Belakangan ini rumor tentang diriku tersebar keseluruh angkatan kelasku. Apapun yang aku lakukan, tidak ada yang bisa menghentikan rumor ini. Rumor apa itu? ....memalukan.
Rumor aku menyukai kakak kelasku, seorang penulis hebat, Kak Ike Eveland.
Aku mengembuskan nafas dengan nada mengeluh. "Bagaimana bisa semua orang mengetahui aku menyukai Kak Ike? Emangnya keliatan banget ya?" Pikirku sambil menempelkan pipi kiri ke meja didepanku.
Selagi aku duduk dengan lemas, sesuatu menarik perhatianku. Sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagiku... seseorang dengan rambut gradasi coklat dan biru diujungnya, dengan kardigan biru yang sangat khas. Kak Ike Eveland berjalan melewati kelasku! Aku langsung duduk tegak dan menatapnya dengan mata berbinar-binar.
"Wah, Kak Ike kelihatan cakep banget hari ini... dia masih pakai syal birunya... hari ini cukup dingin sih." Gumamku menatapnya tanpa berkedip. "Seperti biasa antingnya terlihat mencolok, ah, tapi hari ini rambutnya terlihat lebih lembut dari biasanya."
Aku terdiam sebentar, pipiku seketika menghangat. "Kak Ike... tersenyum..." Gumamku.
Saat ini mungkin aku mematung dan diam tidak bernafas. Tapi didalam hatiku terdapat letusan gunung berapi dan aku berteriak sekencang-kencangnya. "UWOOOOGHHH!!! KAKAK KELASKU CAKEP BANGET! GAK KUAT, GAK KUAT."
Aku perlahan jatuh lemas ke mejaku. Mleyod ngeliatin ayang.
"(name)!" Panggil teman sekelasku. "(name) ada yang nyariin kamu!"
Aku bangkit dari mejaku dan membalas sedikit "ya" pada teman sekelasku. Siapa sih yang ganggu sesi mleyodku? Baru saja bell istirahat berbunyi. Dengan sedikit manyun aku berjalan menuju pintu kelas.
Langkah, demi langkah, perlahan terlihat siapa yang menungguku didepan pintu. Muka manyunku perlahan melonggar, jantungku berdegup kencang, langkah demi langkah.
"Hai, (name)." Sapa Ike.
Aku berhenti tepat didepan Ike. Mataku tidak berkedip, badanku tidak bergerak sedikit pun, dan wajahku mematung ekspresi "Eh?" didepan Ike.
"Umm... halo? Bumi pada (name)?" Ike melambaikan tangannya padaku.
"Ah! Kak Ike ada apa?" Balasku yang nyawanya baru saja masuk kedalam tubuhku lagi.
"Aku... ingin berbicara sedikit denganmu." Ujar Ike dengan nada malu-malu.
Perasaanku tidak enak. "Berbicara apa?"
"Kita ganti tempat dulu."
Aku membalas dengan satu anggukan. Lalu mengikuti Ike menjauh dari kelasku. "Ada apa ini? Apa maksudnya dari 'ingin berbicara sedikit'?" Aku memberi Ike tatapan curiga – tapi langsung kembali ke tatapan polos saat Ike melihat kearahku.
Tidak lama kami sampai dibalkon perpustakaan, tempat favorit Ike untuk menulis novel-novelnya. Disini hanya ada satu meja taman dan pemandangan luar biasa.
Semuanya seperti biasa, kecuali hari ini ada buku tebal dan pena berwarna biru diatas meja. Tidak usah ditanya, buku dan pena itu pasti milik Ike. Tidak lama, Ike duduk duluan dimeja taman itu, dan mempersilahkanku duduk juga. Kami berdiam dan mempertahankan situasi canggung untuk beberapa detik.
"(name), maaf, aku mendengar rumor tentang dirimu." Ujar Ike sambil membuka buku tebalnya.
Aku terkejut mendengarnya. "R-Rumor tentang apa? Apa benar rumor dikelasku sampai ke kakak kelas? Oh tidak, oh tidak." Pikirku panik sediri.
"Rumor?" Balasku singkat. Berusaha menghindari kontak mata dan menutupi rasa panikku. Jujur, aku ingin kabur dari situasi ini secepatnya.
Ike manarik nafas. "Rumor... kamu sedang menyukai seseorang." Mata Ike menatap tepat dimataku. Menandakan kalau ia serius.
Jantungku yang dari tadi jedag-jedug, sekarang telah meledak.
DWAR!
Mukaku panas sepanas-panasnya. Aku langsung berdiri dan kabur dari situasi ini. Maksudku, benar-benar kabur. Aku berlari dari hadapan Ike, bahkan kakiku sempat tersangkut kursi meja taman itu untuk beberapa detik.
"(name)!" Ike terkejut.
Terdengar kalau ia mengejarku dibelakang. Maaf Kak Ike! Aku malu! Entah kenapa otakku tidak berfungsi dan mengatakan untuk terus berlari.
GREP!
Ike berhasil menangkap tanganku, dan menarik sekencang-kencangnya sampai aku tertarik – jatuh dipangkuan Ike. Kami berdua diam selama beberapa detik untuk mengatur nafas.
Aku sedikit menimpa Ike, semoga tidak sakit. Sungguh, situasi yang canggung untuk siapapun dilorong ini. Untung hanya ada aku dan Ike saat ini.
"....." Aku menggigit bibirku dan berbalik badan, menatap Ike yang sedang mengatur nafasnya. "Ike aku—"
"Kalau kamu tidak ingin membantuku ya nggak usah sampai kabur juga kali!" Seru Ike. Dengan nada sedikit marah. (Marah ngambek gitu)
Aku membuka mataku. "Bantu? Bantu apa?" Aku kembali menunjukan muka "eh?"—ku.
Ike sedikit menutup mukanya dengan malu-malu.
***
"Butuh bantuan menulis novel romansa?" Tanyaku. Aku akhirnya mendapat penjelasan yang sebenarnya dari Ike.
"Y-ya. Habisnya aku sama sekali tidak berpengalaman, karena itu aku minta bantuanmu (name)." Jelas Ike.
Mataku yang terbuka lebar, ditutup bersamaan dengan hembusan nafas lega. Ternyata aku salah paham toh, aku sedikit lega. Ike menatapku menenangkan diri.
"Tapi kalau aku terlalu merepotkan, kamu boleh menolak untuk membantuku kok." Ujar Ike.
"Bukan! Sama sekali tidak merepotkan! Aku ingin sekali membantu pembuatan novel Kak Ike, aku kan fans berat karya-karyamu!" Jelasku berusaha meyakinkan Ike.
"Lalu kenapa kamu kabur tadi?" Ike menatapku curiga.
"Eh... itu beda lagi." Aku mengalihkan pandangan. "Setelah kudengar Kak Ike tahu rumor aku menyukai seseorang, aku jadi agak... malu."
Ike terdiam menatapku yang malu-malu, lalu tertawa keras didepanku (bahkan terlalu keras). Aku terkejut mendengarnya. "Maaf maaf, apa yang kubilang tadi agak mendadak ya. Tenang aja, aku nggak tahu kamu suka sama siapa. Lalu, aku juga menghargai privasimu." Ike tersenyum padaku.
Aku sedikit manyun saat Ike menertawaiku. "Lalu, aku harus bantu apa?" Tanyaku.
Ike sedikit mengangkat lengan baju dan melihat jam tangannya."Kalau benar tidak merepotkan aku hanya ingin menanyakan beberapa hal, besok kamu ada waktu luang gak?" Balas Ike.
Aku mengangguk. "Sepulang sekolah aku nggak ada kegiatan apapun."
Bell istirahat selesaipun berbunyi, kami berdua sepakat untuk mengahiri pertemuan hari ini.
"Kalau begitu aku akan menghubungimu sepulang sekolah."
"Okay."
Kami berdua melambai kesatu sama lain, lalu bergegas kembali ke kelas masing-masing. Jujur, perasaanku saat ini bercampur aduk. Antara malu karena kesalahpahaman tadi, atau berbunga-bunga karena aku punya janji dengan Ike besok dan...
"Bagaimana cara untuk membantunya tanpa membuat ia tahu perasaanku?" Pikirku.
Aku mencubit kedua pipiku sendiri memikirkannya. Aku berbohong, ini sedikit merepotkan.
YOU ARE READING
[Ike Eveland x y/n] Bilang gak bilang
Romance[ Ike Eveland x Reader ] --pov y/n Kakak kelas yang kamu sukai tiba-tiba memintamu untuk membantunya menulis novel romansa! Bagaimana cara untuk membantunya tanpa membuat ia tahu perasaanku? //Notes: School au, judul lainnya "Y/N simping for Ike Ev...