Chap 2: pacaran

48 7 3
                                    

Saat jam sore, begitu sekolah selesai [Name] langsung pergi menuju kamar milik Idia. Ia harus bertanya dengan Ortho dahulu kamarnya dimana. Ortho kebetulan juga sibuk jadi ia harus sendiri menuju kamarnya.

"Ah maaf [Name]-san! Saat ini aku sangat sibuk! Jadi aku hanya bisa memberitahumu kamarnya ada dimana." Begitu kata Ortho tadi.

Saat ini [Name] berada didepan kamar Idia. [Name] mengambil nafas dalam lalu ia keluarkan. Mengetuk pintu Idia, namun tidak ada respon sama sekali.

[Name] mengetuk lagi.

"Y-ya!? Siapa?" Seperti biasa ia akan menjawab begitu.

"[Full Name]." Kau langsung menyebut namamu. Tidak ada respon sama sekali dari Idia beberapa saat.

Idia langsung membuka setengah pintu kamarnya. Mengeluarkan separuh wajahnya dan menampilkan matanya. Pupil mata kuningnya menatap pupil mata [Name] yang berwarna [Eyes color] juga. Menatap mata [Name] bagaikan kucing yang ketakutan.

"Jangan menatapku begitu, ah. Bagaikan aku akan memakanmu hidup-hidup saja." Ucap [Name].

"Anu... Boleh aku masuk? Aku ingin membahasnya." Jawab [Name]. [Name] tidak mau mengucap ingin membahas apa diluar ruangan. Entah siapa yang akan mendengar hal memalukan tersebut.

"Baiklah..." Jawab Idia yang bagaikan seperti mencicit. Namun lawan bicaranya masih dapat mendengarnya. Mengalihkan pandangan dahulu lalu membiarkan [Name] masuk.

"I-itu... Kau bisa duduk dimana saja. Terserahmu..." Ucap Idia. [Name] dudutahu ja dikarpet. Lalu memukul-mukul karpet didepannya menyuruh idia duduk juga.

"Sini duduk juga. Atau kau tidak terbiasa ya duduk dikarpet?" Tanya [Name]. Bukan maksud dirinya untuk mengatai Idia yang anak orang kaya ia hanya penasaran saja atau takut jika lawan bicaranya tidak terbiasa dan justru tidak nyaman.

Yah, walau [Name] sendiri pun tahu membicarakan hal ini Idia tidak dibuat nyaman.

"Kau kira aku anak apa..." Jawab Idia. Mungkin dirinya sedikit kesal ditanya begitu. Idia langsung duduk didepan [Name]. Duduk bersila, begitu pun [Name].

Yah, kan siapa tau. Anak kaya sepertinya akan tidak suka jika duduk di karpet saja.

"Jadi kita pacaran?" tanya [Name]. Idia wajahnya memerah. Rambutnya pun jadi pink. Manis sekali. Lalu juga ia merasa mendapatkan jackpot berpacaran dengan orang secantik dirinya.

"Y-ya itu terserah mu."

"Lah gimana sih? Kan namanya pacaran juga! Harus setuju dua belah pihak! Masa aku aja!?" teriak [Name] emosi. Ekspresi [Name] sekarang cemberut. Tidak puas dengan jawaban Idia.

Sudah 18 tahun tapi bingung memilih begini, begitu pikirnya. Idia sendiri juga masih malu untuk mengatakannya langsung. Jika dengan chat mungkin ia tidak akan ragu ragu begini.

"T-tentu... Mau." jawab Idia. Telinganya memerah. Rambutnya pun masih berubah menjadi pink. [Name] menatap idia cukup lama. Unik juga, begitu pikirnya.

[Name] paham sekarang, jika rambutnya berubah menjadi pink tandanya ia malu-malu. Pasti akan sulit untuk orang sepertinya menyembunyikannya. Akan ketahuan sekali.

"Hehe baguslah." jawah [name]

Lalu sekarang ngapain? Mereka hanya berdiam diri saja di kamarnya. Hingga Ortho masuk kedalam kamar Idia.

"Nii-sa--eh? [Name]-san? Sedang apa disi--" seketika Ortho langsung sadar. Ia langsung tersenyum-senyum.

"Kalian lagi butuh waktu sendiri ya? Baiklah~"

"Tunggu Ortho-!!" Ortho langsung pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua.

"Idia, Orang pacaran ngapain aja?"

"Aku juga gatau!!??" jawab Idia. Dua duanya sama sama tidak begitu paham. Yang satu hanya pernah pacaran online yang satu jarang bergaul apalagi dengan perempuan.

Habis sudah.

"Hm... Yah, kalau begitu pelan-pelan saja." Balas [Name]. Idia melirik konputernya lalu menatap [Name] lagi. Jika selalu [Name] dahulu yang bergerak sama saja rugi di [Name]. Jadi Idia berpikir untuk mengajaknya bermain bersama.

Tapi bagaimana jika [Name] tidak suka? Bagaimana jika ia justru akan menghinanya karna bermain game??

Yah, tidak ada yang tahu bukan jika tidak mencobanya?

Jadi Idia berusaha sekuat tenaga untuk menaikan mentalnya yang loyo itu.

"[Na-name], apa... Um... Kau suka bermain game?" Tanya nya. [Name] membalas dengan anggukan.

"Aku biasanya bermain game RPG sih." Jawabnya.

"Kau mau bermain denganku?" Tanya Idia. Terlihat warna pink di kedua pipinya. [Name] cukup peka akan hal itu, Idia malu-malu saat menanyakannya.

"Tentu. Kita akan bermain apa?"

Mereka mulai berbincang-bincang dan perlahan suasananya mulai mencair. Dua-duanya mulai bersenang-senanh entah dengan candaan atau permainan gamenya.

Idia melirik [Name], tanpa sadar wajah mereka sangat berdekatan saat Idia mencoba menjelaskan tentanh game favoritnya sambil [Name] memainkan gamenya.

Idia refleks langsung mendorong [Name].

"Aduh apaan sih?" Tanya nya.

"T-tidak!"

Ah, [Name] berpikir sepertinya akan cukup lama untuk membuat idia tidak malu-malu begini.

--------------------------

"Oiiiiii [Name]!!!! Kau habis darimana!?? Kau meninggalkan ore-sama sendiri saja!???" Teriak kucing yang menjengkelkan itu. Tentu saja siapa lagi jika bukan grim?

"Ah, iya iya. Maaf." Balas [Name]. Social energy nya sepertinya sudah habis saat bersama Idia apalagi dari pagi ia diajak berbincang mulu dengan Ace lalu murid lainnya. Walau paling banyak saat bersama Ace.

[Name] menatap kebawah, menatap Grim. Lalu ia mengangkat grim dan membuatnya tiduran diatas kepalanya lalu berjalan menuju Dorm nya.

"Wah! Kau payah sekali! Masa sudah letoy saja! Hmph ningen memang makhluk lemah!" Teriak Grim. Namun ia membiarkan dirinua tiduran diatas Kepala [Name]. Lumayan tidak perlu susah-susah berjalan menuju dorm.

[Name] sendiri juga merasa jengkel dengan Grim. Namun tidak bisa begitu marah juga karena ia kucing. [Name] lumayan suka kucing juga.

Saat akan sampai menuju Dorm nya. Ia melihat ada laki-laki menjulang tinggi bertanduk. Tentu saja itu Malleus.

"Malleus? Ngapain lagi disini?" Tanyamu. Malleus sedikit terkejut namun ia berusaha tetap stay cool.

"Ah tidak, fufu. Aku hanya penasaran kenapa kau belum ada di kamarmu." Tanya Malleus. Pegal sekali kepala [Name] harus mengadahkan wajahnya untuk saling menatap dengan Malleus.

"Ah, iya. Aku tidak sadar bermain cukup lama dengan Idia."

"Idia?" Beo malleus. Lalu dia hanya "ohh" saja. Tentu saja Malleus sungguh terkejut orang anti sosial sepertinya bergaul dengan orang seperti [Name].

"Begitu, baiklah sampai jumpa." lanjut Malleus lagi lalu menghilang.

"...Apaan sih. Datang tiba-tiba menghilang juga tiba-tiba." gerutunya. [Name] langsung masuk kamarnya. Ingin tidur. Ia sudah lelah sekali

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pacaran Online? [Idia X Reader!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang