1#

8 2 1
                                    

"Atas nama Natta Adhiyaksa, dipersilahkan untuk maju kedepan", suara gemuruh tepukan tangan, menggelegar hingga penjuru lapangan sekolah.

Dengan bangga seorang remaja tersenyum menghampiri pria paruh baya, yang tidak lain adalah kepala sekolah SMP Buminaraya. Natta Adhiyaksa, atau yang sering dipanggil dengan sebutan 'Natta' itu mendapatkan peringkat tertinggi juara umum di sekolahnya.

Dengan perlahan, Natta menerima piala setra piagam penghargaan yang diberikan Kepala Sekolah kepadanya.

"Selamat ya, Nak", Natta tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, merespon ucapan selamat yang Ia dapatkan.

Natta kemudian mengambil mic, lalu menatap seluruh siswa SMP Buminaraya yang ada di hadapannya.

"Terimakasih untuk Ibu dan Bapak guru, juga teman-teman sekalian. Semoga kedepannya kita semua akan meraih hal yang lebih baik", setelah mengatakan hal itu, Natta kembali menduduki tempat duduknya.

"Wahh, sepertinya aku akan mendapat traktir nih", celetuk sahabat Natta, seraya merenggangkan tangannya.

"Traktiran-traktiran. uangku tidak sebanyak itu tau, Ja", jawaban Natta sontak membuat remaja yang bernama Teja itu menatapnya heran

"Ck, dasar pelit", setelah mendengar ucapan Teja, Natta langsung memukul kepala Teja tanpa basa-basi.

"Enak saja. Lalu siapa yang membayar semua hutangmu dikantin, huh? Dasar orang gila, ayo aku traktir!", Teja yang sebelumnya meringis kesakitan, mendadak tersenyum mendengar kata 'traktir' keluar dari bibir Natta.

"Harusnya langsung begini saja sejak tadi, ayo!", Teja mendahului Natta menuju ke kantin dengan santai.

"Uhmm, akhirnya perutku tidak terbengkalai lagi", ujar Teja mengelus perutnya, membuat Natta menggeleng tidak habis pikir.

Sesampainya dikantin, Teja dengan santainya memesan banyak makanan untuk dirinya dan Natta. Ia bahkan tidak menyadari bahwa wajah Natta kini berubah masam.

Bukan, bukan karena takut rugi. Natta hanya membayangkan betapa buruknya jika Ia menghabiskan semua makanan yang ada di meja itu sendirian.

"Eh? Teja, tidakkah ini berlebihan? Mengapa banyak sekali?", Teja tak menghiraukan pertanyaan Natta, dan malah menyuruh Natta untuk duduk.

"Aman, semuanya akan baik-baik saja disini hahah", jawab Teja sambil menepuk-nepuk perutnya dengan kedua tangan seraya terkekeh. Natta hanya bisa menggeleng pasrah, dan mulai memakan makanan yang telah Teja pesan.

Mereka pada akhirnya makan dengan lahap, tanpa adanya gangguan sedikitpun. Benar saja, Natta tidak mampu menghabiskan semua makanannya. Mengetahui hal itu, Teja langsung menawarkan diri untuk menghabiskan makanan Natta.

"Eh? Sudah tidak kuat, Na? Aku habiskan saja ya? Aku takut terjadi sesuatu padamu jika terlalu memaksakan untuk makan lebih banyak", begitulah kira-kira rayuan tipu daya Teja.

Beberapa menit kemudian piring-piring yang ada diatas meja mereka, menjadi kosong. Tidak ada noda makanan tersisa sedikitpun diatasnya. Siapa pelakunya? Ya benar, Teja Wicaksono. Bocah itu kini sedang bersandar pada kursinya letih, berusaha mengistirahatkan perutnya yang telah menampung banyak makanan.

"Aduhh, perutku rasanya sudah mau meledak . Terimakasih Natta, besok-besok traktir aku seperti ini lagi ya?", Natta menatap Teja dengan malas setelah mendengar ucapannya.

"Ck, dasar pencinta gratisan. Uangku akan habis jika terus mentraktirmu, bodoh", Teja hanya terkekeh mendengar celotehan Natta.

Mereka berbincang-bincang ria, entah apa yang mereka bicarakan. Sesekali terdengar gelak tawa dari arah meja dimana mereka duduk. Menceritakan hal-hal menarik secara random, dan mengenang masa lalu mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Natta dan CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang