#2

7 3 1
                                        

"Itu dia!! Dasar budak sialan!!"

Mendengar suara pria tersebut, bocah  dihadapanku ini hendak lari lagi tapi tangannya ku tahan.

"Kau budak yang sedang dikejar itu ya?" ucapku pelan.

"Oh, tuan. Terimakasih karena telah membantu kami menangkap budak itu. Sekarang tolong kembalikan dia," ucap wanita yang bersama pria bersuara serak tadi.

"Kalian pedagang budak ini atau pemiliknya?"

"Oh tentu saja kami pedagang. Mana mau kami memiliki budak yang bahkan tampak lebih hina dari budak lainnya. Lihat saja warna rambut dan matanya itu, " wanita itu kembali berucap.

"Tidak usah banyak tanya, kembalikan saja budak itu. Kecuali kau ingin membelinya. Kami akan memberikan harga lebih murah padamu karena dia aneh. Bagaimana?" Pria yang kemungkinan besar suami wanita tadi memberikan penawaran padaku.

"Baiklah, aku akan membelinya."

"Oh bagus lah! 100 perak dan kau boleh membawanya pergi. Terserah mau kau apakan." ucap si wanita.

100 perak? Untuk harga budak, dari yang aku baca di buku itu harga yang miring pake banget. Apa-apaan ini.

"500 perak. Sekalian bersihkan anak ini dan aku akan membawanya."

Pasutri itu seketika membelalak bahagia mendengar nominal uang yang ku tawarkan.

"Oh tentu saja tuan!" ucap si wanita dengan nada bahagia.

Mendengar itu, bocah yang tangannya sedang kutahan ini semakin memberontak. Tapi sayang sekali tenaganya terlalu lemah untuk melepaskan dirinya.

Aku menyerahkan bocah ini pada pasutri tersebut dan mengikuti mereka ke tempat mereka tinggal. Begitu sampai di sana aku disuruh duduk menunggu di ruang tamu.

Pasutri ini jelas bukan bangsawan apalagi orang kaya. Aneh, aku kira pedagang budak rata-rata orang kaya. Atau mungkin akhir-akhir ini harga budak sedang turun ya? Yah, entahlah. Bukan urusanku juga. 

Sejam aku nunggu akhirnya mereka balik juga. Bocah itu sekarang tampak lebih bersih dengan pakaian yang lebih layak dari sebelumnya. Di lehernya tampak ada tali kekang yang terikat. 

"Silahkan, Tuan." Sang pria menyerahkan tali kekang bocah itu padaku. Aku menerimanya dan menyerahkan sekantong uang senilai 600 perak. Kulebihkan sedikit karena mereka juga mengganti pakaian anak itu, padahal aku hanya meminta mereka membersihkannya. 

Mereka membuka sekantong uang itu dan seketika tampak ekspresi puas di wajah mereka. 

"Silahkan pergi dan bawa budakmu, Tuan. Setelah dibersihkan wajah budak itu lumayan juga untuk-"

Aku langsung berbalik badan dan pergi sebelum pria itu dapat melanjutkan perkataannya. Aku tau betul kalimat menjijikkan macam apa yang akan keluar dari mulutnya. Jangan sampai ku tak dapat mengontrol tanganku dan memisahkan kepalanya dari badannya. 

Aku menarik bocah berambut putih ini masuk ke dalam lorong. 

Di wajahnya tampak jelas ekspresi ketakutan. Dengan lembut aku menepuk kepalanya, dengan harapan rasa takutnya akan berkurang. Ekspresinya seketika berubah menjadi ekspresi terkejut. 

Aku lalu berlutut dan melepaskan tali kekang yang ada di lehernya. Ekspresi bocah ini menjadi bertambah kaget, tampak juga kebingungan di wajahnya.

"Ikut aku."

Tali kekangnya sudah lepas, tapi dia tetap menurut dan mengikutiku. Aku kira dia akan langsung kabur. 

"Tempat makan yang enak di mana ya?" 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Travelling Around the WorldsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang