Für Alatus

10 3 0
                                    

Ganyu hanya bisa menatap lurus foto kekasihnya yang dipenuhi karangan bunga saat ini. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa hari ini akan datang. Sementara itu Zhongli ayah dari Xiao masih menyambut tamu yang berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa.

Belum lama ini Zhongli dan Xiao baru saja kehilangan anggota keluarganya, bisa dibilang saat ini keluarga Xiao hanya Zhongli sebab ibu dan keempat kakaknya baru saja berpulang karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini seperti membuat Xiao mengalami depresi berat meskipun secara rutin Xiao konsultasi dengan psikolog tapi mungkin bagi Xiao inilah jalan terbaik.

"Nak Ganyu semua ini bukan salahmu, kau tidak perlu bersedih" ucap Zhongli yang menyadarkan lamunannya. Ganyu tidak merespon sama sekali dirinya masih larut dalam pikirannya. Faktanya Xiao adalah orang yang cukup tertutup sulit baginya untuk dapat terbuka bahkan dengan orang terdekatnya sekalipun. Ganyu dan Xiao telah menjalin hubungan cukup lama mungkin bisa dibilang hampir tiga tahun mereka saling mengenal. Diawali dengan pertemuan mereka pada saat pergantian kelas di tahun terakhir SMA hingga saat ini dirinya dan Xiao menduduki bangku mahasiswa.

"Paman maafkan Ganyu" ujar Ganyu dengan kepala yang tertunduk. "Ganyu ini bukan salahmu" ujar Zhongli. Meski begitu hati kecil Ganyu masih merasa bersalah sebab Zhongli sendiri baru saja kehilangan istri dan keempat anaknya beberapa bulan lalu. "Pasti berat bagi paman, apa paman tidak apa-apa?" Tanya Ganyu.

Raut wajah Zhongli berubah menjadi semakin sendu. Ganyu sadar dirinya tak pantas dikasihani ketika ayah dari kekasihnya tetap berusaha kuat ketika semua anggota keluarganya telah kembali ke pangkuan Tuhan. "Ganyu sebentar lagi peti matinya akan ditutup apa kamu ingin melihatnya untuk terakhir kali?" Tanya Zhongli.

"Tentu saja paman" ucap Ganyu kikuk. Sejujurnya Ganyu tidak pernah dekat dengan Zhongli karena ia merupakan orang yang tegas dan dingin menurut Xiao, tapi sepertinya Ganyu salah. Zhongli yang ia lihat saat ini hanyalah seorang pria yang rapuh. Jika Xiao melihatnya apakah dirinya akan terkejut melihat ekspresi sedih yang ayahnya buat.

Ganyu berjalan ke arah peti dimana Xiao berada. Disitu ia dapat melihat wajah pucat Xiao dengan balutan jas formal yang tak kalah apik serta riasan tipis untuk menutupi wajah pucatnya. Ganyu tak kuasa menahan tangisnya, tanpa sadar air matanya mengalir dengan sendirinya.

Secara perlahan peti tersebut mulai ditutup Ganyu tak lagi dapat melihat wajah tenang milik kekasihnya. Ia mundur secara perlahan dan memilih untuk duduk di kursi yang disediakan. "Nak Ganyu apa kau ingin ikut pengantar Xiao ke makamnya?" tanya Zhongli. Ganyu menggelengkan kepalanya kepada Zhongli. "Baiklah paman pamit dulu ya, ini surat dari Xiao jangan khawatir paman tidak membacanya sama sekali " ujar Zhongli sambil memberikan amplop hijau muda kearah Ganyu.

Ganyu membukukkan badannya seraya Zhongli dan beberapa kerabat dekat Xiao pergi membawa peti Xiao. Setelah rombongan tersebut semakin jauh Ganyu memilih untuk kembali duduk ke kursi yang tersedia di rumah duka tersebut untuk membaca surat yang diberikan oleh Xiao.

Ganyu dengan perlahan membuka amplop tersebut. Wangi teh hijau yg segar namun manis tercium jelas menusuk hidung Ganyu. Perlahan ia menarik kertas yang berada di dalam amplop tersebut.  Ganyu jelas tahu bahwa surat ini pasti berisikan wasiat atau mungkin pesan terakhir dari Xiao. perlahan ia buka lipatan kertas yang ia genggam.

"Teruntuk Ganyuku, yang paling ku sayangi

Halo, apa kabar dirimu? Apa kau baik-baik saja? Apa kepergianku menimbulkan luka berat untukmu? Sebelum kau menjawab semua pertanyaan itu izinkan aku meminta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu, namun tiap malam setelah hari itu aku terus dihantui oleh mereka. Aku lelah, sebagai satu satunya yang selamat dalam kecelakaan tersebut. Ibu dan kakak tiap malam datang menghantuiku seakan memintaku untuk pergi menyusul mereka tak jarang rasanya seperti tercekik sangat sulit untuk bernafas. Ganyu tak sekalipun aku menyesal mengenalmu, bagiku kau adalah salah satu alasanku untuk tetap hidup. Mungkin jika aku tidak mengenalmu aku sudah pergi jauh lebih awal. Aku menyesal harus meninggalkanmu sendirian dan membiarkanmu harus menghadapi semua beban ini sendirian. Aku sadar aku sungguh kekanakan, namun ketahuilah ini jalan terbaik bagiku. Aku tidak akan memintamu untuk menjaga ayahku karena kepergianku juga sulit bagimu. Tapi bolehkah aku memohon sedikit kepadamu? Aku mohon hiduplah bahagia tanpa bayang bayang kepergianku, buat banyak teman, makan yang banyak tidak perlu dengar kata orang tuamu, jangan sering begadang sekarang aku sudah tidak bisa menemanimu lagi, dan akan ku ucapkan sekali lagi kumohon hiduplah dengan senyuman bahagia karena kau paling indah saat tersenyum. Aku rasa itu saja permintaanku terima kasih telah menjadi kekasih, teman terdekat, dan pendengar yang baik.

Dengan cinta

Xiao"

Ganyu menutup lembar kertas tersebut, dihirupnya aroma teh hijau yang masih menempel di kertas itu. Tanpa sadar ia meneteskan air matanya sungguh ia berharap saat ini Xiao ada disampingnya untuk menenangkannya sekali lagi. Angin berhembus dari luar rumah duka, menghembus dengan pelan namun segar selayaknya wewangian yang Xiao gunakan disuratnya. Ya, Ganyu sadar saat ini Xiao sedang menenangkannya untuk terakhir kalinya.

Für AlatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang