Cale Henituse, dikenal sebagai pemuda sampah yang tidak pernah membuat keluarganya bangga. Remaja 18 tahun itu hanyalah seorang anak manja yang tidak bisa hidup tanpa bantuan finansial orangtuanya, terutama ayahnya, Count Deruth Henituse.
Cale tak lebih dari seonggok daging tak berguna, pajangan keluarga, begitulah kata orang orang. Namun apakah mereka tau apa yang ia rasakan? Apa mereka tau bagaimana penderitaannya? Apa mereka kenal seperti apa kepribadian aslinya? Apakah mereka tau kalau Cale bukanlah manusia? Jawabannya tidak dan Cale bangga karena berhasil dalam aktingnya menipu semua orang. Termasuk keluarganya sendiri.
Cale sesungguhnya bukanlah manusia utuh. Ada setengah darah kelinci mengalir dalam nadinya. Cale bersembunyi dari kenyataan, instingnya mengatakan untuk lari, namun logika Cale berkata sebaliknya. Dia harus bertahan demi mendiang ibunda tercinta.
Sepuluh tahun belakangan Cale hidup dalam kesunyian, dia suka itu. Insting lemah dibalik bulu merah halusnya menolak perhatian berlebih dari banyak orang, selain itu bertingkah sampah dapat menjauhkan sang ibu tiri dan putranya dari rundungan keluarga ayahnya. Memakan dua wortel dalam satu kali gigit, pikirnya polos kala itu.
Menyedihkan, Cale tau pemikirannya payah. Hanya saja dia terlalu takut untuk memulai kembali, enggan ditolak lagi. Cukup ayahnya saja yang pernah menolaknya karena dia persis duplikat ibunya, Cale tidak ingin merasakan penolakan lagi. Penolakan terang terangan terlalu berlebihan untuk bulu bulunya yang halus.
Cale berencana pergi dari rumah saat mencapai usia dewasa, yakni 18. Namun rencananya berakhir menjadi wacana saat akhirnya dia dipukuli habis habisan oleh pemeran utama dalam kehancurannya, Choi han sang pemuda Harris village. Alasannya sepele, Cale mengkritik bahwa alkohol yang ia minum jauh lebih mulia dibanding satu desa yang hancur.
Cale akui ia sangat berlebihan, dia mengutuk emosi yang meluap kala mendengar nama desa Harris di hari peringatan kematian ibu tercintanya. Sakit rasanya mengingat peristiwa Jour ditemukan tewas kala kembali dari Harris village. Seperti tahun tahun sebelumnya, hari itu Cale mengalihkan rasa sakitnya pada alkohol. 15 botol ia tenggak, kepalanya terlalu kabur begitu juga akal sehatnya.
Cale gemetar ketakutan kala pemuda berambut hitam itu meraih tempat lilin, memukulinya tanpa ampun dengan itu. Instingnya menjerit akan ancaman, ingin rasanya Cale berubah ke wujud kelincinya lalu lari sejauh jauhnya dari sana. Tapi tidak bisa, kakinya kaku begitu juga akalnya, Cale terlalu takut bahkan untuk melepaskan diri dari belenggu instingnya sendiri.
Betapa menyedihkan dirinya, payah, tak berguna, kenapa dia masih bertahan? Kenapa tidak menuruti instingnya yang ingin menghilang? Untuk siapa dia menahan mati matian keinginannya untuk hilang dari ingatan setiap orang? Ibunya yang sudah tiada? Apa dia yakin? Entahlah Cale juga tidak tau untuk apa dia berjuang selama ini.
Usai lima belas menit terdampar dijalanan akhirnya Cale bangkit. Kelinci adalah hewan yang tetap berlari sekencang mungkin mencari tempat aman guna berlindung dari ancaman meski kakinya pincang sekalipun. Cale adalah kelinci dan dia membiarkan instingnya memimpin kali ini.
Cale tak mengeluh, dia tetap berdiri dan berjalan sendiri meski tubuhnya terasa terbelah. Lagipula takkan ada yang membantunya, dan benar saja, bahkan kesatria keluarganya tak memandangnya sedikitpun. Cale terkekeh, 'Baguslah'.
Jedarrr!!!
Bress...
Ah... Bahkan langitpun tak mendukung dirinya. Cale tersenyum sendu, ia suka hujan, meski dia benci mengakuinya. Hujan menutupi segala hal yang ingin ia sembunyikan dari semua orang, kali ini yang ingin ia sembunyikan adalah aroma darah.
Sepuluh menit berlalu, Cale tetap setia berjalan. Terseok seok langkah kakinya menjauh dari keramaian, instingnya membimbingnya lari mencari tempat aman yang ironisnya bukan rumahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
GROWN
FanfictionCale Henituse X Fem! Rok-soo Hanya sebuah kisah cinta antara wanita pemberani bersama kekasihnya yang terlalu manis menghadapi perang besar antar benua didepan mata. Note : Up sangad slow karna book ini hanya iseng iseng saja 😶😶