Waktu masih menunjukkan pukul 03.07 begitu gadis itu menatap jam tembok, sambil mendudukkan diri di atas kasur dengan mata setengah mengantuk.
Merasa masih terlalu pagi, gadis itu kembali membaringkan diri. Matanya tiba-tiba terbuka lebar begitu melihat pemandangan dari jendela langit kamarnya.
Gadis itu tersenyum. Ia bangkit lalu meraih jubah hitam yang menggantung di salah satu lemari walk in closet dan teleskop di sudut kamarnya. Setelahnya, kaki gadis itu melangkah menuju taman bagian tengah yang luas dan terbuka.
"Omega?"
Gadis itu mematung ketika mendengar suara familier memanggil namanya. Segera ia menoleh dan mendapati cowok jangkung berkulit putih tengah mendekat ke arahnya.
"Teleskop? Mau ngamat?" tanya cowok itu tepat di samping Meg. Meg diam dan mengamati wajah itu sebentar, lalu kembali fokus mengagumi bintang-bintang melalui teleskop miliknya.
Namun, belum lima menit Meg mengaduh. Tubuhnya dipaksa menyingkir dari teleskop dengan kekuatan bahu cowok itu.
Meg ingin memprotes, tetapi ia tahan ketika melihat cowok itu menggeser arah teleskop ke barat daya.
"Coba lihat lagi," katanya setelah memundurkan diri selangkah.
Meg memicing curiga, tetapi tetap menuruti kata cowok itu. Ia melangkah, mendekat ke arah teleskopnya lagi.
Mata Meg membesar. Sudut bibirnya tidak bisa lagi ditahan agar tidak terangkat. "Seperti seorang pria yang sedang mengacungkan pedang dan perisai, ya."
Cowok itu cukup terkejut mendengar ucapan Meg. Sebab, gadis itu sangat membenci dirinya dan sangat enggan untuk memulai percakapan.
Setelah menatap Meg yang tersenyum dengan binar di matanya, membuat cowok itu mengerti sesuatu. Meg sangat menyukai bintang hingga melupakan fakta jika sekarang, gadis itu tengah bersama dengan orang yang dibencinya.
"Iya, benar, layaknya seorang pemburu. Lo tahu, Meg? Itu rasi Orion. Orion dikenal sebagai Sang Pemburu dengan kedua anjing pemburunya, Canis Major si Anjing Besar dan Canis Minor si Anjing Kecil. Konon katanya mereka melawan Taurus, Sang Kerbau." Cowok itu menjelaskan sambil menatap dengan teduh ke arah Meg. Sementara Meg hanya mendengarkan dengan penuh antusias tanpa melepas pandang dari rasi Orion.
"Di Indonesia, Orion berada di langit bagian barat daya. Orion di belahan bumi bagian utara dikenal sebagai penanda jika musim dingin akan tiba. Sedangkan di belahan bumi bagian selatan, Orion akan terlihat saat musim panas tiba," kata cowok itu dengan ekspresi serius. "Pada rasi bintang Orion juga terdapat tiga bintang yang berjejer, Alnilam, Alnitak dan Mintaka. Mereka dikenal dengan sebutan Sabuk Orion," lanjutnya lagi sembari membaringkan diri di atas rumput yang terasa dingin.
"Mereka yang ada di bagian tengah-tengah itu?" tanya Meg sambil menoleh ke arah cowok itu. Detik berikutnya Meg terlihat terkejut dengan ucapannya sendiri. Dengan cepat, Meg kembali memfokuskan matanya pada rasi Orion.
Cowok dengan rambut berwarna platinum itu tertawa pelan. "Iya, benar mereka ada di tengah–tengah rasi bintang Orion dan membentuk Sabuk Orion."
Hening. Meg tidak lagi menoleh dan bertanya. Sikapnya kembali dingin, sedingin embusan udara yang menggerakkan pohon dan semak-semak taman.
"Rasi bintang Orion tersusun atas 6 bintang utama, salah satunya punya nama kayak ibu lo, Meg, Bellatrix." Cowok itu kembali mengeluarkan suara. Meg sebenarnya cukup terkejut, ternyata nama ibunya diambil dari nama sebuah bintang.
"Ah! Gue baru ingat!" serunya dengan suara yang cukup kencang.
Meg mendelik tajam ke arah cowok yang kini tengah sibuk menepuk-nepuk celana tidur bagian belakangnya. "Berisik."
Cowok itu hanya menoleh sebentar, lalu kembali menyibukkan diri membersihkan celananya dari rumput yang menempel.
Setelah dirasa bersih, ia kembali berkata dengan posisi berdiri tepat di samping Meg. "Meg, coba lo perhatikan tiga bintang berjejer di Sabuk Orion. Terus tarik garis imajiner melalui Sabuk ke arah kanan. Di sana, lo bisa lihat bintang terang pertama berwarna kemerahan."
Meg diam tidak lagi mengikuti arahan dari cowok yang berada di sampingnya itu. Ia diam dengan raut wajah risi.
Helaan napas pelan terdengar. Sambil berjalan pelan meninggalkan area taman, cowok itu berujar "Bintang itu merupakan bintang paling terang di rasi Taurus. Namanya Aldebaran."
Meg masih tidak menjawab.
Cowok itu berhenti sejenak sambil menoleh ke arah Meg. "Coba lo liat, keren, loh."
Merasa tidak akan ada jawaban dari Meg, ia berbalik dengan tangan yang melambai-lambai. "Meg, jangan lama-lama di luar. Udaranya masih dingin. Terus, teleskop itu cukup berat. Kalau enggak salah 4 kg, 'kan? Tinggalin di sana. Nanti gue bakal suruh orang buat antar ke kamar lo."
Sepeninggalan cowok itu, Meg berjongkok sambil tertunduk. Rambut panjang platinumnya melambai tertiup angin yang berembus lumayan kencang. Meg masih tidak bisa bersikap ramah seperti beberapa minggu yang lalu pada cowok tadi.
"Kakak maaf," gumam Meg dengan lirih.
Gadis itu kemudian bangkit. Berlari menuju kamarnya dengan air mata yang menggenang, siap terjatuh. Meninggalkan teleskop yang masih mengarah ke rasi Orion. Meg bahkan tidak sadar jika cowok tadi masih berada di sana. Berdiri menyandar ke salah satu pohon dan menyaksikan Meg yang berlari hingga punggung kecil gadis itu lenyap.
Cowok itu tersenyum masam, mata birunya menatap langit bertabur bintang-bintang kecil. "Padahal Kakak udah bilang jangan simpan semuanya sendirian, Meg."
——————
Hi, Ais di sini.
Kalian pernah enggak, sih, ngeliat salah satu rasi bintang?
Bye, di next chapter~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Meg
FantasyTerlahir sebagai anak dari istri tidak sah seorang konglomerat, membuat Omega Aishlynne Galaxy dan Pleiades Galaxy hidup dalam siksaan dan ketidakadilan. Sira Hesper Galaxy, istri sah dari sang ayah sering melampiaskan rasa cemburu dan amarahnya kep...