Penakar Sakit

18 6 2
                                    

Jura bilang "sakit ku lebih dari yang kamu rasain". padahal Aku yang paling sakit sampe ga bisa gerak. Jura cuma sakit kepala doang padahal, sakit kepala mah enak masih bisa duduk, masih bisa makan, masih bisa ini itu, aneh ngaku dirinya paling sakit.

Aku mendatangi klinik tempatku bekerja, ya kantorku memiliki klinik yang fasilitasnya cukup baik. aku melangkah dengan sangat berkeringat dingin beberapakali berjongkok untuk beristirahat, aku tak peduli jika ada yg melihat tujuanku sampai di klinik dengan segera. Ku rasa aku berjalan dengan mata tertutup keringat dingin bercucuran, wajah pucat, gemetar tak karuan. Di klinik aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa bahkan bicara pun sulit.

"Ya Tuhan perutku sakit sekali rasanya seperti dioperasi tanpa anestesi, yaa walaupun aku blm pernah merasakan operasi tanpa anestesi tapi menurutku itu rasanya seperti ini". Aku mengeluh sebab sakit betul rasanya, Aku
tak bisa melakukan aktivitas lain selain menangis memegangi perut sambil meringkuk. Aku bahkan tak menyadari bahwa ada orang klinik yang bertanya, memberikan penghangat, air minum, dan upaya lainnya. Aku ga tau apa yg dilakukan oleh orang klinik tersebut bahkan sepertinya aku gak peduli, aku bisa melepas ringkukan tubuhku saja sudah bersyukur.

setelah 30 menit sakitku berkurang perlahan, tentah berkurang atau seolah sakitnya jadi seperti biasa saja karena sudah cukup lama ku rasa, tapi syukur sekali aku sudah kuat membuka mata. setelah kusadar infusan sudah menempel di tanganku dan bajuku banjir dengan keringat. aku ga tau kapan orang klinik itu memberiku infusan. tubuhku sudah tidak begitu gemetar. keringat dinginku pun perlahan sudah hilang aku sudah kembali kuat mengangkat gelas untuk minum, –ya walau masih dibantu.

"apa yang kamu makan sebelumnya hingga sakit seperti ini?" tanya orang klinik

seingatku aku blm makan apa-apa. "blm dok hari ini saya baru meminum teh tawar" jelasku

"yasudah tunggu sebentar" dokter itu meninggalkan ku

tak lama beliau datang dengan tangan terisi. "makan bubur kacang hijau dulu ya" kata si dokter

aku takut jika nanti aku malah muntah ketika makan tapi tak enak juga jika menolak. "terimakasih dok" ucapku

"kalau nanti terasa mual jeda dulu makannya, kalo udah reda makan lagi. saya tungguin"

aku makan dengan sangat perlahan buburnya kurasa sedikit berbeda dari bubur pada umumnya, sangat enak aku bahkan tidak perlu mengunyah dan terasa hangat di perut.

sedikit ngobrol bahkan aku sempat menceritakan tentang ucapan jura pada dokter. "coba saja kita bisa tau takaran rasa sakit yang dimiliki" ucapku. "seandainya rasa sakit bisa dilihat atau bahkan bisa dinilai mungkin orang orang bisa punya empati dan simpati yang lebih" sambungku

"gak perlu kita tau takaran rasa sakit itu, mungkin klo ada takaran atau nilai sakit semua orang akan kehilangan simpati karena bisa aja dia berpendapat bahwa "aku pernah juga ko dan bisa lewati sakit itu buat apa kita bantu" dan ga semua orang ingin terlihat sakit sama halnya kayak sedih apa kamu ingin terlihat jika kamu sedang sedih?"

semenjak itu aku sadar bahwa yg dibutuhkan oleh manusia bukan takaran rasa tapi seberapa besar takaran perasaan yang dimiliki. mungkin kita bisa menjaga perkataan kita untuk tidak menambahkan rasa sakit pada teman kita.

semoga tuhan memberikan kekuatan untuk mereka, memberikan kebahagiaan dan rasa senang pada mereka, memberikan rasa syukur yg berlimpah, untuk mereka dan untuk diriku. aamiin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KEHIDUPAN PEJALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang