𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐀𝐧𝐝 𝐓𝐡𝐞 𝐁𝐞𝐠𝐢𝐧𝐧𝐢𝐧𝐠 𝐨𝐟 𝐒𝐭𝐫𝐮𝐠𝐠𝐥𝐞

3.2K 404 95
                                    

Lo bisa play musiknya, kalo mau.



'kita harus jatuh cinta dulu, baru memperjuangkannya.'

- Candikala Agaam Dewangga -







"Kalo dipikir-pikir kayanya enakan di kafenya Tera aja," pinta Nuga. Lagipula dia hanya bisa ikut kerja kelompok sampai jam dua, selebihnya dia ada janji temu dengan teman lama.

Dua bocah yang disebut-sebut kembar dari sastra itu merengut, mereka menatap Agaam dengan raut lucu. Yang lebih tua berujar, "Nuga pasti mangkir lagi."

"Gue traktir dah."

"Ngga, bohong!" Sahut Tera cepat, "terakhir kali kan begitu tuh, bilangnya kerja kelompok tapi nebeng makan siang doang. Udah gitu minta diskonan sama gue pula."

"Sumpah," tukasnya seraya menyugar surai ke belakang, "jatuhin harga diri gue banget si Tera."

Ia melengos acuh, kembali menatap Agaam yang menyimak keduanya dengan santai seraya makan keripik, "Sky pinter tuh nyari bahan literasi di internet, lo juga pinter nyari sumber dari buku-buku lawas. Menurut gue mending di perpustakaan kota aja, udah tempatnya strategis, gratis Wi-Fi, ada akses tanya-tanya ke penjaga perpusnya."

Sky mengangguk, "ya daripada denger usulan Nuga yang enak-enak ngopi sambil nyimak terus tiba-tiba mangkir alesan dipanggil emaknya."

Agaam sontak mengangguk, "dia kemarin ninggalin gue."

"Astaga, uke-uke kalo udah nyindir pakem banget kaya rem blong heran." Kalau bukan karena mereka didapuk menjadi satu rekan mahasiswa yang sialannya permanen sampai semester depan, Nuga lebih memilih mengerjakan sendiri laporannya atau barangkali dengan Agaam saja.

Agaam jauh lebih bisa diandalkan kendati nilai mereka tidak jauh berbeda sebab Agaam juga tidak pintar-pintar amat. Hanya kegigihannya dalam mengerjakan patut diacungi ibu jari.

Ia menghela, Nuga tidak bisa meninggalkan janjinya sebab temannya ini merupakan teman lama dan sudah mengatur janji temu sejak jauh hari. Tujuannya mampir di kafe milik ayah Tera jauh lebih fleksibel daripada ke perpustakaan kota yang mana membuatnya harus putar arah jika mau pulang.

"Udah gini aja," Agaam mengunyah sesaat cemilannya sebelum berujar, "karena Nuga hari ini sibuk, gimana kalo lo anterin kira bertiga ke perpustakaan kota. Lo ngga usah ikut nugas hari ini, tapi nanti lo yang ngeprint dan periksa semua hasilnya gimana?"

"Serius nih?"

"Iyalah! Tapi lo yang bayar semua biaya print sama fotocopynya sekalian. Enak aja mangkir."

Mulut pedas Sky memang tiada dua, mau tidak mau ia hanya bisa menerima. Toh, hadirnya dalam kelompok mereka memang sedikit tidak berguna sebab opininya selalu dibantah dengan dalih dia satu-satunya dominan disana.

"Okey, gue anter. Muter ngga papa gue," finalnya.

Agaam menatap Nuga dengan alis naik turun, menggoda sang teman yang diyakini tengah menahan rasa dongkol di hati. Mereka boleh saja lucu-lucu, tapi soal beginian siapa yang mau rugi.

"Kita mau ambil tema apa?" Sky membuka bukunya siap mencatat, tugasnya memang bagian tulis-menulis, "jangan puisi."

Tera langsung mendengus saat baru membuka mulut untuk menyuarakan idenya, "cerpen kepanjangan ah."

"Novel aja novel, itu sumbernya banyak," sahut Nuga.

Sky dan Tera langsung memasang wajah julid, "NGGA!"

Kan, apa yang Nuga bilang. Opininya selalu salah dimata mereka. Ia melirik Agaam yang selalu menjadi suara akhir tiap diskusi bersama.

Pemuda yang masih asik mengunyah keripik itu menatap lurus, "musik?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐒𝐀𝐅𝐄 𝐏𝐋𝐀𝐂𝐄 (𝐈𝐅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang