0.0

12 4 0
                                    

Bunyi langkah kaki tergesa menggema di sepanjang lorong rumah sakit. Setiap langkah yang diambilnya diiringi dengan tatapan heran orang orang sekitar. Namun apalah artinya tatapan itu sekarang, baginya hanya ruangan itu yang menjadi tujuannya.

Dengan nafas terputus putus, ia ulurkan tangan tuk membuka pintu didepannya. Mata tajamnya menata lurus kedepan, berharap apa yang ia inginkan terkabul. Hatinya bergetar, matannya berembun manakala pintu itu perlahan terbuka.

Jatuh, tangan itu kini berpindah menumpu tubuh sang pemilik. Pecah sudah tangisnya, apa yang ia dambakan selama ini akhirnya terkabul. Teman seperjuangannya kini telah kembali.

Dunianya kembali, dunianya hidup. Segala syukur ia panjatkan atas kembalinya sang sahabat.

"Apakah kau hanya akan menangis dan tidak akan masuk Amora?" Suara dari dalam menyadarkan kembali Amora.

Tanpa menunggu waktu lama Amora langsung berlari dan memeluk tubuh ringkih itu.

"Apa kau gila? Kau hampir meninggalkanku sendirian malam itu!! Aku sungguh ketakutan!" Disela sela kata itu terselip ke khawatiran yang cukup dalam.

"Lalu sekarang kau ingin membunuhku dengan pelukanmu ini?" Kata itu berbanding terbalik dengan tangannya yang mengusap punggung Amora dengan lembut.

"Litania, berjanjilah padaku kau akan terus bersamaku. Apakah kau ingin menjilat lidahmu sendiri dengan meninggalkanku?" Pelukan itu terurai. Amora mendudukan diri di kursi yang telah disediakan.

"Kau tenang saja aku akan selalu bersamamu!" Ucapnya diiringi dengan senyuman.

"Cepatlah sembuh! Kita harus mencari siapa orang yang sudah membuat kau sampai harus tertidur selama dua bulan ini!" Mata itu menajam memandang kedepan. Otaknya berputar mengulang memori kelam malam itu. Paru paru itu seakan kehilangan pasokan oksigennya, suasana berubah menjadi hening

AMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang