“Bu ini beneran gak bisa gitu dibayar setengah dulu? Saya butuh banget soalnya” cowok bersurai coklat itu terus berbicara kepada seorang wanita paruh baya yang merupakan pemilik kos yang rencananya akan ia sewa.
Wanita paruh baya itu memasang raut wajah jengah. “Gini ya mas, disini kalau awal mau ngekos harus bayar lunas. Baru seterusnya bisa nyicil”
“Ayolah bu, saya bayar setengah dulu ya? Gak sampai seminggu deh saya lunasin” tawarnya lagi.
“Kalau gak bisa ya gak bisa mas, jangan ngeyel deh. Kalau mas gak bisa mending pergi soalnya mau saya sewa—”
“Permisi”
Keduanya sontak menoleh ketika mendengar suara lain menginterupsi perdebatan keduanya. Tampak seorang lelaki yang sekiranya seumuran dengan cowok berambut coklat tadi.
“Eh iya, ada keperluan apa mas?” tanya pemilik kosan ramah.
Lelaki itu tersenyum. “Saya mau cari kosan. Masih ada gak ya bu?”
Binar ceria tampak terlihat di mata pemilik kos. “Wah, kebetulan banget. Masih sisa satu mas”
Disisi lain cowok berambut coklat yang hanya menyimak melotot. “Bu?! Kan mau saya sewa, kok malah dikasih kedia? Gimana sih bu!” telunjuk itu menunjuk dengan berani.
Wanita itu berdecih. “Kan belum saya kasih ke kamu, jadi ya masih belum ada yang menempati. Kos juga punya saya, ngapain kamu yang sewot?!”
“Lah terus saya tinggal dimana?” lirihnya.
“Ya bukan urusan saya, ayo mas?”
Lelaki itu tersenyum, hingga kedua matanya menyipit. “Jeno. Lee Jeno”
“Ah iya mas Jeno, ayo saya antar buat liat kamarnya” ajak pemilik kos seraya melangkah pergi.
Jeno mengangguk, baru saja hendak melangkah pergi netranya melirik sosok lelaki yang memasang tampang sedih itu.
“Apa liat liat? Sana pergi hus hus” cowok berambut coklat itu berteriak dengan mata melotot dan mengayunkan tangannya kedepan, tanda agar Jeno segera berlalu dari hadapannya.
“Tunggu saya di pos satpam” kemudian berjalan menyusul pemilik kos di depan sana.
“Ngapain? WOY JONO AWAS YA LO NIPU GUE!!”
•••
Jeno berjalan menuju pos satpam setelah menyelesaikan pembayaran kamar kos yang akan ia tempati. Sejenak ia berhenti, menatap heran cowok tadi yang berjongkok di samping kolam ikan.
Menggeleng pelan, namun tak ayal ia tetap menghampirinya. Setelahnya, menepuk pelan pundak cowok itu hingga tersentak kaget.
“Ngapain disini?” tanya Jeno.
Cowok itu cemberut. “Tadi katanya suruh nunggu, gimana sih lo?”
“Kan saya nyuruhnya di pos satpam bukan disini”
“Udah deh cepetan ngomong! Mau apa?” Tanyanya tak sabaran.
Jeno berdehem sejenak. “Kenalan dulu, saya Lee Jeno. Kamu?” ia mengulurkan tangannya dan dijabat dengan baik.
“Na Jaemin” ucapnya dengan nada ketus.
Jeno mengangguk. “Kamu gak punya tempat tinggal tetap?”
“Ya kalau punya, ngapain gue nyari kosan bego!” sungutnya kesal dan menatap sinis Jeno.
Jeno tertawa canggung. “Ah iya juga, gimana kalau kamu tinggal sama saya? Dikosan ini”
Mata Jaemin memincing. “Lo gak ada niatan lain kan? Secara Gue ini cantik, imut, pinter, bahenol dan sexy”
“Bahenol sih enggak, yang ada kek triplek” gumam Jeno.
Namun bisa di dengar Jaemin.
“HEH! GUE TENDANG TITID LO MAU?!” Ancam Jaemin dengan satu kaki terangkat.
“Iya iya! Ntar gue jadiin bahenol” seru Jeno.
“SI SETAN” Jaemin mengangkat tangannya hendak menampar Jeno namun tak kena karena Jeno lebih dulu menghindar dan berlari.
“SINI GAK LO! GUE JADIIN UMPAN MANCING!” Jaemin berlari secepat mungkin untuk mengejar Jeno.
Jeno tertawa di sela-sela larinya. “Dia ternyata seru juga, cocok buat dijadiin temen. Daripada sendirian di kos”
Jeno menghentikan laju larinya secara tiba-tiba membuat Jaemin menabrak punggung tegap Jeno. Dan jatuh terduduk di tanah.
“AW ASYU INI SAKIT SIALAN”
Jeno terkekeh dan menarik tangan Jaemin untuk berdiri. “Ya maap hehe, saya ada penawaran buat kamu”
Jaemin mengelus pantatnya bertujuan membersihkan tanah yang menempel. “Penawaran apa?”
“Kita tinggal bareng, biaya kos bagi dua. Kalau urusan bahan makanan saya aja. Daripada kamu hidup di kolong jembatan” ujar Jeno.
Jaemin berdecih sinis. “Ya gak dikolong jembatan juga sialan”
Dengan gemas Jeno mencomot bibir Jaemin. “Daritadi ngumpat mulu perasaan”
Jaemin mengelap bibirnya dengan lengan bajunya. “Jangan sembarangan nyentuh bibir gue!”
“Langsung kokop berarti?”
PLAK!
“MULUT LU!”
Jaemin menetralkan nafasnya yang memburu, menatap Jeno yang meringis kesakitan. “Jadi kapan kita pindah?”
Jeno melirik jam tangan miliknya, masih set8 pagi. “Agak sorean, jam 2 lah ya”
“Emang lu udah siap? Barang barang lu?” tanya Jeno memastikan.
“Udah dari kemarin, udah kan? Gue mau pulang. Makan, laper gueh bay”
Jaemin berjalan pergi meninggalkan Jeno. Namun beberapa saat kemudian ia tampak berbalik membuat kening Jeno mengernyit.
“Kenapa?”
Jaemin tersenyum manis, dan itu membuat Jeno merinding.
“Traktir makan dong Jen! Gue baru inget gue gak punya rumah! Duitnya kan nanti buat bayar kosan” rayunya.
Jeno menghela nafas malas. “Iya, ayo cari makan”
“MAKASIH JENO!”