Prologue

238 63 51
                                    

Langit terhampar dengan warna-warni yang memukau. Sinar jingga dan merah menyapa bumi dengan lembut, menciptakan suasana yang penuh kehangatan. Tawa riang dua remaja terdengar menyatu dengan semilir angin yang lembut, menciptakan harmoni yang tak akan pernah tergantikan.

Di sebuah rumah bergaya klasik, terdapat dua insan yang tengah berbincang dan bercanda ria. Terlihat, dari raut wajah cantik seorang, Morana Graceva. Akrab dipanggil Moran. Gadis lugu yang tak sengaja berkenalan dengan Raga disebuah acara Forum OSIS, dan berujung berkenalan lebih jauh sampai saat ini. Moran adalah wakil dari ketua OSIS sekolahnya. Ia juga merupakan ketua ekskul seni yang mencakup seni rupa, pahat, vocal, tari, music dan lainnya.

Bukan hanya Moran yang terlihat santai dan nyaman, seorang laki-laki dengan rambut yang sedikit panjang itu juga terlihat nyaman berbicara dengan Moran. Ia adalah Raga Argantara, ia juga tak kalah pintar baik dari bidang akademik maupun non akademik. Bahkan, ia menjadi ketua OSIS di SMA terkenal dan meraih prestasi olimpiade Nasional dan Internasional.

Pada sore menjelang malam ini, mereka baru saja menyelesaikan tugasnya. Karena hampir malam, Moran hendak menelpon Kakaknya untuk menjemputnya di rumah Raga. Namun, telponnya di tolak. Moran yakin, pasti kakaknya sedang bersama pacarnya.

Moran menoleh pada Raga yang berlagak aneh. Itu membuatnya sedikit takut dan ingin segera pulang. Apalagi, tadi siang Raga biasa-biasa saja. Tapi kenapa sekarang berlagak aneh? Memainkan kertas lipat dan pulpen seperti seorang balita yang asik bermain mobil-mobilan nya.

Moran yang penasaran langsung memanggilnya, "Raga, aku pulang ya?"

Tidak ada sahutan dari laki-laki itu. Gadis itu mendekat, namun sepertinya Raga tidak menyadarinya. Tangannya menepuk pelan pundak Raga, tentu laki-laki itu menoleh. Sedetik kemudian Moran terkejut dan meneguk salivanya susah payah. Ia terkejut dengan keadaan Raga yang menangis seperti bayi.

Garis bibirnya yang biasanya terbentuk dengan lembut dan penuh ketegasan, sekarang terlihat mengecil dan mengerucut seperti bayi. Air mata yang mengalir dari matanya menambah kesan manja, seolah-olah meminta perlindungan dan perhatian seperti seorang bayi yang menangis. Itu membuat Moran kebingungan apa yang tengah terjadi.

"Susu," ucap Raga.

Moran melotot, "Raga? Kamu kenapa?"

"Kamu ciapa? Susu Gagan mana?"

Gadis itu bingung, apakah laki-laki dihadapannya itu tengah kesurupan atau apa.

"Raga, aku mau pulang. Jangan lupa datanya kirim ke aku ya," jawab Moran pelan.

"Aku bukan Laga!! Aku Gagan! Susu Gagan mana?! Kamu jangan pulang!" Raga berteriak dengan cadel.

"Raga? Kamu kenapa sii?"

Laki-laki dihadapannya kembali menangis, ia merangkak kearahnya membuat Moran ikut merangkak mundur menghindar. Namun, Raga lebih dulu mencekal kaki Moran, sehingga gadis itu berhenti merangkak.

"Aduhh!! Raga sadar yu! Aku takut nihhh!!" ucap Moran sembari menutup matanya.

Raga melepaskan tangannya dari kaki Moran. Tentu saja membuat gadis cantik itu bernafas dengan lega. Moran segera duduk dan bersiap akan pergi, namun lagi-lagi Raga mencekal tas Moran dan mencegah Moran pergi.

"Jangan pelgi." Raga menatap Moran dengan memelas.

"T-tapi, ini udah malem Raga. Plis kamu bikin aku takut!! Kamu tuh aneh," ucap Moran.

"Gagan mau susu."

Gadis itu menghela nafas panjang. Mau tak mau ia menurutinya, "Oke, susunya dimana?"

Raga tersenyum dan menunjuk pada kulkas yang letaknya tak jauh dari mereka duduk. Moran mengangguk dan segeraa membuka kulkasnya, susu dengan berbagai merk tertata rapi. Moran menoleh dan menanyakan mana susu yang akan Raga minum.

"Raga, susunya yang mana?"

"Itu!! Ultla milk, lasa coklat," jawabnya.

Moran mengambil susu Ultramilk coklat dan memberikannya pada Raga sembari tersenyum. Namun, Raga malah menggelengkan kepalanya enggan menerima pemberian Moran.

"Tuangin ke gelas! Gagan tidak bisa menyedotnya," keluh Raga.

Moran menghela nafasnya dalam. Ia beranjak lagi dan menuangkannya pada gelas besar yang berada disebuah rak piring. Segera ia memberikannya pada Raga.

"Telimakasii."

Moran mengangguk. Handphonenya bergetar, menampilkan pesan dari sang kakak yang tak bisa menjemputnya. Lagi dan lagi ia hanya bisa menghela nafasnya lelah. Ia membuka aplikasi ojek online dan hendak memesannya. Namun lagi-lagi gangguan dari Raga yang aneh membuat Moran membatalkan pesanannya.

"Hey, nama kamu ciapa? Tadi Gagan beltanya, kamu tidak menjawabnya." Raga mengedipkan mata gemas.

"Nama aku Moran. Kenapa dari tadi kamu menyebut diri kamu sendiri itu Gagan? Kan kamu Raga," jawab Moran.

Raga menggeleng, "Aku Gagan!! Panggil aku Gagan. Nama kamu terlalu susah. Gagan panggil Moan saja. Halo Moan."

"Suka-suka hati kamu aja lah. Aku pengen pulang, tapi kakak aku gabisa jemput."

Raga hanya menatap bingung pada Moran yang menatap handphonenya lesu.

"Moan tidak boleh pulang sebelum Gagan tidul. Gagan takut sendilian," rengek Raga.

Moran mendelik, "Yaudah, gih sana tidur."

Raga bertepuk tangan riang, ia merangkak seperti balita mendekati Moran yang menatap hampa ke jendela. Rupanya Raga menidurkan kepalanya diatas paha Moran. Sontak gadis itu terkejut dan spontan mendorong kepala Raga dengan cukup keras.

"Aduh, Raga! Maaf," ucap Moran.

Raga yang diperlakukan seperti itu menunduk menyembunyikan matanya yang sudah memanas ingin menangis. Moran yang merasa bersalah langsung mengusap kepala Raga dan mengusap setetes air mata yang keluar.

"Maaf, aku gak sengaja. Lagian, dari tadi kamu aneh banget. Bikin aku takut dan bingung kamu itu siapa?!"

"Aku cuma takut sendilian. Aku gamau sendilian. Moan tidak usah takut. Gagan hanya ingin tidul. Jika Gagan sudah tidul, Moan boleh pulang, kunci lumah ada di bawah meja sepatu, disamping pintu."

Raga mengulum bibir nya dan memainkan kukunya layaknya anak kecil yang memohon. Moran yang dari tadi bingung, gundah, dan enggan terlalu memikirkan tingkah lakunya Raga. Langsung mengiyakan saja, toh ia hanya ingin tidur ditemani oleh Moran.

Raga kembali menidurkan kepalanya diatas paha Moran. Raga menoleh dan tersenyum manis pada Moran, ia memainkan ujung baju gadis itu sembari bersenandung kecil menyanyikan lagu anak-anak dari mulai 'cicak-cicak di dinding' sampai 'disini senang disana senang' semua Raga nyanyikan. Sampai 20 menit ia bernyanyi, suaranya mulai melambat dan lama-lama hilang.

"Raga?" panggil Moran.

Rupanya Raga terlelap manis dengan tangan yang menggenggam erat ujung baju Moran. Dengan hati-hati gadis itu melepas tangan Raga dari bajunya. Lalu ia memindahkan kepala Raga pada bantal yang berada disekitarnya. Tak lupa juga ia menyelimuti tubuh Raga dengan selimut.

Setelahnya, Moran segera memesan ojek online dan pulang meninggalkan Raga yang terlelap. Dalam benaknya juga masih bertanya-tanya kenapa Raga menjadi seperti itu. Moran mengenal Raga adalah orang yang tidak manja, ia juga tegas dan sedikit cuek. Namun pada Moran, Raga tidak terlalu cuek. Lantas, siapa Gagan? Apakah Raga kesurupan? Terus dalam benaknya pertanyaan itu berputar.

***

Apakah Moran akan tahan dengan Raga yang aneh? Apakah Moran akan tetap bersama Raga walaupun Raga berubah-ubah?

SKUY! Pantengin keseruan mereka hanya di GARIS GANDA !!! Jangan lupa follow agar kalian dapat notifikasinya ketika aku update bye 😍😋

Garis Ganda (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang