Suara daun yang bergesekan terdengar merdu siang itu. Suara gemercik air di telaga, menambahkan kesan damai dan tenang disana. Pohon besar yang rindang, dengan ayunan yang menggantung disana, terlihat indah bersama suasana yang menenangkan siang itu. Entah berapa lama ayunan itu ada disana. Ia terlihat usang. Tidak begitu bagus, tidak begitu terawat. Namun masih sanggup untuk sekadar mengayunkan raga orang dewasa disana. Air yang jernih dan udara segar khas dataran tinggi, menambah suasana damai dan nyaman disana. Suasana yang sepertinya dicari oleh sangat banyak orang dibelahan bumi manapun.
Tak jauh dari telaga itu, terdapat hamparan padang rumput yang luas. Banyak binatang bermain disana. Ada kupu-kupu, burung, capung, sapi, domba, belalang, dan lain sebagainya. Suasana pegunungan yang terasa nyaman membuat banyak makhluk hidup betah untuk berlama-lama bermain disana.
Angin yang kembali bertiup dengan pelan disana, menggerakan rumput dan daun dari pohon disekitar padang rumput itu. Nyanyian daun dan rumput itu mengejutkan seorang laki-laki berambut putih panjang yang sedang tidur siang diatas pohon itu. Ia membuka matanya sambil menyadari jika hari ini sudah siang. Tak berapa lama, ia berdiri diatas dahan pohon yang besar itu sambil mengenakan jaketnya. Rambut putih panjangnya melambai tertiup angin. Ia memandang jauh kearah barat sambil tersenyum. Tak berselang lama, ia melompat turun dan berjalan kearah timur. Langit yang cerah dan balutan rasa nyaman disana, membawa laki-laki itu dalam kisah pengembaraannya.
Burung-burung yang masih terbang dan seolah menari dalam keindahan semesta, membuat laki-laki itu tersenyum sambil memandanginya. Perjalanan kembali ia lanjutkan. Perlahan, matahari tenggelam dibelakangnya. Membuat siluet dari dirinya dan semua yang ada bersamanya disana.
Senja. Selalu menjadi moment yang penuh “rasa” untuknya. Pada moment yang penuh rasa itu, ia berkemah dalam hutan yang tak begitu lebat. Terasa hawa yang sangat dingin disana. Hawa dingin yang menemani perjalannya, membawanya menyelami desahan nafasnya. Sembari menatap api unggun didepannya. Diam. Duduk bersila, bersama rambut panjangnya yang terurai dan meminum secangkir air hangat.
Hujan mulai turun ketika warna malam menutup dunia. Malam terasa semakin dingin ketika laki-laki itu memutuskan untuk beristirahat. Hawa dingin yang makin erat memeluknya, membuat laki-laki itu menutup matanya. Seperti paradox, hening dan bising terjadi bersamaan disana. Bulan yang masih tersenyum, bersama langit yang menangis menjadi satu dalam paradox hening dan bising. Hening dan bising yang datang bersamaan, seolah memeluk semesta dalam suara dan rasa tanpa kata.
Beberapa jam berlalu. Langit terlihat berwarna sedikit orange disisi timur, bersama dengan beberapa makhluk yang kembali melakukan aktifitasnya. Dibawah suasana yang indah itu, laki-laki berambut putih itu duduk didepan api unggun yang ia nyalakan kembali. Selagi menghangatkan tubuhnya pemilik rambut putih itu meminum air hangat yang sudah ia siapkan. Ia menatap kebawah sambil mengikat rambut panjangnya, untuk kemudian menatap langit dengan tatapan yang penuh arti. Tak berselang lama, laki-laki itu segera bangkit dan beranjak dari tempatnya dan mulai berjalan mengikuti langkah kakinya. Ia memakai jaketnya sambil berjalan menyusuri hutan, menjauh dari tempatnya beristirahat dimalam tadi. Menutup kepala dan memasukan tangannya ke saku jaket sambil terus berjalan. Bumi yang dingin tidak menyurutkan kemauan kakinya untuk terus berjalan. Semakin ia berjalan, semakin ia merasakan semua yang ada dibumi dengan kakinya yang telanjang. Semakin ia berjalan, semakin ia merasakan dunia ini dengan lebih apa adanya.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya ia tiba ditepi telaga. Dari tempatnya berdiri, ia melihat air telaga yang sangat indah memantulkan banyak objek yang disinari matahari. Laki-laki itu terpaku melihat semua keindahan didepannya. Indah, cantik, dan begitu mempesona. Begitu indahnya hingga ia tidak bisa berkata-kata dan mulai berkaca-kaca karena moment itu. Ditengah rasa takjub yang membuatnya terpaku, angin pagi hari berhembus dengan lembutnya. Meniup setiap makhluk yang ada disana. Dengan belaiannya yang lembut, laki-laki itu perlahan mulai berjalan menuju telaga didepannya. Dalam kesunyian “jiwanya” ia berjalan perlahan. Pelan tapi pasti, ia mulai mendekati air danau itu. Ia terhenti ketika air danau itu sampai sebatas mata kakinya, trediam untuk beberapa saat dan mulai menitikan air matanya, dan menangis. Tak berselang lama, laki-laki berambut putih itu berlutut sambil berteriak sekeras-kerasnya. Rambut putih panjangnya basah karena menyentuh air, dan seolah menyatu dalam “wadah” air itu. Teriakan yang sangat keras menyebar kesegala arah. Bahkan terlalu keras untuk membuat hewan yang ada disana ketakutan dan meninggalkannya. Laki-laki berambut putih itu terus berteriak sambil berlutut dan menangis. Hanya teriakan yang terdengar disana. Tanpa kata. Hanya suara dan rasa yang tak terlukiskan oleh kata. Mengantarkannya pada sesuatu yang terlalu dalam untuk dilukiskan dengan kata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Harga
AdventureSalah satu keindahan hidup ini bukanlah tentang "punya" dan "tidak punya". Ia lebih mendasar dari itu. Ada, terlihat, terasa, dan bersahaja