Mendung. Dari tadi pagi awannya tidak tersenyum. Aku terdiam menatap langit dari jendela kelas, sambil membereskan barang-barangku untuk pulang.
Ping!
Terdengar notifikasi dari ponselku, aku langsung menarik ponsel dari sakuku dan membukanya tanpa berfikir.
"Oh cuma Kak Ike." Ujarku pelan dan memasukan ponselku kedalam saku lagi.
"TUNGGU, AKU PUNYA JANJI DENGAN KAK IKE." Seruku menarik ponselku dan membalas pesan Ike.
Teman-teman sekelasku yang sedang piket menatapku terburu-buru dan keluar dari kelas. Terdengar suara hentakan kaki keras yang lama-lama memudar. Tidak lama suara hentakan kaki keras itu kembali, aku kembali masuk ke dalam kelas, mengambil ponselku yang tertinggal di mejaku dan keluar dari kelas lagi.
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya sambil berjalan cepat.
Pipiku semakin memerah seiring bergeraknya waktu. "Wah, Kak Ike benar-benar menungguku." Pikirku yang mengira kemarin hanyalah mimpi gilaku. Yah, aku masih tidak percaya sih.
Aku mengangkat ponselku untuk melihat kembali alamat tempat kami bertemu, jantungku berdegup kencang dan keras membuatku terus menerus lupa alamatnya. Aku jadi melihat kearah ponselku beberapa menit sekali.
Tidak jauh dari sekolah, aku sudah hampir sampai dialamat yang Ike berikan. Aku tinggal menyebrangi jalan ini, dan aku akan sampai disebuah kafe kecil.
Langit yang mendung membuat lampu-lampu oranye kekuningan dikafe itu bersinar dengan terang dan hangat padaku. Entah kenapa, terasa begitu menenangkan. Jantungku kembali tenang, dan aku melihat-lihat sekeliling sambil bersenandung pelan.
Tidak lama, mobil-mobil yang berlalu-lalang pun berhenti, dan lampu lalulintas berubah merah. Aku langsung menyebrangi jalan itu dan masuk kedalam kafe.
"Halo, selamat datang. Butuh meja untuk berapa orang?" Tanya seseorang gadis yang bekerja disana.
"Ah... aku ada janji—"
"(name)! Sini." Panggil Ike yang membuat aku dan gadis itu menoleh padanya.
Aku tersenyum pada gadis itu dan langsung berjalan kearah Ike. Meja dimana Ike duduk tepat disebelah kaca, terlihat Ike sudah memesan secangkir kopi sebelum aku sampai disini.
Padahal tadi jantungku sudah cukup tenang, sekarang dia jedag-jedug lagi kayak status wa temanku. Ike menatapku dengan senyuman hangatnya membuatku ingin meleleh sekarang juga. Semoga aku tidak melakukan sesuatu yang memalukan.
"Maaf aku telat, Kak Ike. Aku piket dulu tadi." Ujarku sambil duduk dikursi depan Ike.
"Tidak apa-apa, jujur aku juga telat." Balasnya sambil tertawa sedikit. "Pesan apapun yang kamu mau, akan kutraktir."
"Eh? Nggak apa-apa, aku bawa uang jajanku sendiri kok."
"Santai, ini sebagai tanda terimakasihku." Ike memberikanku papan menu.
Aku membuka papan menu tersebut dan melihat-lihat apa yang menarik perhatianku. Sambil aku melihat papan menu, Ike mengeluarkan buku tebal dan pena biru dari tasnya. Aku menatapnya sampai Ike menangkap tatapanku dan memberi senyuman.
Pipiku kembali memerah lagi, aku langsung menutup setengah mukaku dengan papan menu. "Sudah sejauh mana novel romansamu, Kak Ike?" Tanyaku.
"Hmm..." Ike membuka beberapa halaman di buku tebalnya. "Baru sampai karakter utamanya jatuh cinta dengan Male Lead. Bisa dibilang awal dari semuanya." Balas Ike.
YOU ARE READING
[Ike Eveland x y/n] Bilang gak bilang
Romance[ Ike Eveland x Reader ] --pov y/n Kakak kelas yang kamu sukai tiba-tiba memintamu untuk membantunya menulis novel romansa! Bagaimana cara untuk membantunya tanpa membuat ia tahu perasaanku? //Notes: School au, judul lainnya "Y/N simping for Ike Ev...