Terlalu Rindu Padamu

29 3 12
                                    

Ya, kisah ini mirip dengan lagu Mario G Klau, Terlalu Rindu, boleh dikata, kisah ini terinspirasi dari lagu itu. Namun, kisah ini adalah kisahku sendiri. 

Aku bertemu dengannya tanpa sengaja di dunia maya. Entah bagaimana. Algoritma platform social media yang sedang booming itu mengarahkanku pada sosoknya. Padahal aku baru saja membuat akun di platform itu. Belum ada pertemanan dalam platform video vertikal yang dulu sempat disebut aplikasinya anak alay. 

Sosoknya tampil di hadapanku dengan senyum. Menegur kehadiranku dalam tayangan langsung yang sedang dia lakukan. Aku tak tahu namanya - karena aku tahu, biasanya orang menggunakan nama dan akun tidak sebenarnya dalam platform ini. Termasuk dia, Nino. Itu sih yang tertulis pada username dan namanya di aplikasi itu. 

Sundanese... batinku. 

Entah kenapa, jika bicara tentang suku, hatiku tertarik dengan suku yang satu ini. Manis - tapi tak terlalu manis. Mengingatkanku pada dua sosok yang pernah mengisi hidupku (dan juga hatiku). Jika kalian penasaran, baca saja kisahnya di story satunya ya. 

Aku menulis cerita singkat ini pun sembari mendengarkan lagu tadi. Namun, pikiranku mengarah pada waktu mengenalnya dan tanganku aktif mengetikkan kata demi kata ini. 

***

Aku tidaklah terlalu paham mengenai platfom ini, karena memang user baru di sini. Jadi ketika ada notifikasi pesan dari aplikasi ini, aku pun mencari-cari di manakah pesan itu? Ternyata pesan itu adalah dari Nino. 

Seminggu sudah aku aktif menonton live Nino memang di aplikasi. Sesekali kulempar gift dengan koin yang kupunya. Sesekali juga aku mengetikkan tanya dan dia menjawabnya. Aku pun tidak tahu kalau dia sudah mengikuti balik akunku, hingga dia bisa mengirimkan pesan itu. 

"Gimana caranya move on dari patah hati? Aku lagi sakit hati sama pacar - eh mantan, dia ternyata jalan sama temanku sendiri."

Itu pesannya. Aku pun tak mengira jika dia akan mengirimkan pesan, bahkan isinya pertanyaan yang menurutku cukup pribadi. Untuk seorang asing sepertiku, dia bisa mengirimkan pesan seperti itu. Entah apa yang membuatnya begitu, aku pun tak tahu dan tidak pernah bertanya. 

"Yang pasti, kamu harus menerima kenyataan kalau memang kamu sudah tidak bersama dia dan tidak ingin bersama dia lagi. Jika kamu ingin move on. Terus jangan pernah cari orang yang baru hanya untuk move on." Kujawab pesannya itu. 

Percakapan kami berlanjut beberapa kali, termasuk saat aku menceritakan kisah cintaku sendiri (ya... yang pernah kutuliskan di sini juga). Percakapan biasa dan saling meledek biasanya. Namun ada beberapa yang bisa membuatku ketar-ketir sendiri. 

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Akhir tahun 2022 aku isi dengan menghapus aplikasi dari handphoneku. Saat itu, aku dan Nino sudah berpindah tempat chat ke whatsapp. Aku katakan padanya kalau aku akan off dari aplikasi itu. 

Tidak kujelaskan padanya apa alasannya walaupun dia sempat menanyakannya. 

Tak ingin aku berkata: "Semua karenamu!"

Iya... aku menghapusnya karena dia. Karena aku tidak ingin melihat dia aktif di aplikasi sedangkan chatku tidak dibacanya. Aku tidak ingin mengatakannya karena aku tahu, aplikasi dan live yang dilakukannya adalah salah satu cara dia menghibur diri bersama teman-teman virtualnya. 

Aku tidak ingin dia bersedih. Namun... hati ini tidak dapat memungkirinya. Aku benci melihatnya aktif sedangkan aku diabaikan. 

Malam itu pun kuhabiskan dengan tetesan air mata yang tanpa kusadari lepas dari mataku menjelang tidurku. Namun yang pasti, ada kelegaan dalam hatiku saat itu, walau aku tak tahu kenapa aku bisa menangis. 

***

Pertengahan Januari aku kembali memasang aplikasi itu dalam handphoneku. Aku memang tidak pernah menghapus akunku di aplikasi itu. Masih ada - beserta semua history akunku. Aku akui, aku mengikuti beberapa orang dalam aplikasi itu, namun entah kenapa, Nino selalu yang menjadi utama buatku. 

Selama aku tidak aktif, chat dari Nino cukup aktif. Dia lebih sering memulai percakapan denganku di Whatsapp. Namun, tidak pernah sedikitpun kata-kata terkait hati pernah terlontar dariku ataupun dia. Kami hanya bercakap biasa. 

Dia beberapa kali mengirimkan foto dan video. Sedangkan aku? Aku, seperti tipikal introvert, tidak mengirimkan yang diinginkan, melainkan foto bangunan aku berada atau kondisi kamarku. 

Aku pun baru mengetahui kalau ternyata, dia tidak dapat melakuan tayangan langsung pada aplikasi itu karena terkena banned oleh aplikasinya. Cukup lama dia tidak dapat melakukannya, hingga dia sering mengatakan via whatsapp kalau dia bosan. Tidak ada kegiatan. 

Namun, hal itu tak berlangsung lama. Akunnya kembali dapat melakukan live - dan bahkan, rupanya dia memiliki beberapa akun lain yang juga dapat dia gunakan untuk live selama akun utamanya terkena banned itu. Selama itu, aku dan dia masih cukup intens dalam kontak. 

Bahkan, untukku - sang introvert - mengiyakan dia saat dia memintaku untuk menelepon via Whatsapp. Jujur, ini hal berat untukku. Karena buatku, percakapan via suara bukanlah sesuatu yang mudah. Berbeda dengannya yang memang bertolak belakang denganku. Namun, aku tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengiyakan saja. 

Hingga akhirnya.... 

Akun utamanya kembali dapat dia gunakan. 

Perlahan namun pasti... situasi jelang akhir tahun kemarin pun terjadi kembali. Dia kembali aktif di akun itu dan temu sapa dengan semua teman virtualnya. Percakapan kami pun kembali menghillang. 

***

Bolehkah aku katakan... 

Aku rindu - terlalu rindu bahkan. Aku rindu padamu, walau aku tahu, aku bukanlah siapa-siapa. Hanyalah seorang teman virtual yang kau kenal via aplikasi itu. Nyatanya... aku memang merindu. 

Terlalu rindu padamu. 

Terlalu RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang