00

3 0 0
                                    

Pernah tidak, kalian berpikir untuk apa manusia diciptakan kalo akhirnya bakal mati? Atau.. ada satu pikiran yang terlintas di kepalaku sedikit kurang ajar, mengapa aku dilahirkan padahal aku tidak meminta untuk dilahirkan, apalagi di keluarga ini. Jangan ditiru! Itu hanya pikiran konyol anak remaja usia 17-an yang biasanya habis terlibat konflik pada keluarganya. Padahal semestinya Ibu juga gak minta untuk melahirkan anak sepertiku, tapi Tuhan berkata lain, malangnya yang terlahir adalah aku. Aku, Jiannarta Aidan Faiq, bocah labil yang sedang mencari jati dirinya.

Menurutku, hal terberatku ada di usia ini. Bukan begitu, aku juga baru merasakan hidup di dunia selama 17 tahun. Bukan bermaksud sok paling tersakiti, cuma ingin sekedar menyampaikan keluh kesah dari orang yang bukan lagi anak kecil tapi juga belum bisa dianggap dewasa.

Kata Bang Mahen, beranjak dewasa berarti sudah siap terkena pukulan bertubi-tubi dari setiap masalah apapun dan dituntut untuk tetap kokoh dalam keadaan apapun. Padahal, aku juga punya masalah. Anak yang belum dewasa ini juga bisa punya masalah, sayangnya aku tidak bercerita kepada orang dewasa.

Juga kata Kak Raihan, 'Kamu jadi orang jangan lempeng-lempeng amat. Sesekali keluar rumah, berbaur sama orang-orang'. Padahal Kak Raihan boleh saudaraku, tapi Kak Raihan tidak mengenaliku sebaik diriku sendiri.

Oh, agaknya aku lupa memberi tahu bahwa aku empat bersaudara, yap, aku terlahir bungsu.

Mahendra Rafardhan, aku memanggilnya Bang Mahen. Si sulung ini tipikal orang tegas, sosok yang berwibawa, dan sering memberikan wejangan pada adik-adiknya, terutama aku dalam hal meraih masa depan yang cerah. Intinya, aku si bungsu ini yang sedang galau menentukan jalur mana yang mau kupilih untuk masa depanku, dituntun bang Mahen untuk memantapkan pilihanku. Bang Mahen ini pernah jadi salah satu sosok panutan hidupku, setelah Bu Nia (guru matematika di sekolahku) dan Pak Lik Yadi. Tapi sayangnya predikat itu dipatahkan sendiri olehnya, namanya kini telah terhapus dalam jajaran itu. Tidak perlu ku ceritakan sekarang, kalian pasti akan tahu nantinya.

Raihan Nadil Hariz, adiknya Bang Mahen alias kakakku yang kedua. Enak diajak debat, soalnya sama-sama saling kuaf mempertahankan pendapat, ibarat dunia politik kaya capres yang mau nyalon. Namun tak seindah yang dibayangkan, debat tersebut berujung aku yang berakhir di kamar sendirian sambil menggerutu setelah meninggalkan Kak Raihan. Istilahnya, merajuk. Seperti biasa.. aku si bungsu, merajuk andalanku. Kak Raihan itu wataknya ibarat batu, terlalu keras. Berbeda denganku, ibarat seonggok permen yupi. Makanya aku dan Kak Raihan sering terlibat pro dan kontra.

Lalu si nomor tiga, namanya Haikal Daanii Arkana. Ini nih ibarat kartun, aku Tom dia Jerry. Haikal in- eh nggak ada Ibu, kan? Soalnya aku cuma manggil pake embel-embel 'Mas' waktu ada Ibu doang. Dia ini jahilnya minta ampuunnn... masa anak tetangga nangis-nangis ngadu ke mama gara-gara mainan lato-lato nya dipalak sama Haikal. Kan, buat apa coba???

Terus nih, dia pernah diajak Ibu karna Ibu gak bisa bawa motor, alhasil si Haikal inilah yang berkamuflase jadi abang ojek nganterin Ibu jenguk bayi yang baru lahir. Kebetulan nih bayi punya kakak yang usianya sekitar 3 tahunan, gak ada angin gak ada hujan tuh anak dipelototin sama si Haikal. Bocah yang baru ngedot itu alhasil dot nya dilempar gak jadi minum dan nangis kenceng cuma gara-gara Haikal yang gabut, kurang kerjaan, dan gak ada adab!! Selebihnya nih si Haekal walaupun kelakuannya aneh bin ajaib, kalo pas mode serius, nih orang bisa diandalkan. Dia ini room mate, makanya diantara saudaraku, dia ini paling terdabest. Jangan bilang ke dia, ya.. nanti pedenya melebihi langit ketujuh.

Dan, anak terakhir kerap dipanggil bungsu, seperti di atas, namaku Jiannarta Aidan Faiq hidup di keluarga ini dengan satu Ibu dan satu Bapak tentunya karna aku anak kandung bukan anak kandang.

Panggilanku Jian, kalau di rumah. Kalau di sekolah, beda lagi. Ada yang Faiq, ada yang manggilnya lengkap, Jiannarta, dan ada yang gak punya akhlak manggilnya 'Edan' plesetan dari Aidan. Pernah sesekali berpikir, apa aku minta diubah nama ke Ibu ya, minimal Aidan ditambah huruf Z jadi Zaidan, tapi Ibu langsung menolak katanya nama Aidan diberikan oleh tetangga samping rumah yang dulu sepulang menunaikan ibadah haji langsung ikut nyumbang nama untukku. Alasan Ibu tidak mau mengubah nama Aidan karna takut dicap tidak menghargai pemberian nama dari orang lain. Jadi, sebenarnya aku ini anak Ibu atau anak Bu Idah? Masa yang ngelahirin Ibu yang ngasih nama tetangga?

Kalo kata Bapak, 'nama kamu tuh bagus, Ji. Orang yang namain habis pergi naik haji. Pasti mengandung doa'. Kemudian disusul aku yang mencebik, kenapa bukan Bapak saja yang menamai lalu diberi doa.

Kayaknya cukup untuk menggambarkan sedikit kolase mengenai keluargaku. Lain kali, akan ku ceritakan lagi, tentang aku, keluargaku, mimpi-mimpiku, dan sedikit pertemananku.

Sekian, dari Jiannarta orang yang paling ganteng ngalahin artis korea pas lagi ngaca dan seketika berubah jadi gembel perempatan kalo lagi selfi.

EpochTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang