PROLOG

11 4 0
                                    

Arva tersenyum tipis merasakan angin malam beriring hujan yang mengganggu poninya.

"Ini jail banget sih anginnya, pengen aku jitak."

"Tapi kamu suka kan?"

Arva seketika menoleh kearah sampingnya, ia merengut kesal menatap sosok yang mempunyai wajah mirip dengannya berdiri tenang tanpa merasa bersalah.

"Ih, Arsa aku kaget!!", Arva menatap kakak kembarnya kesal. Ia semakin kesal saat Arsa malah tertawa.

"Tapi kamu suka kan?", Arsa mengulangi pertanyaannya.

Arva kembali menatap hujan yang menyita perhatiannya dari tadi. "Suka lah, suka banget."

Arsa tersenyum menatap Arsa yang masih fokus pada hujan. "Gue juga suka.", ucapnya membuat Arva menatapnya kembali.

Senyum Arva terukir kali ini. "Kalo sama hujan aku suka, kalo sama Arsa aku sayang." Arva merentangkan tangannya yang langsung direspond oleh Arsa. "Arsa cepat sembuh ya, supaya kita bisa deket2 terus nggak jauh2an lagi".

Air mata Arsa lolos begitu saja mendengar ucapan adiknya, ia juga selalu ingin dekat dengan duplikatnya itu, tapi penyakit leukimia yang dialaminya di usia belia harus membuatnya melakukan segala pengobatan yang dianjurkan dokter dan itu membuat waktunya dengan Arva berkurang.

Arva yang merasakan baju bagian punggungnya basah pun langsung paham jika kakaknya itu tengah menangis. "Udah Arsa nggak usah nangis, nanti jelek kayak joker".

Arsa melepas pelukannya dari Arva lalu menyeka air matanya. "Arva udah berapa kali aku bilang, kamu itu adik aku jadi harus manggil aku abang, jadi jangan mentang-mentang kita cuma jarak sepuluh menit kamu nggak mau manggil aku abang.", peringatnya dengan sesekali masih sesenggukan.

Arva tertawa, ia sangat suka melihat Arsa kesal. "Iya-iya abang Arsa ku tersayang, puas?".

"Nah gitu."

CTARRR

"Aaaaaaaaaaaa.", Arsa dan Arva langsung berpelukan saat tiba2 petir menggelegar keras.

"ARSA, ARVA MASUK KAMAR NAK.., JANGAN LIAT HUJAN TERUS DINGIN."

DETIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang