Chapter 1 : The General

23 5 8
                                    

Ada satu makhluk tinggal diantara surga dan neraka. Ia mati ketika yang lain hidup, dan hidup ketika yang lain mati. Tinggi menjulang di antara bangunan-bangunan yang roboh, berkanopi besar, bersurai lebat, tapi daunnya tidak pernah hijau. Di pertengahan musim semi, ia menjadi daun pertama yang meranggas. Di musim panas tak menyisakan satu daun pun, musim gugur tak menggugurkan helaian yang memang sudah habis. Kemudian musim dingin tiba, dahan makhluk itu menyatu dengan es, dan memunculkan daun coklat yang kemerahan.

Orang-orang menyebut makhluk ini sebagai pohon aneh yang dikutuk bersama datangnya perang. Rasa terkutuk itu, bersama malam yang panjang, dibenci dan dicintai. Pohon ini yang membuat warga London dapat menahan hidup yang tidak tertahankan.

Termasuk dirinya.

Jiraiya melempar botol vodka setelah tegukkan besar terakhir. Botol beningnya memantulkan cahaya oranye matahari sesaat sebelum membentur tanah, sayangnya tidak pecah berhamburan. Dibalik bayangan asap dan lidah energi dengan warna yang sama, ekspresi bocah liar di hadapan Jiraiya juga sama ganasnya.

Bola kehitaman pertama memiliki daya ledak besar. Jiraiya akan nyaris kehilangan kedua tangannya. Tanpa pelindung dan senjata, Jiraiya menahan gumpalan energi hitam itu, percikannya membuat bekas gelap dan melepuh di mana pun ia mendarat. Kulit-kulit luar kedua tangannya mengelupas dan menampakan daging merah di bawahnya. Sekali lagi, Jiraiya memfokuskan kulit di tubuhnya menebal dan mengeras. Ia juga melapisi dirinya dengan lendir dan bau-bauan yang semoga saja membuat anak itu mual. Celah mata sang kodok tua kini berubah horizontal, skleranya menonjol dan menjadi keruh kekuningan. Garis merah seperti darah muncul di bawah kedua mata seperti garis darah. Mata orang awam tidak akan bisa membedakan Jiraiya dengan katak besar yang basah kuyup, tapi bagi mereka yang jeli akan melihat makhluk legendaris yang pernah menyelamatkan negeri ini.

Bocah itu—anak haram Kushina, sudah dua kali ia patahkan kakinya, dan beberapa kali ia hantam ke tanah dengan telak. Ia kuat dan cepat sekali pulih, Jiraiya mengakuinya setengah hati, tapi kebodohan dan ketidak sabarannya membuatnya ingin mengumpankan anak itu ke buaya. .Alih-alih menyerang dengan strategi dan kalkulasi, ia menggunakan kepalanya, lengkap dengan tulang tengkorak dan ubun-ubunnya. Jiraiya merasa sudah disundul badak berkekuatan super, tulang rusuk ke-3 dan ke-4 miliknya mungkin sudah retak. Tiap kali ia menyentuh bagian itu dengan ujung jari, rasanya tidak terelakkan.

"Cih!" Jiraiya membuang ludah bercampur sampai mengenai ujung pagar. Lidahnya jauh lebih panjang dari lidah normal manusia. "Kau ingin bertarung seperti binatang, eh?" cemooh si kodok tua. "Jika kau bertarung seperti binatang, maka lawanmu juga akan memperlakukanmu seperti binatang!"

Lidah keunguan dan panjang menjulur, menghatam tepat ke posisi kaki kanan si bocah sebelumnya berada. Kurama berhasil menjauh, melompat dan merangkak seperti hewan berkaki empat. Lidah energi berwarna oranye di belakang tubuhnya membelah menjadi dua, cahayanya membekas panas bahkan pada Jiraiya yang berdiri cukup jauh. Jangankan melelahkan tembok beton, cukup dengan tenaganya saja bocah itu sanggup melelehkan jenis daging dan tulang apa pun. Namikaze Kurama akan menjadi mesin panggang barbeque yang sangat efisien, meski buruannya sekelas trenggiling dan kura-kura.

Jiraiya memamerkan seluruh giginya. Pertarungannya dengan si bocah kali ini memasuki babak yang semakin menarik. Tidak seperti kakak perempuannya, bocah ini sebaiknya jangan diberi petunjuk-petunjuk rumit.

"Pelajaran kedua," ucap Jiraiya masih nyengir lebar. "Bunuh lawanmu sebelum kau dibunuh!"

"AKU SUDAH TAHU ITU KODOK TUA!" geram Kurama.

"AHAHHAHAHAH!" Jiraiya tidak henti-hentinya tertawa.

Sang kodok tua menggila, seluruh gembok yang mengunci tiap titik energinya terlepas bersamaan. Seluruh tubuhnya memanas dan berasap, kuku dan rambut meleleh, kulit-kulitnya yang tebal kini bertekstur, buduk, seperti kodok sungguhan. Kodok tua itu menjilat bibir atasnya, hidungnya, lalu ubun-ubun kepalanya. Lidahnya bisa memanjang sepanjang yang Jiraiya mau membuat gerakan melekuk-lekuk yang menggelikan. Kurama memperhatikan itu dengan ekspresi jijik.

BEHEMOTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang