9 ETERNITY • 33

114 47 2
                                        

"Sesak."

Hazel meringkuk, saluran napasnya terasa tersendat, badannya lemas. Namun, dirinya harus kuat, harus bertahan walaupun rasanya sulit sekali.

Lauren sudah pergi dari sana, beberapa detik Hazel terdiam mematung dengan pandangan kosongnya, berusaha memahami situasi dan keadaan saat ini.

Namun, sungguh ia tidak mengerti dengan kata-kata Lauren tadi. Semua yang terjadi di hidupnya, mulai dari Helen, sang ibu. Dan juga Dewa. Mereka adalah orang yang Hazel sangat sayangi dan hanya mereka yang Hazel punya, kenapa kesulitan datang di saat yang bersamaan.

Tanpa sadar satu tetes air mengalir dari matanya, rasanya sulit untuk menerima ini, gadis ringkih itu berusaha mengambil benda penting untuk pernapasannya yang buang oleh Lauren di bawah sana.

Kepalanya pusing bukan main, ia berharap suster dapat segera datang untuk membantunya.

Masih berusaha menggapai alat itu, tapi sepertinya dirinya sudah tidak kuat menopang badannya dan pandangannya pun sudah memburam, kepalanya berlahan tak terasa sakit lagi, namun kegelapan lagi-lagi menghampiri gadis itu.

***

Mobil sedan merah itu terparkir di area rumah sakit, itu adalah Lauren. Besoknya, setelah berurusan dengan Hazel dan menyiksanya ia bergegas menuju ruang kamar Dewa. Sebenarnya Lauren belum puas, ingin sekali rasanya menutupi wajahnya menggunakan bantal hingga ia tidak bisa bernapas atau langsung menusuknya menggunakan parang, namun Lauren tidak ingin berada di penjara dulu, ia ingin menikmati waktu bersama Dewa saat ini, tanpa pusing dengan pacarnya.

Perempuan itu membawa buah-buahan dan roti untuk dikasih kepada mantan kekasihnya itu. Tak peduli dengan keadaan Hazel, ia menginginkan perempuan itu cepat menemukan ajalnya dan ia bisa bersama dengan Dewa, walaupun lelaki itu tidak mnginginkanuya ia akan berusaha untuk membuat Dewa jatuh hati lagi kepadanya.

Saat masuk ke kamar Dewa, di lihatnya lelaki itu masih tertidur lelap, disana ada suster yang sedang mengecek keadaan Dewa.

"Gimana keadaanya sus?"

"Pasien sudah membaik. Obat pereda nyeri sudah kita tambah mbak."

"Nanti setelah bangun, beri makanan yang udah di siapkan, dan obatnya jangan lupa," lanjut suster itu yang diangguk oleh Lauren lalu suster itu beranjak dari sana.

Lauren menatap wajah Dewa, tampan. Bagaimana tidak ia tergila-gila dengan lelaki ini, karena memang tampang yang membuat orang jatuh hati. Ia mengelus kepala Dewa. Ia mengakui bahwa ia sangat terobsesi dengan lelaki ini.

Tak lama dari itu. Terlihat mata Dewa berlahan terbuka, Lauren dengan sigap menyiapkan minuman hangat untuk dikasih kepadanya.

"Ada yang sakit Dewa?"

"Gue khawatir banget. Gue nggak bisa liat lo begini." Tiba-tiba saja perempuan itu memeluk Dewa dengan gerakan manja.

Dewa yang masih belum benar-benar sadar itupun terkejut dan memberikan gestur risih. "Ngapain si lo," tanya Dewa tiba-tiba dengan jelas sekali Dewa tidak suka dengan keberadaan Lauren.

"Gue mau mastiin lo nggak kenapa-napa wa."

"Bersyukur banget lo udah sadar dan liat gue sekarang."

"Lo mau apa? Ada yang sakit nggak?" tanyanya.

Sedangkan kepala Dewa terasa berat sekali, ia memegangi kepalanya yang di perban. Masih belum sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya saat ini.

"Shh. Kepala gue sakit."

Perempuan itu kemudian membawakan air ditangannya dan di sodorkan kepada Dewa. "Minum dulu."

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang