mentadi, jangan pernah merasa sendiri ya, coba buma diri kamu perlahan masi banyak kebahagiaan yang menunggu kami. masi ada yang peduli sama kamu, aku contohnya." dengan santai namun dari nadanya kedengaran sangat tulus namun mentari tidak terlalu menghiraukannya dan kembali melangkah meninggalkan laki laki itu sendiri.
kini sosok mentari beridiri depan rumahnya daei 20 memit sejak pulang sekolah, entah apa yang mentsri pikirkan ia hanya menatap dengan kepala kosong rumah yang di pagari oleh kayu dan di cat berwarna putih bernuansa sederhana dan terlihat hangat dari luar. namun nyatanya rumah itu itu jauh dari kata 'hangat'
"awas kesambet sore soee gini ngelamun." lagi-lagi suara yang mentari kenali menganggetkannya dari lamunannya. mentari melihat ke sebelah kirinya tepat seseorang laki laki sedang berdiri di sampingnya.
"kamu ngapain?." mentari melihat laki laki itu dengan kebingungan. "kamu ikutin aku?." tanya mentari lagi dengan memundurkan badannya.
"rumah aku di ujung sana tar, dari tadi aku liatin kamu diam aja takutnya kamu kenapa napa, maaf ya bikin kami engga nyaman. by the way nama aku gravitasi tar teman sekelas kamu sekaligus tetangga kamu bertahun tahun tapi kamu ga pernah sadar?." ya inilah mentari tidak memedulikan sekitarnya.
"ah maaf." mentari sejujurnya sempat beberapa kali melihatnya namun ia tidak mengetahui namanya.
PRANG!!
PRANG!!
Suara itu menganggetkan kedua insan yang di baluti oleh keheningan. Mentari dengan cepat membuka pagar dan masuk ke dalam rumah meninggalakan gravitasi yang tampaknya tidak ada muka penasaran seperti gravitasi sudahbiasa melihatnya.
Mentari menatap rumahnya yang sudah seperti kapal pecah, sesungguhnya mentari tidak kaget dengan keadaan rumahnya seperti ini menurut mentari ini sudah seperti hal biasa. Ibu menatap mentari dengan tatapan tajam.
"kamu liat mentari? dia sudah besar dia sudah umur tujuh belas tahun, dia sudah bisa mengurus hidupnya sendiri bahkan pekerjaan rumahpun dia bisa aku mendidiknya untuk bisa hal-hal seperti itu hingga umur sekarang kita bisa sudahi hubungan kita yang tidak ada ikatan kasih sayang maupun cinta mas!." Ayah dan Ibu mentari memang di jodohkan tapi mentari tidak menyangka selama ini ibunya dan ayahnya tidak memiliki rasa satu sama lain. mentari hanya bisa diam tak terasa air mata mentari yang dia tahan sejak dari depan pagar tadi lolos tanpa izin.
"Yura! kamu pikir pantas berkata seperti itu depan tari?!, kita sepakat untuk tidak membahas perasaan kita depan mentari!." suara fajar meninggi tidak kalah tinggi dengan yura
"Biar saja, biar dia tau!." sudah cukup mentari tidak tahan lagi ka memilih untuk pergi dari rumah keadaan yang hancur. air mata yang terus menetes tanpa izin dari sang pemilik.
Gravitasi yang masi setia di depan pagar melihat mentari keluar dengan keadaan berlari sudah bisa gravitasi simpulkan apa yang terjadi dari pertengkaran ini.
disini mentari danau yabg tak jauh dari rumahnya, danau yang menjadi saksi bisu tangisan mentari dan beratnya kehidupan seorang mentari.
"berat ya tar?, namanya juga hidup kita tidak pernaj meminta untuk di lahirkan di keluarga mana, keluarga mana. dunia ini tempat kita cape tempat masalah tapi kamu perlu tahu Tuhan tidak akan memberi cobaan dari luar kemampuan sang manusia." Gravitasi mengikuti mentari sesaat mentari keluar berlari dari rumahnya hingga di danau ini.
"taoi aku engga kuat, kenapa harus aku?." dengan tenaga yang masih ada mencoba menjawab gravitasi.
"tolong stop peduli sama aku bahkan kita tidak saling mengenal satu sama lain. dan aku tidak suka di kasihani kalau kamu kasihan padaku simpan saja sendiri. aku tidak suka tatapan kasihanmu." kali ini tidak ada amarah yang terlihat dari wajah gravitasi saat mendengar perkataan yang keluar dari mulut mentari melainkan senyuman hangat yang ia berikan.
"siapa yang kasihan sama kamu? aku kagum dan bangga sama kamu mentari, aku tahu semua yang kamu jalani sekarang berat bahkan kamu sudah tidak kuat tapi buktinya kamu masih berjuang bertahan sampai sekarang siapa coba engga bangga sama kamu." tidak ada balasan yang gravitasi dapat dari mentari hanya suara isakan yang terdengar begitu lirih.
"ayo aku temani kamu sampai kamu sembuh dan sama sama berjuang untuk kehidupan yang akan datang mentari jangan anggap aku orang asing, aku gravitasi yang akan selalu ada di sekitar memtari." entah itu kata kata yang harus mentari percaya atau tidak namun mentari bisa sampai di titik menjadi orang yang berguna untuk orang lain di temani oleh gravitasi. tak menyangka sudah 7 tahun iya bersama gravitasi menguatkannya dalam keadaan apapun.
obat tidak selamanya pill, namun bisa saja seseorang yang bersedia berjuang bersama kita.