Her

19 2 0
                                    

Boboiboy ingat hari di mana dia bertemu gadis itu.

Komandan berdiri di samping seseorang bertopeng putih, menutupi keseluruhan wajah. Kecuali celah visor pada mata untuk melihat.

Dia diperkenalkan tanpa nama sungguhan. Hanya berupa codename yaitu Eva.

Dia ikut dalam misi yang dijalankan Boboiboy dan kawan-kawan. Tidak banyak bicara, hanya anggukan dan gelengan sebagai respon. Pendiam. Sungguh aneh.

Jika melawan musuh, Eva begitu sunyi. Tidak ada teriakan nyalang penuh ekspresif bersama dentum kuasa yang lepas. Hanya ada sayatan.

Ya, kekuatannya menyayat musuh. Dengan bersenjatakan lightsaber putih dengan ujung runcing bak jarum.

Cepat dan gesit seperti Kapten Kaizo. Mereka tidak ada bedanya. Sama-sama tidak pandang bulu.

Namun, ada satu hal yang membedakan. Eva punya keunikan yang membuat musuh terkejut kala diserangnya. Seolah-olah seperti bayangan.

Muncul tiba-tiba bersama hawa keberadaan yang tipis.

Tidak banyak bicara.

Boboiboy bukan tipe yang menghakimi seseorang begitu saja. Namun, ketika melihat rekan setimnya itu dia tak tahan untuk merasa seperti melihat hantu.

Eva tidak punya kekuatan dari jam kuasa seperti mereka. Hanya tabung lightsaber di belakang pinggang, laser gun, dan senjata lainnya.

Sekilas dilihat Eva hanya seorang yang biasa saja.

Namun, Boboiboy tahu satu hal yang pasti.

Kaki yang menumpu sebelum melompat tinggi, mengangkasa, lalu membelah musuh sampai ujung pedangnya menyentuh bumi bukanlah prajurit biasa.

Dia tidak punya kekuatan seperti mereka, tetapi dapat mengimbangi.

"Waah, kerenlah Boboiboy!"

Gopal mengacungkan jempol. Terkagum. Busana warna-warni khas para elemental dan topi bundar terlihat sangat cocok padanya. Seperti biasa, Boboiboy selalu terlihat memukau.

Boboiboy hanya terkekeh malu, atensinya kemudian beralih pada seseorang di sebelah sana.

Penampilan serba gelap. Tanpa sentuhan warna sedikitpun pada fabrik tebal itu. Dan, topeng putih yang sama. Tengah menunduk, mengamati hologram di jam tangannya.

Boboiboy mengamatinya lebih lama. Menyadari betapa—entah mengapa saat menilai Eva, dia merasa seperti hakim yang selalu benar—suramnya gadis itu.

.

.

Boboiboy lelah sekali.

Kuasa tahap tiga bukan sesuatu yang mudah dikendalikan. Ada emosi yang bergolak, dirinya dipenuhi adrenalin semu siap menghancurkan. Ekstasi memenuhi setiap inci tubuhnya.

Biip

"Boboiboy!"

Boboiboy menjawab panggilan temannya lewat hologram. Menatap Fang, Gopal, Yaya, dan Ying.

Tidak ada Eva disana.

Boboiboy mengerjap, menggeleng agar sadar diri ini bukan situasi yang tepat untuk memikirkannya.

.

.

Robot milik Pak Pato di hadapannya.

Aliran listrik disekitar badan besi itu berwarna sama sepertinya.

Boboiboy mengeratkan cengkraman pada pedang listrik, sebelum melompat. Menghilang, lalu memborbardir lesatan arus bertegangan tinggi.

Tak berpengaruh.

"Gunakan itu Boboiboy!"

Sekilas, wanita serba merah melempar pedang kearah Boboiboy yang ditangkap dengan sempurna. Otot jemari dilemaskan sebelum dieratkan, Boboiboy merasakan bagaimana pedang itu terasa pas dalam genggaman.

Robot itu kalah dalam beberapa serangan telak. Cepat. Tak dapat mengimbangi pedang baru Boboiboy.

"Kau hebat, Boboiboy."

Dia menoleh.

"Aku Putri Kirana, pewaris sebenarnya dari elemental voltra."

Senyum itu tampak aneh.

Boboiboy memperhatikan bagaimana bibir yang merah itu melengkung, cantik. Namun, jelas ada sesuatu yang aneh.

Alis Boboiboy terangkat sebelah.

"Pewaris sebenar—"

Tiba-tiba, sebuah laser menyela mereka dan membidik tangan Boboiboy hingga pedangnya terlepas. Dia menjauh, mendesis kala tangan dikibaskan dari darah yang tak hentinya bercucuran.

Putri Kirana menggeram dan berbalik, hanya untuk ditangkap jaring besi. Jatuh terjerembab, mata merahnya menatap nyalang. Raut wajahnya berubah mengerikan. Seolah-olah menusuk tulang, dan untuk pertama kalinya Boboiboy merasa takut pada wanita itu.

Sesuatu yang cepat melesat bersama tangan yang terulur mendekapnya erat. Mata Boboiboy membola, mengamati refleksi wajahnya pada visor itu.

"Tangkap mereka!" Kirana berteriak marah.

Gerombolan prajurit menghujani mereka dengan tembakkan laser, mengincar target yang gesit menghindar sebelum membidik kait grappling ke tepian. Tali baja menegang, lalu menarik kuat kedua tubuh itu terjun di antara awan-awan.

.

.

Dua tubuh jatuh di atas tumpukan kardus. Boboiboy meringis ketika tubuhnya diseret paksa.

Atensi beralih, Boboiboy melihat Eva yang sibuk menggeledah isi tasnya sebelum mengeluarkan antiseptik dan hal yang diperlukan.

Saat Eva mulai membersihkan luka di tangannya Boboiboy tenggelam dalam pikiran. Gadis itu tidak pernah sekalipun membawa ransel, hanya dirinya lengkap bersama atribut-atribut senjata. Mungkin, mungkin saja ada sesuatu dibalik ini.

"Kau tahu ini akan terjadi?" Gerakan Eva terhenti, kasa yang menggulung bersama aroma anyir di udara, visor itu balas menatap Boboiboy.

Beberapa saat berlalu, tetapi tidak ada tanda Eva akan berbicara. Boboiboy lantas tertunduk, menyerah, diamatinya jemari yang cekatan itu mulai bergerak lagi.

Keheningan menyelimuti mereka sampai,

Tiba-tiba, ada retakkan kecil di topeng Eva yang kian melebar seiring detik berlalu. Menjalar hingga keping-keping putih mulai berjatuhan. Gadis itu tersentak.

Mata Boboiboy membeliak. Dia beringsut maju dan mengulurkan tangan berharap dapat membantu Eva menyingkirkan rasa tidak nyaman itu. Khawatir, sekalipun menangkap gerak halus Eva yang bergeser mundur.

"Hei, biar kubantu." Eva makin menjauh—

Bunyi 'krak' dari topeng yang hancur buat mereka mematung.

"Ah!"

Boboiboy terkesima.

Ketika kedua tangan bersarung itu terangkat panik menutup-nutupi wajah si empunya, sepasang netra coklat Boboiboy melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia ketahui.

.

.

.

.

.

HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang