Chapter 1

1.2K 101 4
                                    

Pemilik florist di sudut jalan itu adalah seorang gadis berusia dua puluh enam tahun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemilik florist di sudut jalan itu adalah seorang gadis berusia dua puluh enam tahun. La Rose Florist baru saja buka enam bulan lalu tetapi sudah memiliki banyak pelanggan tetap. Salah satunya adalah gereja yang biasa memesan hand bouquet untuk calon pengantin yang akan melakukan pemberkatan sebagai hadiah pernikahan. Bunga dengan beragam warna memperindah barisan depan toko itu, tak ketinggalan bunga daisy putih yang menjadi favorite sang pemilik toko tertata rapi di bagian depan.

"Ini bunganya," gadis pemilik toko itu memberikan bunga tulip putih yang sudah ia rangkai sangat indah.

"Terima kasih. Paymentnya sudah beres ya," ucap pelanggan pertamanya pagi itu dan bergegas pergi.

"Ka tunggu," gadis itu berteriak untuk menghentikan langsang sang pelanggan.

Pria berkaus putih itu langsung berbalik ke sumber suara yang memanggilnya karena tidak ada orang lain saat itu.

"Ini, ketinggalan," gadis itu mengangkat sekantong tas belanja yang jika ditimbang mungkin beratnya sekitar satu kilo lebih.

"Oh iya, terima kasih ya," pria tersebut memeriksa kantong belanjanya. "Buat kamu," pria itu mengeluarkan dua buah persik dari tas belanjanya. "Ucapan terima kasih karena buah kesukaan saya tidak jadi ketinggalan," setelah selesai bicara pria itu bergegas pergi sebelum gadis di hadapannya mengucapkan terima kasih.

Gadis itu kembali menata beberapa vas bunga di tokonya kemudian mengambil beberapa tangkai bunga untuk di rangkai. Hari ini ada dua pesanan lagi yang harus di selesaikan sebelum makan siang. Jika tidak mau kehilangan pelanggan ia harus bergegas.

Saat sedang fokus dengan pekerjaannya suara gantungan di depan pintu terdengar tanda seseorang datang. Awalnya gadis itu ingin menyapa tapi begitu melihat siapa yang datang ia justru tersenyum.

"Rain," pria yang mengenakan leather jacket berwarna hitam masuk ke dalam toko.

"Ka Dom, tumben," sahut Rainee gadis pemilik toko bunga itu.

"Aku diminta Mama kamu anterin payung, perkiraan cuaca hari ini hujan dan payung kamu ketinggalan," Dominic yang merupakan teman, tetangga yang terpaksa dianggap saudara oleh Rainee karena cintanya ditolak terang-terangan berbaik hati mengantarkan payung. Jarak toko dan rumah Rainee tidak terlalu jauh jadi setiap hari gadis itu pulang pergi berjalan kaki atau bersepeda.

Dominic adalah teman pertama dan satu-satunya yang Rainee punya sejak kepindahannya dari Georgia ke Indonesia tiga tahun lalu. Rainee yang sangat tertutup akan dunia luar hanya memiliki Ibunya dan juga Dominic sebagai temannya di sini. Ayah Rainee adalah seorang ilmuan terkenal. Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya Rainee bisa bergaul dengan dunia luar selain Ibunya dan mengurus bunga-bunga di pekarangan rumahnya.

 Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya Rainee bisa bergaul dengan dunia luar selain Ibunya dan mengurus bunga-bunga di pekarangan rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang