Note : Ini adalah tulisan lama yang lama sekali. Waktu itu pernah ikut project, terus nulis ini. Nah, tadinya mau ditulis di bucinisme tapi setelah dipikir-pikir, terlalu panjang. Jadi, ya sudah aku simpan di sini. Yang waktu itu pernah ikut project-nya mungkin sudah pernah baca, hehe.
SELAMAT MEMBACA!
"Mobilnya gak bisa masuk, kita jalan kaki dari sini. Jalan ke desanya ikutin Pak Suryo aja. Gue sama Bang Rabu ngurusin mobil dulu, nanti nyusul sama Mas Yanto." Karka seperti juga ketua-ketua organisasi pada umumnya yang sigap menabur titah sana sini, memberi instruksi supaya anggota Kuliah Kerja Nyata yang sudah jumpa dengan masalah pertama sejak permulaannya, bisa segera sampai ke Desa Giri. Rabu memperhatikan cara-cara lelaki berbadan besar itu memastikan anggota KKN yang disepakati bernama Ergasia 195, sepenuhnya tunduk di bawah perintah. Pak Suryo yang berbadan tinggi tegap, sudah siap di pintu hutan, yang seluruhnya adalah bambu dan suara angin sore dan sedikit cahaya senja menyelinap serupa hujan beling-beling cantik. Anak-anak Ergasia cuma sedikit berkomentar seolah kesal sudah terjebak dalam masalah padahal sol-sol sepatu mereka baru pertamakali menginjak bumi Klaten. Selebihnya mereka tetap membiarkan kaki-kaki masuk dan hutan bambu menelan semuanya kecuali Rabu, Karka, Mas Yanto, Agung (si supir tukang merokok), dan jalanan sepi lengang bak trek balap ketika tidak beroperasi.
Agung mengapit tangkai sigaretnya di celah jemari, memandang gunung besar menjulang seolah raja tertinggi di tanah Jawa, tenggelam di bawah hujan senja, membikin Rabu mau tidak mau ikut memandanginya sembari hidung menghidu asap nikotin yang melayang-layang. Lantas Rabu alihkan atensi pada Karka yang berlari kecil hampiri salah satu anggota Ergasia paling mungil juga pendek, konversasi terjadi di antara keduanya. Sayup-sayup Rabu dengar, "yang ini aku bawa aja, kamu capek. Udah sana, jangan ketinggalan anak-anak," jelas itu suara Karka. Ia juga dengar suara si kecil itu, namanya Chilla, semester enam Sosiologi Murni di FISIP, menyahut, "dasar tukang ngatur, nyebelin banget," selepasnya pergi hentak kaki menyusul kawan-kawan lain yang sudah hilang ditelan hutan.
Rabu diam saja ketika Karka melangkah lebar-lebar kembali pada mobil yang terparkir di pinggir jalan, membawa-bawa tas gunung hitam besar sampai menyaingi tinggi kepala sendiri. Lelaki itu yang sudah besar jadi terlihat semakin besar.
"Sorry, percekcokan rumah tangga," permintaan maaf itu dilanting Karka dengan cengiran lebar seolah Rabu mesti memaklumi prahara si ketua KKN dengan si mbak pacar yang barusan terjadi. Betapa pun Karka dan Chilla menjalin hubungan dan dapat saja membuat urusan KKN ini tidak profesional, jujur Rabu tidak peduli. Ia akan bersilengah pada segala apa pun yang terjadi di dalam urusan Ergasia dan tetek bengeknya, sebab bukan KKN tujuannya berada dalam kelompok ini.
"Jadi, Gung, lo balik aja. Kalau nginep di sini takutnya malah butuh biaya lebih. Uang bensin 'kan tadi udah. Kalau ada apa-apa urgent, gue akan telepon lo. Tapi semoga gak ada apa-apa." Karka akhirnya mengambil keputusan untuk memulangkan sang supir, setelah tadi lelaki itu meminta pendapat Rabu untuk membiarkan Agung bermalam di daerah ramai wisata yang dekat dengan Desa Giri, hanya supaya bisa diandalkan kalau-kalau ada masalah yang membutuhkan mobil. Tetapi tanpa Rabu memberi saran apa pun Karka sudah mengambil keputusannya sendiri, seolah Rabu adalah angin sepoi tak kelihatan, dan Karka cuma bermonolog dengan diri sendiri.
"Oke deh, hati-hati lo di sini," Agung menghempas asap rokok sampai angin membawa mereka melangsir tak terarah, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Karka, lalu pada Rabu, lalu pada Mas Yanto. "Salam buat Le Eli, ya, Gung," Karka menyahut ketika Agung melempar puntung rokok sebelum masuk ke dalam mobil Kijang Inova hitam, disahuti anggukan mantap. Kemarin sebelum berangkat menuju Klaten, di selasar kampus, Rabu diberi tahu bahwa Agung adalah sepupu dekat Karka yang tinggal di Klaten Tengah, menjemput anggota Ergasia di stasiun tadi pagi. Keduanya tidak begitu dekat, tetapi jelas Agung siap menolong Karka setiap kali dibayar dengan sejumlah uang—sebuah relasi yang rasional.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sesekali Cinta Harus Terdiri dari Huruf-Huruf yang Fatal
General FictionDaun Rabu Sore terpaksa terjerembap dalam teatrikal untuk kebutuhan penyidikan. Di luar sana, psikopat bernama Chan berlikut dari kejaran aparat. Tetapi Briptu Daun Rabu tidak tahu bahwa Chan jauh dari yang selama ini Polri bentuk di media, jauh dar...