puncak himalaya

168 24 70
                                    

kisah klasik,

terinspirasi dari lagu lagu
milik MALIQ & D'essentials

sebagai refrensi, silakan
cek kolom komen pada baris ini

apabila ada kesamaan nama,
tempat, maupun peristiwa
adalah sebuah ketidak-sengajaan

terima kasih sudah
menyempatkan diri
untuk hadir, mari
mendaki bersama
hingga sampai pada
puncak himalaya,
semoga tidak ada awan yang
menyelimuti hati kalian saat ini

selamat bersenang-senang!

____________________________

____________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Kasa, masih lama?"

Suaranya menembus fokus sang gadis. Lantas yang ditanya berbalik, menemukan pemuda dengan balutan seragam yang sudah lusuh menunggu di depan pintu. Senyumnya masih sama seperti tadi pagi—teduh. Bedanya, surai legamnya kini berantakan.

"Kenapa nggak pulang duluan?" balas sang gadis, menarik kursi di sebelahnya dengan maksud menyuruh pemuda tadi duduk.

Mengerti gestur Kasa, pemuda itu duduk di sebelah sang gadis, menjawab, "Mager. Sekalian aja aku tungguin."

"Tapi kayaknya ini masih tiga puluh persen lagi, belum selesai... Nggak apa apa?"

"Gapapa." Pemuda itu memberi cengiran, "Aku tungguin. Santai aja, ya?"

Tas coklatnya diletakkan di atas meja, sementara raganya beranjak mencari bacaan untuk menunggu. Kaki jenjangnya melangkah menyusuri rak, sampai pada baris astronomi.

"Kak Bian ambil apa?" todong sang gadis sembari mengintip buku yang dibawa lelaki itu.

'Bintang Angkasa' judulnya.

"Nama kita, hehehe." Bian lagi lagi melempar cengir, setelah itu berusaha membaca dengan khusyuk agar tidak mengganggu tugas Kasa di sebelahnya.

Biantara dan Angkasa. Nama mereka merupakan asosiasi dari langit tanpa batas. Sama sama kelam, memesona, dan cantik.

Sekitar dua puluh menit, Angkasa akhirnya menyelesaikan laporannya. Bergegas menutup laptop dan merapikan barangnya. Kemudian hendak menegur Bian yang keasikan membaca.

"Sudah! Yuk?"

Bian berdeham, tidak kunjung menoleh karena gambar gambar di dalam buku. Katanya, "Lihat deh, Sa, cantik banget ya."

Kasa melirik, "Bima Sakti... Keren banget."

"Dia besar, luas, keren." Bian menutup bukunya, tersenyum lebar ke arah gadis di depannya, "Tapi keren-an aku."

lembayung awan di atas himalaya. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang