The White Horse Chevalier and the Sword Warrior

6 0 0
                                    


Pelajaran Peta Bintang akan dimulai setelah makan malam selesai. Sebelum hari menjadi gelap, Issei memacu kuda putihnya di sepanjang tepi hutan untuk segera mungkin kembali ke kastil.

Dan saat itulah dia mendengar suara pedang beradu di kejauhan. Issei memicingkan mata, sepertinya kawanan bandit tengah melakukan penjarahan. Dia pernah diberitahu tepi hutan itu rawan dilewati sekawanan bandit ketika malam hari, karena itu sejak diizinkan berkuda sendirian dia selalu diperingati untuk berhati-hati. Matahari masih di atas garis cakrawala tapi kawanan bandit itu sudah muncul. Sepertinya Issei sedang tidak beruntung.

Mata Issei menemukan seseorang yang melawan. Dibandingkan jumlah kawanan bandit itu, pertarungan itu tidak imbang. Tapi melihat beberapa bandit yang terjatuh di tanah, orang itu tampaknya begitu tangguh. Issei sedang tidak membawa pedangnya, dia memacu kudanya lebih cepat dan bersiap menghantam kawanan itu.

Derap sepatu kuda yang terdengar mendekat membuat Ichiru menoleh dan tepat saat itu seekor kuda putih melesat ke arahnya. Dia refleks merunduk lalu suara orang-orang yang berjatuhan ke tanah terdengar. Ichiru berbalik, seseorang di atas kuda tersebut mengarahkan kudanya untuk menjatuhkan para bandit. Orang itu juga melakukan tendangan dan pukulan pada para bandit yang berusaha melawan.

Menyadari ada yang akan menyerang orang itu dari belakang, Ichiru kembali menggenggam pedangnya kuat-kuat dan menghalau bandit tersebut hingga terpental.

"Awas!" Issei menendang kepala seorang bandit yang akan menerjang Ichiru.

Ichiru berbalik. Tepat saat itu pandangan mereka bertemu dan sama-sama membulat sempurna. Bagi masing-masing dari mereka, rasanya waktu dihentikan seketika dan ruang tampak melambat.

Wajahnya!

Tapi para bandit tentu tidak membiarkan mereka memproses apa yang terjadi.

"Ugh!" Ichiru menebas seorang bandit yang ingin menyerang Issei dari samping.

Issei melihat pemuda berpedang itu begitu terampil dan andal dalam memainkan pedangnya. Tebasan, sabetan, pukulan, dan irisannya tampak merupakan hasil latihan bertahun-tahun. Pemuda itu seolah menyatu dan sedang menari dengan pedang tersebut.

Ichiru menyadari pemuda berkuda itu tidak membawa senjata. Tapi dia begitu lihai menunggangi kudanya dan mengandalkan tangan kosong untuk bertarung. Keahlian menunggang kuda seperti itu tentu saja tidak dimiliki orang sembarangan. Pemuda itu tampak berdansa dengan kudanya di atas pertarungan.

Mereka terus bertarung hingga para bandit yang berjumlah belasan itu ambruk. Bandit-bandit yang masih bisa berjalan memutuskan membawa kawannya yang sudah terkapar lari dari sana.

Issei dan Ichiru terengah-engah sambil menatap kawanan bandit yang menjauh tunggang-langgang. Setelah kawanan itu tampak begitu jauh, mereka saling menoleh kepada satu sama lain.

"WOAAAAAHHHH!!!"

"WAAAAAAAA!!!"

Ichiru mundur beberapa langkah hingga tersandung dan terjengkang.

Issei secara refleks menarik tali kekang kudanya dan membuat kuda itu meringkik dengan dua kaki depan terangkat. Membuatnya terjatuh dari pelana.

Masing-masing dari mereka mencoba kembali berdiri dengan tatapan terpaku pada wajah satu sama lain.

Ichiru melangkah mundur ketika Issei masih mencoba berdiri. Dia menggenggam pedangnya dalam posisi siaga karena tidak tahu pemuda itu kawan atau lawan.

Issei yang telah berhasil kembali berdiri hanya terpaku sambil menggapai tali kekang kudanya.

Keduanya sama-sama menelan ludah karena gugup sekaligus merasa takut. Mata, hidung, bibir, telinga. Jika bukan karena gaya rambut yang berbeda, mereka sama-sama yakin tengah memandang cermin. Tapi entitas di hadapan mereka masing-masing itu memiliki napasnya sendiri.

Issei menjulurkan tangan ke depan, Ichiru mengarahkan pedang ke depan.

"Kau—" ujar keduanya bersamaan.

Issei menahan napas, Ichiru menggeleng. Lalu Ichiru mundur beberapa langkah sebelum akhirnya berlari ke dalam hutan. Issei kembali menghela napas. Rasanya hari ini begitu melelahkan. Bukan karena pertarungan melawan belasan bandit. Ada rasa menyesakkan yang tak terperikan dalam dadanya. Seolah ada kerinduan yang selama ini tidak pernah terobati seketika membuncah, meluap-luap dari hatinya, meraung-raung minta diperhatikan. Dia tidak mengerti siapa pemuda itu dan perasaan apa ini.

Ichiru terus menjauh ditelan hutan. Matahari sudah berada di bawah cakrawala. Issei memutuskan kembali naik ke atas pelana dan pulang ke kastil.


🎉 Kamu telah selesai membaca The White Horse Chevalier and the Sword Warrior 🎉
The White Horse Chevalier and the Sword WarriorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang