Pembuka

79 10 22
                                    

≻───── ⋆✩⋆ ─────≺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

≻───── ⋆✩⋆ ─────≺

Iridescent Ephemeral  bermakna warna-warna bercahaya yang tampaknya akan berbeda ketika dilihat dari sudut yang berbeda dan terjadi secara singkat. Semuanya tergantung pada bagaimana seseorang ingin melihatnya.

≻───── ⋆✩⋆ ─────≺

Suara benturan antara benda bundar berwarna oranye pada permukaan lapangan—beradu dengan suara nafas memburu milik Jiandra. Pemuda tinggi yang tampak asyik memantulkan bola lalu menggiringnya memasuki ring.

Terhitung satu jam lamanya Jian—begitu dirinya kerap disapa—bermain basket sendirian. Tak peduli dengan langit yang mulai menggelap, pun dengan tetes hujan yang perlahan turun.

Bukan tak disadari, hanya saja Jian memang sengaja tak mau peduli. Pikirnya hanya ingin bisa lebih lihai menggiring bola, lalu memasukkannya ke dalam ring. Agar keahliannya itu bisa berguna di pertandingan minggu depan.

"Anjing!" Suara berat Jian memaki kala benda tersebut gagal memasuki ring untuk kedua kalinya. Padahal ia sudah melempar dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Tapi mungkin, kedua tangan berototnya sudah terlalu lelah, sehingga tidak bisa bekerja dengan maksimal.

"Hujan, ntar kalo jadi mermaid riweuh se-komplek."

Sebuah kalimat berhasil menginterupsi Jian untuk berhenti memantulkan bola. Diikuti dengan sebuah payung yang menaungi tempatnya berdiri, menghalau tetesan air untuk menyentuh tubuhnya.

Jian kontan berbalik, lalu tersenyum melihat siapa orang yang telah mengganggunya.

"Eh ada Kak Echa," Jian berbicara kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sedikit terkejut juga dengan kehadiran sosok yang satu tahun belakangan ini memenuhi hatinya.

Gadis bernama Erisha itu mendengus lalu menggerakkan tangan kanannya yang dia gunakan untuk memegang gagang payung. Memberi isyarat pada Jian untuk segera mengambil alih, sebab tangannya sudah terasa pegal.

"Ngapain latihan sampe hujan-hujanan gini, Ji? Bukannya tambah hebat, ntar kamu malah pilek." Erisha mengomel seraya menepuk bahu Jian yang setara dengan keningnya.

"Hujannya baru turun, Kak. Tadinya juga mau langsung pulang, eh malah ada Kak Echa," sanggah Jian sambil tersenyum lebar, menyembunyikan mata sipitnya.

"Alah, ngeles mulu. Udah ayok ke pinggir, mau sampe kapan kita berdiri di tengah lapangan sambil payungan gini? Kayak lagi syuting videoklip."

Echa menyeret Jian untuk menepi lalu kemudian duduk di pinggiran bale yang berada tepat di pinggir lapangan.

"Abis darimana?" tanya Jian basa-basi, karena sejujurnya ia sudah tahu jawabannya. Terlihat dari logo plastik berwarna putih dengan isi jajanan yang dibawa oleh Echa.

"Abis beli jajan buat nemenin nugas, eh nemu orang kurang kerjaan lagi hujan-hujanan sambil main basket." Erisha mengeluarkan sebotol air mineral, lalu memberikannya kepada Jian.

"Hehe, makasih."

Setelahnya hanya ada suara air hujan yang menemani dua remaja ini. Tak ada yang memulai obrolan, sepertinya memang sengaja ingin menikmati angin dingin Bandung yang terasa semakin dingin dibawah guyuran hujan.

Jian menolehkan kepalanya ke arah Echa. Memandangi gadis cantik yang entah kapan bisa ia miliki. Bahkan setelah banyak usahanya untuk bisa memiliki hubungan romansa dengan Echa, Jian tetap tak bisa.

"Kak, mau jadi pacar aku gak?"

"Lagi, Ji? Gak bosen terus-terusan nanyain ini?" Bukannya menjawab, Erisha justru balik bertanya dengan kekehan di akhir kalimatnya.

Jian ikut terkekeh walaupun perasaannya sedang tak menentu. Namun pemuda itu memilih untuk mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Echa padanya.

"Jadi kapan Kak Echa mau jadi pacar aku?" Lagi, Jian bertanya. Kali ini sedikit serius, bahkan punggungnya menegak dengan tatapan mata penuh harap.

"Nanti, pas kamu udah kuliah."

Jian tak tahu saja jika Echa sendiri pun tak yakin dengan jawaban yang dia beri. Mulutnya berucap hanya agar Jian tak lagi berbicara semakin jauh, tidak selaras dengan hati dan pikirannya yang kini tengah memikirkan sosok lain yang tak diketahui siapapun.

Ini lah kisah antara Jiandra Navarro Arnesh dan Erisha Adrienne Niora. Dua sejoli yang masih tak paham pada apa yang mereka rasa. Tak dapat membeda antara suka dengan cinta. Maka biarkan keduanya meraba, hingga paham makna cinta yang sebenarnya.

≻───── ⋆✩⋆ ─────≺

Jiandra Navarro Arnesh

Jiandra Navarro Arnesh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Erisha Adrienne Niora

Erisha Adrienne Niora

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi, Hallo, Annyeong!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hi, Hallo, Annyeong!

Ketemu lagi sama aku, setelah sekian lama menghilang dari peradaban, akhirnya aku kembali. Kali ini aku bawa cerita baru, walaupun cerita sebelumnya belum selesai. Tapi aku harap cerita ini bisa rampung secepatnya dan melanjutkan apa yang sempat aku tunda.

I hope you guys like this, and give me lots of support. Thanks♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Iridescent EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang