Azizi Asadel, nama salah seorang gadis yang kini akhirnya menginjak jenjang terakhir di masa-masa sekolahnya. Hari ini adalah hari pertama di semester yang baru, hari yang Azizi benci selain hari Senin.
"Pagi pa," Azizi menyapa ayahnya yang sedang membaca koran di teras rumah.
"Tumben kamu pagi banget berangkatnya, biasanya juga bolos waktu hari pertama." cibiran halus dilontarkan sang ayah kepadanya.
"Kayak papa ngga gitu aja dulu. Aku kan duplikatnya papa, haha! Udah ah, bye pa, Zee pamit mau berangkat dulu ya!" setelah berpamitan tadi, dengan cepat Zee membuka gerbang dan melengos pergi begitu saja bersama, Popi, motor vespanya kesayangannya itu.
Tujuan utamanya sekarang bukanlah ke sekolah, melainkan ke rumah sahabat seperjuangannya, Jessica. Tenang, Azizi tidak berencana membolos, Ia memang mempunyai janji untuk menjemput Jessi karena motornya kebetulan sedang di bengkel. Sebenarnya kalau boleh jujur, Azizi hanya ingin menjemput gitarnya si betot bukan menjemput Jessi. Kebetulan saja Jessi sedang meminjam gitarnya itu dan ia menggunakan betot sebagai alasan agar Azizi mau menjemputnya.
tin tin
Klakson ia bunyikan ketika sudah berada di depan rumah bercat biru itu. Karena sudah hafal dengan kebiasaan sahabatnya itu, Azizi 1000% yakin bahwa Jessi sedang mandi sekarang. Kemungkinan terburuknya, gadis itu malah belum tersadar dari mimpi indahnya.
Ia memutuskan untuk memarkirkan motornya dan menunggu barang 20 menit. Lebih dari itu, tentu saja Jessi akan ia tinggal. Ngomong-ngomong soal Jessi, gadis berambut dora itu memang sedang tinggal sendiri. Orang tuanya masih mengurusi bisnis keluarga mereka di Singapore.
Selang 15 menit, pintu rumah itu akhirnya terbuka dan menampilkan sesosok manusia yang menenteng tas gitar hitam sambil menampilkan senyum tak berdosanya.
"Hehe, yuk cus!" dengan entengnya Jessi duduk di jok Azizi dan menepuk pundak isyarat agar bergegas jalan.
"Kebiasaan lo monyet, bangkotan gue kelamaan nunggu." Azizi dengan cepat menyalakan motornya, mereka pun berangkat ke sekolah 7 menit sebelum bel masuk berbunyi.
.
.
.Dewi Fortuna berpihak kepada mereka, nyaris saja kedua satpam yang berjaga pagi itu mengunci gerbangnya. Untungnya Pak Dodit masih berbelas kasihan dan membiarkan mereka lolos begitu saja.
Halaman sekolah sudah ramai dengan siswa siswi baru yang sedang bersiap-siap menjalani mpls. Azizi dan Jessi memutuskan untuk mampir ke kantin dulu sembari menyaksikan pembukaan kegiatan tersebut. Sayangnya rencana itu gagal karena mereka dihadang oleh Pak Tyo, salah satu guru kesiswaan paling killer seantero sekolah. Mau tidak mau mereka langsung menuju kelas mereka.
Saat jam istirahat tiba, Azizi berencana pergi ke taman di samping toilet yang ada di area kelas 11. Entah kenapa, tempat ini menjadi favorite-nya sejak pertama kali ia masuk di SMA ini. Suasana yang sejuk dan bunga-bunga indah bermekaran di sana. Tapi tak banyak orang yang mau duduk-duduk di taman tersebut, alasannya mungkin karena toilet di sebelah ini terkenal angker. Bahkan anak kelas 11 kebanyakan memilih toilet di dekat kantin yang notabenenya lebih luas dan bersih dibandingkan toilet ujung ini.
"I want you to know
I love you the most
I'll always be there right by your side~"Azizi terpaku mendengar suara indah itu. Bukan karena ia berpikir bahwa itu adalah hantu, namun karena saking indahnya suara yang baru saja lewat di indra pendengarannya. Benar-benar tipe vokal yang cocok dengan genre band miliknya.
Sekadar info, Azizi dan Jessi memang memiliki sebuah band tidak resmi yang beranggotakan anak-anak dari kelas mereka. Band ini sudah terbentuk dari awal kelas 10, ketika ada perlombaan di sekolah yang mewajibkan tiap kelas mengirim satu grup yang akan tampil di acara pensi dua tahun lalu. Band ini memang tidak memiliki vokalis tetap karena tidak ada vokal dari mereka yang mumpuni dan juga semua anggota nyaman dengan bermain instrumental saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Give Me Your Forever
FanfictionMusik mengenalkan kita dengan berbagai macam perasaan. Di saat kita senang maupun sedih, sering kali kita merasa bahwa alunan melodi dapat menggambarkan perasaan kita kala itu. Begitulah yang dirasakan Azizi. Ia sudah jatuh cinta dengan rangkaian-ra...