Shani mengambil tempat di samping Gracia begitu selesai membersihkan diri dan mandi. Azizi berada di sisi lain Gracia, terlelap ntah sejak pukul berapa. Shani sengaja tidak membangunkan keduanya begitu dia tiba pukul sepuluh kurang tadi. Shani hanya menyentuh dahi Gracia untuk memeriksa kondisi Gracia setelah seharian dia hanya menerima laporan dari Azizi lewat ponsel.
"Hai."
"Eh, maaf maaf," Shani yang baru saja akan mematikan dua buah lampu di bagian atas dekat pintu menuju balkon, dengan remote kecil, terkejut karena Gracia yang terbangun, "gara-gara aku ya?"
Gracia tersenyum sambil berusaha membuka mata lebar-lebar, "Ngga kok."
"Mau aku matiin sekarang ga lampunya?" tanya Shani.
Gracia menggeleng. Dua matanya sudah terbuka penuh, tanda kesadaran terkumpul, "Kamu lama banget deh perginya, sibuk banget ya hari ini?"
"Cie kangen aku," Shani memperbaiki letak bantal di belakangnya. Dia memilih menyandarkan punggung ke bantal itu, "aku lama karena sekalian ngajarin Gita dia harus ngerjain apa-apa aja selama di Café-"
"Hah? Gita?" Gracia bangun dari posisi tidurnya. Tubuhnya dia putar menghadap Shani yang mau tidak mau menegakkan duduk, "maksudnya? Kok Gita?"
"Gita mulai hari Senin kerja di Café, ngegantiin ak-"
"Kamu emang kenapa?" potong Gracia begitu saja.
Tidak langsung menjawab, Shani mengintip ke belakang punggung Gracia, memastikan Azizi tidak terbangun karena suara mereka, "Aku hari senin udah ga di Café lagi." Shani menjelaskan setelah yakin Azizi tidak terbangun.
"Kenapa? Alasannya apa?"
"Ga beda jauh dengan alesan kamu break ambil endorse, itu juga yang jadi alesan aku buat stop di Café dulu."
"Maksudnya gimana? Aku ga ngerti.""Aku juga pengen ngelakuin hal lain selain jagain Café selama enam hari tiep minggu. Aku juga pengen kita berdua main kayak temen-temen kita yang lain kalo jadwal kuliah udah ga ada. Aku juga pengen kita berdua ngelakuin banyak hal kalo kegiatan kampus kita udah kelar. Kamu udah break ngambil endorse, kayaknya agak percuma kalo aku ga ikut break dari Café."
"Percuma gimana? Kan aku tetep nemenin kamu kalo kamu lagi kerja?"
"Udah berapa tahun Ge kita lebih banyak ngabisin waktu di Café karena aku kerja?" matanya menatap teduh dua manik Gracia, "dari kita kuliah."
"Dua setengah tahun," gumam Gracia.
Shani mengangguk, "Dua setengah tahun, dan itu juga lebih banyak kamu ngeliatin aku kerja, bukan kita ngabisin waktu bareng, kan?"
Hening sekali. Di dalam benak Gracia saat ini sedang berputar secara acak hari-hari mereka di Café.
"Waktu ga bisa mundur ke belakang, aku ga mau umur dua puluhan kita lewat gitu aja. Toh kita berdua bisa balik kapan pun kita mau ke kerjaan masing-masing kalo udah ngerasa selesai dengan breaknya."
"Kamu yakin alesan kamu ga di Café lagi bukan karena ga bisa nemenin aku kalo ada pemeriksaan mendadak?" tembak Gracia langsung.
Shani sedikit tertegun. Jika saja seluruh lampu di kamar ini menyala, Shani yakin Gracia bisa melihat keterkejutan atas pertanyaan tepat sasaran barusan.
"Salah satunya itu," aku Shani pelan.
"Kamu ga perlu sampe sejauh ini padahal," pelan Gracia membalas. Kepalanya sedikit tertunduk.
"Kamu ga suka ya?" tanya Shani hati-hati.
Gracia mengangkat pandangan, "Bukan ga suka," kepalanya kembali menunduk, melepas kontak mata dari Shani yang menatap lurus, "aku ngerasa bersalah aja kalo kamu sampai segininya ke aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
EKATA
FanfictionCerita ini datang dari bagian lain dari semesta yang ntah di mana. Tentang orang-orang yang saling terikat karena kegagalan sebuah penelitian di masa lalu. Tentang kehidupan yang tidak lagi sama ketika menginjak usia dua puluh. Ini tentang Apanara d...