prolog

9 1 0
                                    

Kita dan rasa yang memudar di penghujung hari. Menuju masa di mana aku dan kamu yang tiada lagi berhubung kata “kita”. Engkau menuju pulang lalu perlahan menghilang. Hingga yang tersisa hanyalah rasa rindu yang kemudian menikam di pekatnya malam.

_______________________________

Sepertinya kamu sudah menjauh, tapi aku masih merasa menjadi rumahmu.
Jangan lupa pulang ya.

Ini bukan tentang kenangan yang perlahan memudar, dan rasa yang dipaksa menghilang
Bukan pula tentang aku yang berusaha keras dalam keadaan bimbang saat memilih jalan pulang

Ini tentang bagaimana kita, aku dan kamu berdamai dengan masa lalu. Memeluk erat semua kenangan itu, semenyakitkan apapun rasanya. Persis seperti matahari yang selalu menerangi bima sakti, aku akan terus mencoba memahami arti kata pulang itu sendiri, lagi, lagi, dan lagi.

_________________________________

Dan akhirnya aku melepasmu.
Melepas ketakutan-ketakuan yang selama ini menghantuiku.
Ketakutan atas hidup tanpa hadirmu di sisiku.
Aku tak baik-baik saja tanpamu.
Tapi aku tak berhak menuntutmu tetap tinggal bersamaku.
Aku tau, kau perlu mengejar impianmu.
Pergilah, pergi sejauh yang engkau mau.
Tapi ingat satu hal,
disini aku akan terus menunggu.
Jika kau pulang, bahkan membawa luka lebam, kemarilah.
Datang padaku, aku akan tetap menerimamu sampai kapan pun

-ruangrindu, untuk tuan pradipta yang kini memilih pergi membawa mimpi

aku marah pada diriku
marah sekali
andai waktu itu aku sedikit bisa dewasa
pasti sekarang kita masih bercanda dan tertawa bersama seperti yang selalu kita lakukan dulu
aku selalu menyalahkan diriku atas kepergianmu
walau saat kamu pamit kamu bilang bukan aku penyebabnya
tapi aku tau kamu hanya tidak ingin aku menangis kan?
ayo pulang,peri kecil rindu pangerannya.

___________________________________

Ditujukan kepada laki-laki yang dulu sempat mengoceh tentang semesta.

Hai, apa kabar?
Semoga kau baik-baik saja ya.
Bagimana harimu? Apakah masih suka menyeduh kopi sembari menikmati senja?
Aku tak tahu apakah tulisan ini akan sampai padamu atau tidak. Namun, aku selalu berharap semoga tulisan ini sampai pada tuannya.
Ini bukan tulisan pertamaku sejak kehilanganmu, tapi semoga ini menjadi tulisan pertama yang sampai pada alamatmu dan berkenan kaubaca sembari menikmati senja.

Malam ini, aku duduk di halaman rumah, tempat yang dulu kau bilang sebagai tempat paling indah untuk menikmati gemerlap langit malam.
Kau benar, langit malam selalu mengagumkan.
Bintang yang berkilau, rembulan yang bersinar megah, dan di sana aku bisa melihat raut wajahmu yang tengah tersenyum bahagia.
Mungkin memang segala tentangmu tak pernah ada kata salah, termasuk pilihanmu meninggalkanku yang terombang-ambing tanpa arah.
Katamu, kereta yang kita tumpangi tak akan pernah bisa sampai tujuan.
Kapal yang kita naiki hanya akan mengarungi lautan luas tanpa tahu di mana letak pelabuhan.
Aku tak pernah menduga, bahwa kisah kita akan sampai pada tahap merelakan. Dan akhirnya, aku akan kembali berkawan dengan kehilangan.

Tuan,
Jika surat ini sampai padamu, maka luangkan sejenak waktu berhargamu untuk memandang langit malam ini. Di sana, kutitipkan rindu yang tak lagi dapat kutahan.
Semoga kaubahagia dengan si puan yang kini kau sematkan julukan tempatmu pulang.
Semoga semua tentangmu bisa sampai pada tahap mengikhlaskan.

-lenterarasa

Lentera RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang