Mengenalmu adalah sebuah kejutan dan hal bahagia yang pernah kurasakan.
Aku si anak tunggal yang tidak tau mau kemana kehidupanku ini.
Terlahir menjadi anak yang tak diinginkan membuatku terbiasa bebas dan liar di dunia luar.
Bahkan rambut hitamku menjadi korban kebebasan itu.
Cat pirang tersapu rapih di akar-akar rambut. Wajah sawo matangku sangat tidak cocok dengan warna itu. Namun, kepercayaan diri membuat aku dengan bangga memamerkannya.
"Wati!"
Aku menoleh, itu kak Sinta. Dia begitu cantik dengan balutan hijab hijau yang ia kenakan.
"Kak Sinta, apa kabar?"
Kami cipika-cipiki layaknya gadis diluar sana. Lihat betapa halus nan lembutnya kulit gadis itu.
"Apa kabar, Dek?" tanya kak Sinta.
Aku mengangguk, "Baik, Kak. Aku makan dua kali sehari."
"Allhamdulilah." Kak Sinta tersenyum puas, membuat lesung pipinya terlihat.
"Rambut kamu sekarang diwarnain?" tanyanya dengan wajah penuh kebingungan.
"A-ah! Iyah." Aku hanya bisa menyengir kuda dan menggaruk tangan yang tak gatal.
Tatapanku beralih padamu, itu adalah pertemuan pertama kita.
Pakaian hitam hitam yang kamu kenakan. Tatto burung yang melekat pada kulit tanganmu. Dan raut wajah tegasmu mungkin akan membuat beberapa orang takut dan enggan mendekat.
"Ah, iya! Aku lupa kenalin." Kak Sinta salah tingkah dan mulai memperkenalkan kita.
"Wati, ini Langit, adik aku yang terakhir."
Mataku melebar, bertahun-tahun aku mengenal kak Sinta, aku baru tau jika dia mempunyai seorang adik laki-laki.
"Aku baru tau," lirihku.
Kak Sinta masih cengengesan, "Dia emang jarang pulang. Wajar kalau kamu gak tau." Gadis itu tertawa seraya memukul kasar lenganmu yang sepertinya cukup kekar.
"Lang, ini Wati. Anaknya pak Wahyu."
Kamu menatapku sekilas. Aku bisa melihat urat-urat wajahmu yang mengendur. Raut wajah mu kini lebih tenang. Dan aku melihat sebuah ukiran senyum di wajahmu.
"Langit."
Meledak. Hatiku meledak. Suaramu sangat indah didengar.
Bahkan untuk menggapai tanganmu yang mengajak salaman saja aku tidak sanggup. Penuh getaran. Tanganku bergetar.
"Wa-wa-wati!"
Kamu tersenyum lagi melihat kegagapan ku menyebut nama sendiri. Ah, aku malu.
"Waduh, sepertinya aku mencium aroma aroma cinta di sini," ledek kak Sinta.
Sejak saat itu kita dekat. Berkat kak Sinta, kita bisa saling berkontak, dan bertemu sesekali.
Kamu sibuk dengan beberapa event musik ditahun ini.
Menjadi vokalis band cukup melelahkan, ya?
Namun walau kita jarang bertemu, aku tetap bahagia. Kamu sangat menyayangiku, dan membuatku merasakan sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
"Aku sayang kamu, jangan kemana-mana, tetap di sini ya? Sama aku terus, selamanya."
Tiada hari tanpa ucapan sayang dan ucapan terimakasih darimu.
"Terimakasih untuk hari ini, sayang. Dan, semoga terus seperti ini."
Namun namanya kehidupan pasti ada saja guncangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lewat Tulisan Hatiku Berbicara
Short StorySekedar kumpulan tulisan random Cover by pinterest (Untuk sementara)