"Tertangkap!"
"Ish, gimana kamu bisa nemuin aku sih? Padahal kamu kan nggak bisa lihat!"
"Hehehe.. Minyak telon kamu nyengat banget sih, jadi ke cium hidungku deh."
"Ih, nggak seru! Aku ngambek!"
"Suruh siapa pake banyak banget!"
"Aku kan nggak tau kalo mau main petak umpet! Kemarin kamu juga nggak bilang!"
"Emang aku siapanya kamu harus bilang dulu?"
"Loh, bukannya di masa depan kamu pengen nikah sama aku?!"
"Kata siapa?"
"Kamu masa lupa? Kamu pernah bilang tahu! Pokoknya kamu nggak boleh nikah sama orang lain! Harus sama aku!"
"Aku kan nggak bisa ngelihat, emang kamu nggak malu?"
"Enggak."
"Yakin?"
"Yakin lah!"
"Aku aja nggak punya ayah, emang kamu mau?"
"Kita bakalan berjuang bersama-sama."
"Tapi kalo Tuhan menentukan yang lain gimana? Kalo di masa depan bukan aku orang yang nikah sama kamu gimana?"
"Aku marah sama Tuhan."
"Nggak boleh gitu! Ajaran siapa itu!"
"Soalnya Tuhan nggak dengerin kemauan aku sih!"
"Berdoa saja ya? Semoga di masa depan kita bisa bersama."
"Va! Marva! Tck, kok malah bengong sih?"
Manusia pendek beda gender dengannya itu bersungut-sungut. Membuat kesadaran Marva kembali setelah kilas bayangan itu muncul saat memandang dua anak laki-laki dan perempuan bermain petak umpet di sekitaran kantin yang lumayan sepi. Karena sudah masuk, sih.
"Mereka kalo petak umpet lucu," Kata Marva tiba-tiba, masih memperhatikan betapa menggemaskan mereka berdua.
Jadi, ceritanya Sasa sama Marva lagi piket pokja sampah. Karena nggak ada yang
mau—termasuk Sasa juga sebenarnya—Marva mengajukan diri, tapi Sasa juga harus ikut. Jadi Sasa ikut piket pokja sampah ini terpaksa gara-gara Marva."Kenapa harus sama gue?"
Awalnya, Sasa nolak. Tapi bukan Marva sih namanya kalo dia nggak maksa.
"Ya, karena lo sekretaris! Lo harus dampingi gue sebagai murid baru! Kalo nggak mau gue aduin ke Bu Siska kalo lo nggak mau temenan sama gue!"
"Parah! Lo mainnya ngadu!"
Tujuan adanya piket pokja sampah ini buat memastikan sampah perkelas di pilah dengan baik atau enggak, tapi bukan berarti tugas mereka memilah sampah, itu lain lagi.
Mereka di kantin tuh lagi beli minum, Sasa yang pengen karena haus. Sekarang mereka duduk bersebelahan.
"Lo pernah main petak umpet nggak, Sa?" Tanya Marva.
"Pas kecil."
"Sekarang?"
"Nggak lah, dikira gue anak kecil kali main begituan." Kemudian Sasa meminum air mineralnya. "Kenapa tiba-tiba tanya gitu?"
"Nggak papa, pengen tanya aja."
"Eum, ngomong-ngomong soal petak umpet, gue jadi inget sama seseorang. Tapi... gue udah lupa gimana wajahnya sama namanya siapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Marva
Teen Fiction"Gue harap kehilangan lo adalah mimpi buruk buat gue... Gue nggak siap..."