2

1.3K 241 0
                                    

Dentang jam sesekali terdengar, suara putaran jarum terasa menusuk ditelinga. Tangan lentik membuka tutup tiket pesawat yang berada diatas meja. Kepalanya tunduk mencoba memikirkan sebuah rencana jahat yang dia niatkan untuk sang pelatih. Yamamoto Akito setidaknya harus merasakan sedikit kekesalan yang sama yang (y/n) rasakan.

Tangannya mengamit gunting, mengeluarkan bunyi crash setiap kali sisi besi tajam berbenturan. Senyum kejam tersampir di wajah manisnya.

"Hehehe..."

Bersamaan dengan tawa licik, sang gadis menyegerakan diri bersiap-siap. Tersisa waktu tiga jam lagi sebelum pesawat yang akan membawanya ke Prancis datang mendarat di Bandar Udara Internasional.

Sedikit mencuri kenang-kenangan yang bisa mengundang tangisan dari sang guru, (y/n) memasukkan gunting ke dalam saku jaket dan berjalan keluar dari flatnya. Tak jauh dari tempat tinggalnya, apartemen khusus milik Akito sudah berada didepan mata.

Tangan (y/n) menekan tombol password yang hanya dia dan Akito yang tahu. Gerakan kaki tidak terdengar sama sekali, seolah tengah melayang diatas awan. Gadis itu menyelinap masuk kedalam kamar Akito.

Crash!

Bunyi kecil tidak membangunkan Akito yang tertidur lelap hanya mengenakan celana pendek. Tangan (y/n) yang lain meraih rambut Akito yang dijalin rapi. Bunyi kecil kretak dari rambut dan gunting sejenak membuat (y/n) khawatir jika itu bisa membangunkan Akito dari tidur lelapnya.

Jam yang kini menunjukkan pukul empat pagi menandakan akhir dari kegiatan (y/n) membotaki Akito. Rambut kesayangan dan kebanggaan milik pelatihnya itu kini berada digenggamnnya. Dengan cepat gadis itu meninggalkan apartemen Akito. Tanpa jejak dan hanya menyisakan beberapa helai rambut Akito dilantai.

Tangan (y/n) menutup kembali pintu apartemen Akito dengan hati-hati. Berupaya agar potongan rambut yang dijalin itu agar tidak keluar dari sakunya. Ponsel miliknya sedikit berkedip, taksi pesanannya sudah dijalan dan segera menuju flat miliknya.

Kini gadis itu berjalan cepat masuk kembali ke flat miliknya. Mengambil foto dengan rambut hasil jarahannya dari Akito dengan gaya memeletkan lidah, seolah-olah mengejek sang pelatih.

Tangannya kembali menarik dua koper besar keluar dari flat. Sebuah taksi kuning bertengger didepan gerbang. Tangannya melambai meminta bantuan si supir taksi. Beruntung supir itu segera bergegas dan membantu (y/n) memasukkan kedua koper besar itu ke dalam bagasi. Taksi yang dinaiki sekarang melaju cepat menuju bandara. Meninggalkan tempat tinggal serta kenangan (y/n) yang telah hidup 22 tahun lamanya.

"Goodbye Japan, wellcome France!"

.
.
.

Surai hijau tua sesekali bertiup pelan, pria itu tampak fokus pada bola yang diiringi oleh sang rival. Tampak jelas perseteruan diantara keduanya. Yang satu hendak mencuri, yang lain hendak melempar umpan.

"Menyerah saja Isagi," Ucapnya pelan. Pria itu terlihat semakin fokus ditiap langkah kakinya. "Kau tidak bisa menyamakanku dengan Itoshi Sae."

Isagi, lawan dari Rin yang kini sibuk menghindar dan menggiring bola dengan kaki kirinya. "Aku belum mencoba teknik baruku, mana mungkin aku menyerah begitu saja."

Pertandingan persahabatan antara Jerman dan Prancis kini terlihat seperti liga internasional. Bukannya fokus melatih bakat masing-masing malah kini beradu kekuatan dan kecepatan.

Posisi keduanya sama dengan skor 1-1. Isagi dan Rin, keduanya kini menguasai lapangan dan berlari kesana kemari menggiring bola dan memberi umpan.

Priit!!

Similiar Side [I.Rin x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang