04:00

1.1K 22 1
                                    

Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Untuk pertama kalinya dari tujuh tahun yang lalu, Althaf menginjakkan kembali kakinya di tanah kelahirannya, Indonesia. "Wah Furqon, baru saja tujuh tahun aku pergi, negaraku sudah maju sepesat ini."

Althaf memandangi gedung-gedung tinggi yang berada di depan bandara Soekarno-hatta, "Istanbul juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia, bahkan keduanya memiliki banyak keserupaan,"

Althaf mencebik kesal, "Hentikan ucapanmu tentang Istanbul! Jangan mencemarkan udara kebebasanku dengan mengikut sertakan nama Istanbul," tegas Althaf.

"Ucapanmu itu seperti seorang yang baru terbebas dari hukum pidana, padahal hakikatnya kamu baru menyelesaikan masa belajar di pondok pesantren." Althaf memasang tampang yang tidak bersahabat. Malas sekali ia berhadapan dengan Furqon. Kalau saja bukan karena perintah Kyai Rafif tentu Althaf tidak akan pergi belajar ke Istanbul dengan sosok menyebalkan seperti dirinya, "Sudah-lah, ayo kita pulang!"

Althaf berlalu meninggalkan Furqon sendirian, telinganya memang tidak ingin lagi diusik dengan celotehan dari laki-laki menyebalkan itu.

* * * * *

"Al-Quran secara istilah merupakan firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui wasilah Jibril yang mana sebagai bukti mukjizat di dalam lafadznya dan bentuk penghambaan di dalam membacanya,"

"Al-Quran disampaikan kepada kita dengan jalur mutawatir yang semuanya sudah terkumpul di dalam satu mushaf pada masa khalifah Umar." Shofiyah menjeda ucapannya,

"Al-Quran juga memiliki beberapa nama yang menunjukan dirinya memiki tempat tertinggi disisi illahi, beberapa contohnya adalah al-furqon, adz-dzikri, al-kitab, dan at-tanzil yang ditaukidkan dengan dalilnya pada surat al-fusilat ayat 42, yang berbunyi,"

"(Yang) tidak akan didatangi oleh kebathilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang) yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji."

Shofiyah memberikan lengkungan sabit kepada para hadiroh di kelasnya, "Al-Quran adalah kalam Allah yang penyampaiannya diamanahkan kepada makhluk yang paling baik, yaitu, Rasullulah. Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa Al-Quran diamanahkan kepada Rasulullah?" mereka semua sama terdiam, tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Shofiyah.

"Karena Al-Quran mengandung keindahan baik dari balagohnya ataupun kandungan maknanya. Sesuatu yang indah pantas dipeluk dengan keindahan. Hikmahnya; agar semua makhluk Allah tau bahwa sesuatu yang dipegang teguh oleh Rasulallah- manusia yang paling indah akhlaknya adalah sesuatu yang juga indah. Ketahuilah, Allah itu indah dan amat menyukai keindahan," gadis itu menjelaskan.

"Tolong catat penjelasan saya tadi!" Mereka menuruti apa yang diperintahkan Shofiyah. Disaat para santriwati sibuk menulis, Shofiyah membuka kitabnya. Ia membaca lembaran demi lembaran pelajaran yang sudah dipelajarinya itu. Hingga tanpa sengaja Shofiyah merasa tengah diperhatikan, ekor matanya melirik sekilas ke arah luar jendela. Dan benar saja netra kecokelatannya menangkap sosok laki-laki berjubah putih tengah tersenyum kearahnya. Entah darimana bisikan setan itu berasal, Shofiyah ikut balas tersenyum kearahnya.

"Astaghfirullah!" Shofiyah sontak menundukkan pandangannya. Sayangnya terlambat, sosok laki-laki itu sudah terpotret jelas didalam pikirannya. Tapi tunggu! Agaknya Shofiyah mengenali laki-laki itu. Satu Shofiyah mengangkat kembali pandangannya hendak memastikan, laki-laki itu sudah berlalu pergi.

Shofiyah tersenyum simpul, "mungkin belum takdirnya,"

* * * * *

"Al-kautsar," Althaf berujar lirih,

"Selamat datang kembali gus Althaf!"

Selalu saja Furqon yang berhasil merusak suasana bahagia Althaf, "sudah berapa kali aku bilang jangan pernah panggil aku dengan sebutan gus!" Furqon berjalan sedikit mengubah posisinya menjadi di samping Althaf, "Itu hanya berlaku selama di Istanbul. Sekarang kita sudah berada di kawasan pondok al-kautsar. Apa nanti kata orang kalau saya memanggilmu hanya dengan namamu saja!" Furqon mulai terbawa arus.

"Furqon.. Furqon.. Gus itu panggilan untuk anak kyai yang berilmu, contohnya mas Rayyan. Nah, kalau orang yang seperti aku tidak pantas kamu panggil gus. Lagipun kamu sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri." Furqon tersenyum.

"Baiklah, saudaraku."

Mereka melanjutkan perjalanan mereka_ memasuki kawasan pondok pesantren al-kautsar. Sepanjang perjalanan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka atau lebih tepatnya memperhatikan Althaf. Althaf dibuat kikuk, ia merasa terintimidasi dengan tatapan-tatapan itu. Althaf berbisik kepada Furqon, "apa ada sesuatu yang salah dari penampilanku?"

Furqon termenung sebentar, ia pandangi seluruh inci dari tubuh Althaf, ia coba mencari kesalahan yang ada pada diri Althaf. Dan sesuai dugaannya, agaknya yang mereka anggap kesalahan dari diri Althaf adalah cara berpakaian laki-laki itu.

Althaf memakai jaket denim, celana jeans berwarna hitam, dan sepatu kets berwarna putih yang nampak dari luar. Sedangkan dibalik jaket denim itu ia memakai kaus lengan pendek yang dibelinya di Istanbul akhir tahun lalu, "harusnya kamu pakai jubah, ini kawasan pondok pesantren."

"Lucunya mereka. Apa menurut mereka karena penampilanku seperti ini mereka mengira aku behajat jahat. Aneh, kenapa mereka senang suudzon?"

"Aneh, kenapa kamu senang mancing orang untuk suudzon!" Althaf mendelik kesal, sial- dia termakan ucapannya sendiri!

Althaf memilih untuk mengabaikan Furqon, lagi. Althaf berlalu mendahului Furqon. Kakinya terus melangkah memasuki kawasan pondok pesantren al-kautsar, hingga terdengar suara-suara yang samar mengomando Althaf untuk berhenti. Entahnya_ Althaf beranggapan bahwa sang pemilik suara tersebut ialah orang yang cerdas lagi bijaksana.

"Karena Al-Quran mengandung keindahan baik dari balagohnya ataupun kandungan maknanya. Sesuatu yang indah pantas dipeluk dengan keindahan. Hikmahnya; agar semua makhluk Allah tau bahwa sesuatu yang dipegang teguh oleh Rasulallah- manusia yang paling indah akhlaknya adalah sesuatu yang juga indah. Ketahuilah, Allah itu indah dan amat menyukai keindahan," suara itu semakin jelas terdengar ditelinga Althaf. Kakinya kembali melangkah mencari dimana sumber suara itu berasal.tadi

"Tolong catat penjelasan saya tadi!" ternyata suara itu berasal dari figur seorang gadis yang tengah duduk didalam sana. Sepertinya takdir Allah mempertemukan pandangan mereka. Tanpa sengaja sebuah senyuman tiba-tiba terbit dari bibir gadis itu. Althaf memberikan senyuman terbaiknya. Namun sedetik kemudian gadis itu menunduk, bibirnya yang semula tersenyum begitu manis berubah gemetaran. Seakan gadis itu mengucapkan kalimat yang sama berulang kali.

Althaf tidak dapat mendengar apa yang gadis itu ucapkan. Althaf hanya dapat membaca pergerakan bibir gadis itu, dan agaknya ia tengah banyak menyebut nama Allah.

"Maha suci Allah, ia perlihatkan kepadaku sebagian kebesarannya." Kalimat itu lolos begitu saja dari bibir Althaf. "Ada apa Althaf?" tanya Furqon yang berada dibelakang Althaf ketika ia mendengar bait pujian keluar dari bibir Althaf.

"Siapa gadis itu?" Althaf balik bertanya.

Sudut bibir Furqon tertarik keatas, "dia Shofiah, salah seorang santriwati al-kautsar. Saya tau kamu melihatnya sedikit berbeda dengan santriwati lain, karena kecerdasannya dia dipercaya untuk memegang beberapa hishoh kalau guru yang sebenarnya ada uduk mengajar. Ayo Althaf, jangan mau dilangkahi olehnya, kamu harus bisa melakukan sesuatu yang lebih hebat dari apa yang dia lakukan!" Althaf tersenyum kecil. Ia terdiam enggan membalas ucapan Furqon. Namun meskipun bibirnya terdiam, ada teriakan dari kalbunya yang terdalam.

"Aku tidak ingin berada diatasnya, ataupun dibawahnya. Sungguh, aku hanya ingin selalu berada disampingnya."

"Althaf, ayo pergi!" ajak Furqon, Althaf pun mengiyakan. Dengan menyisakan senyuman Althaf dan Furqon melanjutkan perjalanan, "Shofiyah, nama yang cantik untuk seseorang yang juga cantik." lirihnya, lirih keduanya.

Cinta Di Waktu Dhuha (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang