Awan hitam terlihat menggumpal di langit kota Yogyakarta. Di bawahnya, rintik-rintik air masih berjatuhan. Hal yang membuat rambut lebat sepinggang bercat ombre grey milikku sedikit basah ketika berlari menuju tangga pesawat. Sambil menyugar rambut beberapa kali agar segera mengering, aku terus melempar pandang keluar, melalui jendela berbentuk oval khas pesawat.
Hari ini adalah salah satu dari sangat sedikit hari yang paling kunantikan. Terbang ke Jakarta, setelah 4 tahun menamatkan kuliah di Yogya. Yang berarti adalah, aku bisa terbebas dari ibu sambungku yang menyebalkan.
Aku tidak pernah merasa bisa bernapas selega ini.
Beberapa pramugari berlalu-lalang, membantu para penumpang menaruh tas mereka di komparteman atas. Pengumuman lengkap jika pesawat akan take-off dalam 10 menit mulai berkumandang.
Detik-detik terakhir sebelum pintu pesawat ditutup, seorang laki-laki dengan kemeja hitam dengan dua kancing teratas yang tidak disemat ... masuk dengan tergesa. Ia berjalan cepat dengan pandangan lurus.
Muke gile ... dia pikir ini di atas catwalk? Ini pesawat, bukan tempatnya buat tebar pesona begitu. 'Kan kasian orang awam yang hatinya lemah kalo ngeliat cowok ganteng kayak gue ini ....
"Permisi."
Eh?
Aku sampai tak sadar jika cowok itu ternyata berjalan ke arah kursiku dan akan duduk di sebelahku. Apakah ini yang dinamakan jodoh?
Diam-diam aku terkikik. Sudah lama tidak bertemu cogan rupanya membuat jiwa norakku meronta.
Setelah kuanggukkan kepalaku sedikit, kulihat ia sibuk mengatur koper dan mengotak-atik ponsel, mungkin untuk mematikannya. Wajah cowok itu tegang, sama sekali tanpa senyum. Membuatku agak hilang selera.
Sekali lagi, aku melirik bagian atas kemejanya yang terbuka, selanjutnya mataku otomatis mengarah pada lututnya. Rupanya ia memakai jeans robek-robek. Dan sampai detik ini, pandangannya masih lurus ke depan. Aku yang melihatnya saja terasa pegal di leher.
Sok banget nih orang. Gue sumpahin leher lu beneran gak bisa nengok. Apa dia tidak tahu cewek di sebelahnya ini idola kampus?
Diam-diam terus mengamatinya, senyum jahilku perlahan terbit.
"Untung pesawatnya belum berangkat ya." Aku memulai percakapan dengan percaya diri. Seperti perkiraanku, cowok itu tidak menanggapi. Hanya melirik sekilas seperti orang yang tak yakin jika telinganya mendengar sesuatu.
Oke, cowok ganteng di mana-mana sama, belagu. Tapi jangan panggil aku Thalita jika tidak bisa mengajaknya berkenalan.
"Kenalin, nama gue Thalita." Tanpa malu, aku menyodorkan tangan, berbarengan dengan pengumuman jika para penumpang harus mengenakan sabuk pengaman karena pesawat akan lepas landas.
Cowok itu cukup terkejut, tapi tetap menyambut uluran tanganku dan menyebutkan namanya. "Rasta." Ia menarik tangannya yang dingin sesegera mungkin, fokus pada seatbeltnya. Sempat tersenyum sekilas, sebelum memalingkan wajah.
Duhai, sombong sekali! Apa dia tidak tahu sedang bicara dengan siapa? Soraya Arthalita Burhan! Cewek paling seksi seantero Yogya!
Oke, mungkin bagi cowok di sebelahku ini, aku terlalu agresif. Cowok ganteng biasanya tidak suka cewek agresif. Dia akan merasa otoritasnya terancam, karena terbiasa memegang kendali.
Ah, sudahlah. Di Jakarta nanti aku pasti akan bertemu lebih banyak cogan berseliweran. Lebih baik aku tidur, karena sesampainya di Jakarta nanti aku harus membereskan apartemen dan membeli beberapa keperluan. Ada bagusnya aku menghemat tenaga.
Menghela napas panjang, aku kembali melempar pandanganku keluar jendela. Bisa kulihat awan hitam yang bergulung-gulung, rasanya tepat di bawah kaki. Cuaca benar-benar sedang tidak bersahabat. Penerbangan kali ini pun telah mengalami delay selama tiga jam akibat cuaca ekstrem.
Tidak ingin mencemaskan apa yang terlihat di luar, aku mencoba memejamkan mata. Menikmati kebebasan yang baru saja kugenggam. Tinggal jauh dari rumah, memiliki pekerjaan dan karir yang cemerlang, adalah impian yang sibuk kupupuk lima tahun belakangan. Tepatnya semenjak ayah menikah lagi dengan wanita yang menjadi cinta pertamanya di SMA.
Aku memiliki ibu sambung baik hati hanya selama enam bulan, sebelum wajah aslinya perlahan mulai terkuak. Semenjak itu, rumah bagai neraka untukku. Apa yang kulakukan selalu salah. Tapi sekarang aku tidak perlu mencemaskan itu semua.
Guncangan halus membuyarkan memori yang sedang berputar di kepala.
"Penumpang diharap memasang seatbelt dengan benar." Instruksi pramugari berkumandang. Rupanya terjadi turbulensi, dan itu berlangsung selama beberapa saat.
Dahiku mengernyit kala menangkap suara aneh dari arah sebelah kiri. Mau tak mau, aku menoleh ke arah cowok di sebelahku. Dan benar saja, suara itu berasal darinya. Ia tengah memejamkan mata sambil merapalkan sesuatu.
Ada apa dengan orang ini?
Guncangan agak keras menyusul tiga detik kemudian.
"Agh!" Cowok itu memekik, dan seketika saja aku merasakan cengkeraman sangat erat pada telapak tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Terlarang
عاطفيةSoraya Arthalita Burhan bertemu dengan Rasta Septian di pesawat yang membawa mereka ke Jakarta. Namun pertemuan pertama itu langsung membuat Thalita membenci Rasta karena alasan laki-laki itu terbang ke Jakarta yaitu kabur dari pernikahannya. Baginy...