Prolog : Saat Semuanya Terjadi Begitu Saja

39 4 0
                                    

Dua orang pemuda terlihat berkejaran di trotoar kota sore itu, mengundang berbagai sumpah serapah para pengguna jalan lain. Beberapa saat yang lalu, hujan mengguyur seisi kota sehingga genangan air yang terpijak salah satu dari dua berandal kecil itu menciprati seseorang.

"Yak?! Apa yang kalian lakukan?!" seorang pemuda yang berada di depan warung Tteokbokki itu terkejut melihat noda pada apron putih yang dikenakannya.

"Maaf, Hyung aku memang sengaja," satu berandal cilik yang tertinggal dibelakang itu menjawab dengan berlari.

"Aish dasar bocah menyebalkan," ujar si korban sembari menepuk-nepuk apron itu berharap nodanya akan menghilang.

Kedua bocah pembuat onar sore itu justru tertawa riang seakan sumpah serapah tadi hanyalah angin lalu. Satu orang yang tertinggal dibelakang itu terus mengejar temannya di depan.

"Lamban sekali kau seperti siput, sepertinya kau benar-benar harus menyiapkan uang untuk mentraktirku hari ini!"

"Jangan sombong dulu, lihat ke depan siapa tau ada batu yang-"

BRAK!

"Arghh, sialan!"

Melihat Haruto yang terjatuh karena tersandung batu di depannya, Jeongwoo tidak bisa menahan tawanya. "Hahahahahahahaha ternyata hukum karma itu benar-benar ada di dunia ini."

Haruto hanya bisa menekuk muka sembari memegangi lututnya yang berdarah. "Argh sialan Park Jeongwoo, lihat lututku sampai terluka. Ini semua gara-gara kau!"

Jeongwoo yang mendengarnya mencibir. "Dasar Anak Mama, begitu saja kau langsung merengek. Tunggu sebentar, biar kucarikan obat merah."

Setelah mengantar Haruto untuk duduk di kursi taman, Jeongwoo segera menyebrang jalan untuk pergi ke apotek.

---

"Hei, berhenti!"

Seorang pria berpakaian hitam terlihat berlari tanpa arah sambil sesekali melihat ke belakang. Rasa sakit akibat luka di sekujur badannya terutama tembakan di kakinya tetap tidak ia hiraukan walaupun sudah meninggalkan jejak darah di sepanjang jalan.

"Aishh sialan, kenapa dia sangat lincah seperti itu padahal aku sudah menembak kakinya!"

"Tembak saja kepalanya kalau begitu, Hyung."

"Apa kau gila, hah?!"

Si lawan bicara hanya tertawa sembari berlari mengejar target yang entah mengapa masih sanggup berlari. Bahkan kedua pengejar itu hampir kewalahan dan berujung kehilangan jejak setelah melewati persimpangan jalan.

"Sialan, dimana si berengsek itu?!"

---

Setelah membeli obat merah, Jeongwoo segera kembali menghampiri Haruto yang sedang terbengong di kursi taman.

"Hei, Anak Mama!"

Anehnya, Haruto menoleh dan memasang wajah kesal.

"Siapa yang kau maksud dengan Anak Mama?"

Jeongwoo mengendikkan bahunya lalu melempar obat merah itu yang reflek ditangkap oleh Haruto.

"Hanya luka sedikit saja matamu sudah berkaca-kaca seperti mau menangis, masih mending aku mengataimu Anak Mama daripada aku mempertanyakan jenis kelaminmu."

Tak tahan, Haruto menendang bokong Jeongwoo hingga si korban terpental dan berujung menubruk seseorang.

"Arghh, apa yang kau lakukan bodoh!"

Namun Jeongwoo segera teralihkan lagi pada seseorang yang jatuh setelah ia tabrak.

"Ahh, aku benar-benar minta maaf tadi aku-"

"Tidak apa-apa."

Belum selesai Jeongwoo berbicara, orang itu sudah berlari duluan setelah Jeongwoo membantunya berdiri. Haruto dan Jeongwoo terheran lalu terhenyak saat menyadari adanya luka di sekujur tubuh terutama di kaki orang itu yang sudah mengeluarkan banyak darah.

"Hei, tolong tangkap orang itu!"

Keduanya lebih terkejut lagi saat melihat dua orang berseragam yang berteriak sambil menunjuk pria bonyok tadi. Bukankah itu seragam polisi? Apa itu berarti mereka baru saja menabrak seorang kriminal?

Tanpa pikir panjang Jeongwoo segera berlari mengejar orang tadi. Karena terkejut, Haruto pun mau tak mau ikut pontang-panting mengejar dengan luka di lututnya walaupun tak tau entah mengejar siapa, Jeongwoo yang seenak jidat meninggalkannya atau si pria bonyok tadi yang nampaknya adalah buronan polisi?

Ajang kejar-kejaran berubah dari yang awalnya antara si polisi dan buronan menjadi antara si Jeongwoo dan si buronan. Keduanya sama-sama lincah sehingga target pun kewalahan saat melihat Jeongwoo yang sangat berapi-api mengejar dibelakangnya. Berbeda dengan Haruto yang mengejar di belakang para polisi dengan menahan perih di lututnya. Ia pun mendecih karena yakin pasti setelah ini Jeongwoo akan mengejeknya habis-habisan karena tak kuat berlari mengejarnya dan ledekan 'Anak Mama' itu pasti akan terus berlanjut.

Jeongwoo sudah mulai kelelahan saat melihat si target yang masih sangat lincah berlari bahkan setelah berkali-kali berbelok melewati persimpangan gang kecil. Bahkan tidak hanya sekali orang itu mengobrak-abrik beberapa barang dagangan di depan toko disana yang berujung mengundang kemarahan para pemiliknya.

Tak lama kemudian, orang itu terlihat berlari keluar gang dan langsung menyebrang jalan. Ia seolah menghilang ditelan kendaraan setelah melintasi persimpangan kota yang sangat padat sore itu. Jeongwoo yang takut kehilangan jejak langsung berlari kearah yang sama dan tanpa ia sadari ada sebuah truk berkecepatan tinggi menuju ke arahnya hingga tiba-tiba-

BRAK!

Setelah suara itu, yang Jeongwoo rasakan hanya sakit di sekujur badannya dan sayup-sayup ia mendengar suara keramaian yang semakin meredup seiring dengan penglihatannya yang semakin menghitam.

---

Simpang Lima : A Story About Friendship and FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang