[2] Di Suatu Hari yang Biasa Aja

82 21 4
                                    

"Huhuhuhu ibuuuuuuuuu!"

Joochan yang lagi nonton berita di TV sambil makan jeruk langsung terdistraksi sama si Kakak yang tiba-tiba lari lebay ke arah dapur.

"Ibuuuuuuu," rengek si Kakak sekali lagi. Sayup-sayup kedengaran suara Bu RT menyahut, "Apaaaa sih?"

"Ibuuu, jadwal sidangku udah keluar."

"Ohiya? Kapan?"

"Hah? Sidang? Lu abis ditilang, Kak?" sambar Joochan yang tiba-tiba sudah muncul di area dapur. Udah nyamber, salah lagi.

"Sidang skripsi!" sahut Jiae.

"Oohh skripsi. Kirain sidang di Polres," jawab Joochan santai. "Asiikk bentar lagi lulus dong?"

"Deg-degan," Jiae menunjukkan e-mail dari layar ponselnya. Ternyata dia kebagian kloter pertama, jam 10 pagi.

"Yaudah, mulai sekarang persiapan, Kak. Banyak berdoa, makan yang sehat, dijaga badannya, dipelajari materinya," kata Bu RT. "Sidang doang keciillll. Anak ibu masa gak bisa?"

"Tapi ini menentukan masa depan, Bu."

Joochan geleng-geleng kepala sambil masih dengan agenda makan jeruknya. Dia belain bawa sisa kupasan jeruk ke dapur demi nimbrung dengan obrolan si Kakak dan Ibu.

"Masa depan yang mana sih, Kak? Bang Daeyeol bakal tetep cinta mati sama lu kok, apapun yang terjadi," kata Joochan.

"Males ah, ngomong sama lo!" omel Jiae. "Bu, doain yaaaah!"

"Kapan ibu nggak doain kalian?"

Kemudian Jiae balik ke kamarnya, tersisa Joochan di dapur sama Ibu. Bu RT lagi motong sayur buat menu makan malam, mau bikin sop ayam sama tempe dan tahu goreng. Sesekali beliau melirik si bungsu yang asik sendiri makan jeruk.

Ternyata waktu berjalan begitu cepat. Si sulung sudah mau menyelesaikan kuliahnya, setelah itu ganti si bungsu yang memulai lembaran baru jadi mahasiswa. Setelah apa yang terjadi di belakang, ternyata Pak dan Bu Hong bisa bertahan dan membiayai anak-anaknya sampai di titik ini.

"Chan," panggil Bu RT. "Kamu udah kepikiran mau kuliah di mana?"

Joochan menggeleng.

"Ibu nggak ngelarang loh ya, kalau kamu mau merantau ke luar kota."

Kepala Joochan sontak terangkat. Sebenarnya dia nggak punya—belum punya—rencana soal kuliah. Jangankan mikir mau kuliah di mana, berangkat sekolah pagi aja magernya minta ampun. Jujur aja, kelas 12 ini bikin Joochan malas-malasan karena dia kurang siap sama pressure yang mulai terlihat hilalnya.

"Malah ibu dukung kalau mau merantau. Anak laki-laki harus bisa mandiri, bisa survive sendiri."

Padahal Joochan penginnya pas kuliah bangun tidur udah ada makanan, nggak usah repot mikir mau makan apa, laundry baju di mana, duit bulanan cukup atau enggak. Intinya males ribet aja sih. Kayak nggak tahu Joochan aja.

"Ntar deh Bu, belum kepikiran. Nanti kukabarin lagi," jawab Joochan pada akhirnya.

Jiaaaakhh "kukabarin lagi" katanya. Kayak jawab chat teman yang ngajak bukber.


****

"Menuru lo, gue cegil apa cewek lempeng?"

Jibeom menghela nafas berat begitu dengar pertanyaan dari Yuqi. Sumpah deh, makin hari selalu ada aja pertanyaan aneh bin ajaib yang Jibeom terima. Tidak lain dan tidak bukan sumbernya dari Twitter. Jibeom sampai suka bingung sendiri mau jawab apa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GooGooBom: A New Season!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang