Malam yang dingin. Secercah sinar purnama menyembul dari balik pepohonan dan menerangi jalan setapak di depanku. Meski begitu kegelapan pekat masih tak kunjung pergi, beserta keheningan ganjil yang membuatku semakin waspada. Kewaspadaan ku semakin meningkat sampai-sampai mungkin aku akan langsung menelepon polisi jika ada sedikit saja suara atau apapun yang mengagetkanku.
Setelah memutuskan hubunganku dengan Scott satu setengah jam yang lalu, aneh rasanya ketika melihatnya hanya terdiam saja seperti itu. Aku berpikir ia akan mengkonfrontasi ku seperti biasanya, tapi malam ini ia hanya menatapku dengan tatapan dingin—bahkan membiarkan ku pergi. Sekarang, semuanya terlihat semakin tidak pada tempatnya. Sebagian diriku yang konyol malah membayangkan adegan yang lebih buruk, misalnya Scott yang tengah merencanakan aksi balas dendam yang mengerikan padaku.
Karena itulah sejak aku meninggalkannya di taman hiburan setelah berkata, "Sebaiknya kita selesai di sini dan saling melupakan", aku tak bisa berhenti untuk waspada dan menatap sekitarku hingga tiga kali setiap ada sesuatu yang terlihat mencurigakan. Walaupun jarak rumahku hanya sisa satu blok lagi dari persimpangan di depan, namun insting paranoid ku tak mau diam, ditambah perasaanku sudah tak enak sejak satu setengah jam yang lalu.
Apakah aku seharusnya tak perlu mengajak Scott ke taman hiburan sebagai ucapan perpisahan? Apakah aku seharusnya mengatakannya lewat telepon saja atau menulis surat? Tapi, sebenarnya aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran karena sudah bertingkah diluar batas toleransi ku. Aku ingin dia tahu bahwa ancamannya tidak akan mempan lagi padaku—toh sebentar lagi aku akan pindah dari kota ini. Aku akan memulai hidupku dari awal lagi. Tapi balasan yang ku dapatkan sama sekali berbeda dengan yang ada dalam bayanganku dan itu terasa sangat aneh.
Ku pikir setelah putus, perasaan lega akan menghampiri ku. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Justru perasaan sesak dan tercekik itu malah semakin menjadi. Ini sangat aneh. Aku terus memikirkan segala kemungkinan tentang keanehan sikap Scott sampai seseorang tiba-tiba membekap mulutku dari belakang. Aku tak punya waktu untuk menganalisis siapa dan apa tujuannya karena orang itu ternyata membuatku menghirup cairan bius di saputangan yang ia gunakan untuk membekap ku dan pandanganku pun langsung menghitam.
Aku terbangun di atas ranjang di sebuah kamar yang gelap dalam keadaan kedua tangan terikat ke kepala ranjang. Untungnya, mulutku tidak ikut di sumpal—maka aku pun berteriak sekencangnya. Tenggorokanku perih dan kering, hingga suara yang keluar terdengar seperti bukan diriku. Namun, itu sama sekali tak menghentikan ku untuk terus berteriak sampai siapapun datang dan mengenyahkan kegelapan ini. Aku benar-benar benci kegelapan apalagi dengan tangan yang terikat.
Sejurus kemudian, pintu kamar terbanting terbuka. Sebuah siluet tinggi berdiri di ambang pintu, menghalangi cahaya dari lampu lorong. Jantungku berdegup kencang ketika menyadari bahwa siluet itu terasa tak asing bagiku. Lampu kamar seketika menyala terang, menampilkan satu-satunya sosok yang selalu menjadi bagian terburuk dari mimpi burukku—Scott, mantan pacarku.
"Akhirnya, kau sadar juga, Cherry." ujarnya, memanggilku dengan nama kesayangan yang ia berikan—Cherry, nama buah favoritnya. Ia berjalan mendekat ke arahku bak predator yang bersiap menerkam mangsanya. Sudah kuduga, ia takkan merelakanku begitu saja dengan mudahnya.
Hal itu membuatku otomatis memberontak lebih keras—menarik-narik tali yang mengikat pergelangan tanganku lebih kencang, sampai-sampai aku yakin area pergelangan tanganku sudah memerah dan lecet-lecet sekarang. Tapi, aku tidak peduli asal aku bebas dan pergi jauh dari pria bajingan ini. Ya, pria bajingan yang bahkan mengancam akan membunuh semua keluargaku hanya karena aku, ibuku dan adik-adik ku terpaksa pindah ke rumah pertanian milik kakek nenekku di luar kota karena bisnis restoran milik keluargaku mengalami kebangkrutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MIDNIGHT SCARECROW (Urban Legend Series#1)
Mystery / ThrillerKepindahannya ke rumah pertanian milik kakek neneknya, membuat Clarity Adams mengalami petualangan mengerikan. Kota Ravens-Ends ternyata menyimpan sebuah kisah kelam tentang teror salah satu orang-orangan sawah yang mereka juluki, Mr. Hyde. Banyak k...