Bab 1 [DAVE SI PENGACARA KONDANG]

155K 6.3K 131
                                    

Lima bulan sebelumnya.

Dave menatap bergantian antara kliennya sebagai tergugat dan istri klien sebagai penggugat. Ternyata harapan untuk menyelesaikan kasus ini dengan baik-baik dan cepat menemui hambatan besar ketika telah memasuki urusan harta gana gini. Bila hanya sedikit, justru tidak ribut. Masalah memuncak akibat pasangan ini memiliki aset sangat banyak!

Perceraian lagi, perceraian lagi. Semenjak wajahnya muncul di media massa tanah air saat mendampingi seorang penyanyi dangdut terkenal menggugat cerai suaminya yang politisi tersohor, semacam cap telah melekat padanya. Dave, pengacara spesialis perceraian artis. Entah ia harus bersyukur atau berduka. Di satu sisi pundi-pundi uangnya menggelembung dengan cepat. Di sisi lain sebenarnya ia mengharapkan kasus yang lebih menantang agar ilmunya bisa diamalkan secara maksimal.

Kasus yang ditangani kali ini adalah pasangan pengusaha kaya. Sebenarnya tidak seheboh kasus perceraian selebritis yang kerap dikerubuti media massa. Dave boleh lebih santai karena tidak perlu menghadapi awak media yang berkerumun dan menghalangi jalan. Ia juga tidak perlu menyiapkan pengamanan agar privasi klien terjaga. Akan tetapi banyak hal bisa berubah dalam sekejap.

Setelah menjalani sidang perdana yang berjalan singkat dan lancar, pasangan itu dijadwalkan untuk menjalani mediasi. Tidak ada masalah sampai di sini. Mereka berjalan dalam damai menuju tempat penjemputan, menunggu mobil masing-masing. Saat berdiri di carport itulah, suami istri itu bercakap. Malang tak dapat ditolak. Emosi keduanya tersulut begitu saja, seperti rumput kering di padang Savana yang tandus.

"Aku mau pembagian yang adil!" sergah sang suami.

Dave bergerak cepat dengan menyentuh lengan lelaki berusia empat puluhan itu. "Sabar, Pak. Nanti kami urus."

"Benar! Tolong diurus sebaik-baiknya! Saya tidak suka dirugikan!"

"Ah, pasti, pasti. Bapak tenang saja."

Lelaki itu membuang napas kasar. Rupanya tindakan kecil itu menyentil sang istri dengan kuat. Perempuan itu mendelik seketika.

"Maksud kamu ngomong begitu tuh apa?!"

Pengacara pihak penggugat terlihat menahan si istri agar tidak emosi. Namun sia-sia. Wajah perempuan itu telah merah padam.

"Kamu! Rumah, tanah, saham, itu semua dari aku!" Pekikan sang istri bergaung di area dropping zone itu.

Sang suami tidak mau kalah. Dengan memelotot sempurna hingga matanya membulat, lelaki beranak satu dari selingkuhan itu tak kalah garang. "Enak aja! Sepuluh tahun ini, siapa yang kerja keras, ha? Kamu ngapain aja? Cuma belanja aja bisanya!"

"Pak, Bu, sabar ... sabar!" Dave berusaha melerai sang klien. Ia cukup kesal dengan pengacara penggugat karena membiarkan saja adegan panas tersebut tanpa upaya serius untuk mendinginkan suasana.

"Apaaaa?! Itu warisan orang tuaku! Kamu mau kasih ke s****al itu, ha? Kurang ajaaaar!" Istri tergugat semakin marah.

"Ibu-Ibu, tolong dijaga kliennya! Jangan bertengkar di tempat umum begini, supaya upaya mediasi nanti bisa kondusif," pinta Dave pada tim pengacara penggugat. Dua wanita itu hanya tersenyum penuh arti. Dave merasa mereka punya niat untuk membiarkan sang istri melampiaskan kekesalan. Jangan-jangan solidaritas sesama perempuan. Dasar!

Si suami menuding istrinya dengan garang, siap memuntahkan kata-kata amukan.

"Sudah, Pak, sudah! Mobilnya sudah datang. Mari segera naik!" Dave berusaha menghalangi.

"Sebentar! Saya mau ngomong sama perempuan tak tahu diri ini! Diam kamu!"

Dave malah dibentak oleh klien sendiri. Ia berjingkat karena kaget. Nasib, nasiiiib!

"Hai perempuan jalang! Jaga mulut kamu! Namanya Rina! Dia perempuan baik-baik, santun, nggak kayak kamu, brutal! Jangan lupa, cuma dia yang bisa kasih aku anak. Kamu bisa apa, ha?" Klien Dave tak mau tinggal diam wanita pujaan hatinya disebut dengan panggilan tak senonoh.

"Kamu ... kamu!"

"Apa? Apa?! Terus, siapa tuh yang kamu peluk-peluk di mall, ha? Berondong mana, tuh?"

"Kurang ajar! maling teriak maling! Dasaaaar lelaki bejat!"

"Heeehhh! Dasar perempuan kegatelan!"

Tahu-tahu sang istri melayangkan tas tangan ke wajah suaminya. Karena sudah hafal dengan perilaku istri yang kerap KDRT, klien Dave menghindar dengan gesit. Tas itu menghajar ruang kosong. Namun, detik berikutnya mendarat dengan telak di wajah Dave yang berdiri di samping klien.

Bruk!

Dave terhuyung karena kehilangan keseimbangan. Ia roboh menghantam pot bunga di sisi teras. Pelipisnya tergores sehingga darah mengucur deras membasahi kemeja. Orang-orang berteriak panik dan segera menolong Dave dengan memapahnya ke ruang tunggu pengadilan agama.

Melihat ada orang terluka, pasangan yang berseteru itu langsung berhenti bertikai dan pergi menggunakan mobil masing-masing. Benar-benar pasangan yang sangat payah. Pantas saja mereka bersengketa.

Prita, asisten Dave menghampiri seniornya dengan panik. "Mas, darahnya nggak berhenti!"

"Udah tahu! Bikin makin pening aja lu! Sana, cariiin gue minum!"

Sambil menekan luka di pelipis menggunakan saputangan, Dave terduduk lemas. Kepalanya menjadi berdenyut karena benturan. Luka itu terasa perih. Seperih hatinya yang menjadi tontonan orang banyak. Mimpi apa semalam, mengapa sampai terpuruk begini? Mengejar cinta selalu ditolak. Sekarang bekerja pun apes.

Nasib apa ini? Cari makan aja kok begini-begini amat?

Beberapa menit kemudian, Prita datang dengan membawa tas plastik. "Mas, masih pusing? Minum dulu. Ini, saya beliin teh kemasan. Dihabiskan, habis itu kita ke rumah sakit."

Dave menerima teh itu kemudian menyeruputnya. Air dingin yang manis itu membuat otaknya kembali bekerja.

"Mau muntah nggak Mas?"

Dave menggeleng. "Kenapa tanya gitu?"

"Ya kalau muntah saya sediain kantong plastik. Sayang penampilan udah keren begini, nanti kotor kena muntahan."

"Sialan, lu! Penampilan aja elu pikirin!"

Prita meringis. Sudah lama ia memuja sang senior. Tubuh tegap, garis wajah tegas, tatapan mata elang, dan senyumnya ... oh! Biarpun berkulit sawo matang, bukan kuning terang seperti artis Korea, wajah Dave sulit dilupakan begitu saja.

"Udah, Mas? Kita ke rumah sakit, yuk?" ajak Prita sekali lagi.

Sekonyong-konyong lampu inspirasi menyala dalam benak Dave. Berobat? Rumah sakit? Oh!

"Prit, gue ... gue lemes!" ujarnya. Sengaja suara dibuat lemah dan mata disayu-sayukan.

Prita langsung panik. "Astagaaaa, jangan-jangan Mas Dave gegar otaaak!"

"Prit, tolong teleponin Dokter Nabila...." Dave menyerahkan ponsel ke sang junior. Dengan sigap, gadis itu menghubungi nomor yang ditunjuk Dave.

"Mas, sudah terhubung ke Dokter Nabila. Silakan." Prita mengangsurkan ponsel kembali ke pemiliknya.

Dave memberi isyarat tangan untuk menolak. "Elu yang ... yang ngomong. Kepala gue pusing banget...."

Sejurus kemudian terdengar Prita berusaha membujuk sang dokter. Terjadi perdebatan singkat sebelum akhirnya gadis itu melapor.

"Dokter Nabila bilang Mas Dave ditunggu di IGD."

Dave tersenyum tipis. Baru kali ini ia mensyukuri kecelakaan. Setelah berhari-hari tidak berhasil menemui Nabila, luka kecil ini telah memberikan jalan.

Sayangku, tunggu Abang, yak!

***

BESTIE adalah MAUT [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang