Happy reading
🥀
"selamat pagi Dipta"
Hari ini adalah hari ketiga ujian tengah semester 2 di laksanakan. Nadira bahkan bisa melihat wajah Pradipta yang nampak kembali seperti semula, berseri seperti sedang bahagia.
"Oh hai, pagi cil"
Nadira yang semula sibuk mengeluarkan buku paketnya untuk ia gunakan belajar terdiam mendengar panggilan Pradipta pada dirinya.
Dahi perempuan itu mengernyit, menyebabkan sedikit kerutan muncul disana. "What?! Cil?"
"Iya, kamu kan kecil. Tinggimu cuma se dada ku. Terus umur kita juga beda 2 tahun" jawaban tenang Pradipta membuat nya kesal. Tapi terlalu malas mengajak laki-laki itu ribut di pagi hari.
"Anggap aja panggilan khusus dari aku" bisik nya.
"Aku ini enggak kecil, kamu aja yang ketinggian" Nadira sempat memberikan lirikan sinis pada Pradipta yang dibalas tawa oleh laki-laki itu. Karena menurutnya Nadira nampak lucu saat ini.
"Pulang sekolah kamu free?" Nadira menatap Pradipta sekilas. Menunggu jawaban laki-laki itu dengan gusar.
"Free kok, kenapa? Kamu mau ngajak aku jalan?"
Nadira berdecak pelan, kenapa jadi terbalik begini. "Iya, aku mau Gramedia. Kamu mau ikut?"
Sepertinya laki-laki itu tertarik dengan ajakan nya. "Boleh"
Ditempatnya Nadira berusaha menahan senyum nya. 'pdkt tahap 1 berhasil'
"Eh, Dir. Nanti kerja Samanya lho" tau-tau Abel sudah berada di tempatnya. Menatap Nadira dan Pradipta bergantian dengan pandangan menggoda.
"Iyaa, gampang lah kalau gurunya enggak rese"
Tak lama kemudian guru pengawas mulai memasuki ruangan. Menatap para manusia di ruang 1 dengan pandangan tajam.
"Yang bawa kertas lain, taruh di meja depan saya" salah satu guru perempuan yang sudah berumur menatap seisi kelas.
"HP di kumpulkan di depan"
Nadira menatap lembar kertas berisi soal yang baru saja ia terima dari Abel. Meneliti soal soal-soal itu dengan serius.
"Ini susah tahap berapa ya" gumam nya.
Disampingnya Pradipta sepertinya mendengar ucapannya, sebab laki-laki itu berusaha mengintip soal-soal miliknya."Jawab yang mudah aja dulu. Nanti yang sulit biar aku bantu" katanya. Kemudian sibuk dengan soal miliknya sendiri.
Kalau seperti ini terus. Pradipta akan Nadira jadikan tokoh fiksi di novel masa depannya. Mengabadikan dirinya dalam tulisan. Agar laki-laki itu dicintai banyak orang nantinya. Dunia ini harus baik-baik saja untuk Pradipta.
Laki-laki itu benar-benar pantas dicintai. Tapi kenapa Dania malah menyakiti perasaan tulus nya?
Laki-laki itu benar-benar mendekati kata Sempurna. Seharusnya Dania merasa beruntung mendapatkan Pradipta. Nadira saja merasa beruntung telah mencintai laki-laki itu. Tapi kenapa Dania menyia-nyiakan laki-laki baik ini.
"Cil, udah?"
"Udah, terimakasih ya" Pradipta benar-benar membantunya. Laki-laki baik, terimakasih dan bahagia selalu.
"Nanti ke kantin bareng aku aja cil" Nadira menyipitkan matanya saat melirik Pradipta.
"Kenapa gitu?"
"Kita ini kan best friend forever" mendengar itu baik Nadira maupun Pradipta sama-sama menahan tawanya. Tidak ingin ditegur oleh guru pengawas.
"Iya, kita best friend forever"
Tak lama bel istirahat berbunyi. Pradipta berjalan keluar kelas terlebih dahulu, meninggalkan Nadira yang masih sibuk mencari ponsel miliknya. Begitu menemukan nya ia segera bergegas keluar kelas, menghampiri Pradipta yang sedang mengobrol bersama teman-temannya.
"Gue duluan ya, ayo cil" menghiraukan teman-temannya yang mulai menggoda, Pradipta berjalan begitu saja.
"Jalan jangan cepet-cepet dong"
"Iya iya, ini enggak cepet-cepet." Nadira tertegun sejenak, tidak menyangka Pradipta rela memperlambat jalannya demi Nadira tidak berlari.
"Maaf ya"
Nadira tersenyum. Seandainya dulu Nadira berani memperkenalkan dirinya, mungkin saat ini baik dia maupun laki-laki itu akan sangat bahagia.
Pradipta, kamu harus janji sama aku kalau kamu akan tetap bahagia tanpa Dania. Dengan siapapun itu.
🥀
gamsahabnida
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Pradipta
Teen Fiction"Mencintai kamu itu mudah, Sebab kamu memang dilahirkan untuk dicintai oleh banyak orang."