— 𝘽𝙐𝙆𝘼𝙉 𝘽𝙐𝙉𝙂𝙎𝙐 —
"KAKAK!"
"KAK NADAAA!"
"KAK NADAAA!"
Belum satu menit buka mata Nata sudah teriak-teriak memanggil Sang kakak pertama. Dia berlari terbirit dari kamarnya dengan raut wajah panik. Bukan apa-apa, tapi begitu bangun Nata kehilangan sarung yang biasanya masih menyelimuti tubuhnya. Serius, Nata sayang sekali pada sarung peninggalan Bapak.
"Astagfirullah, Nata."
"Kak, di mana sarung Bapak? Di mana, Kak?"
"Semalam kamu ngompol, lho," kata Nada. "Sarungnya udah dicuci sama Nana, sekarang dijemur di luar."
Nata berlari ke belakang rumah yang biasa dijadikan untuk menjemur pakaian. Di sana sudah ada Nara yang tugasnya bagian menjemur pakaian, kalau urusan mencuci ada Nana. Enaknya tinggal dengan saudara perempuan itu ya begini, bisa bagi-bagi tugas rumah.
"Alhamdulillah." Nata menghela napas lega sambil mengusap dadanya.
"Kenapa, Ta?" tanya Nara.
"Itulho, Nata nyariin sarung Bapak," jawab Nata. "Pantesan aja semalem tidurnya ngga nyenyak."
"Tenang, nanti paling awal kering terus disimpan lagi ke kamar kamu," kata Nara.
Nata menganggukan kepalanya sebagai jawaban, betapa leganya Nata ketika menemukan barang kesayangan yang dicari-cari. Hampir saja dia menangis, tapi untungnya langsung ditemukan.
"Nara, Kakak lupa ngga beli garam tadi, beliin garam, gih!"
Seruan itu berasal dari Nala yang tugasnya belanja pagi ini, namun sepertinya ada komponen penting yang terlupakan.
"Sama Nata aja, Kak," sahut Nata. "Nata mau sekalian beli permen susu soalnya."
"Ngga!" Nala kontan menolak. "Terakhir kali nyuruh kamu, yang datang bukan garam tapi jajanan, ngga!"
"Ya udah, antar Kakak aja, Ta." Nara berbaik hati ingin mengajak Nata. "Nanti ada jatah beli permen susu, kok."
"Kak Nara memang yang terbaik!" pekik Nata sambil mengacungkan ibu jarinya.
"Terbaik karena ada maunya aja," sindir Nala.
"Ngga mau cuci muka dulu kamu?" tanya Nara.
Nata menyibak rambutnya dengan bangga, ia menunjukkan smirk sebagai pemberitahuan bahwa dirinya sudah percaya diri. Muka bantalnya yang masih polos itu memang kelihatan bagus, ada baiknya juga Nata tidak membuat pulau bali di sekitaran bibirnya.
"Ra, beli apa?" tanya Nala.
"Garam!" yakin Nara sebagai jawaban dari pertanyaan Sang kakak. "Nyelipin permen buat Nata juga, ya."
Nala menganggukan kepalanya saja, kemudian ia serahkan selembar uang berwarna ungu kepada Nara untuk transaksi. Nata meraih tangan Nara untuk digenggam, kemudian ia menyeret Nara agar segera pergi ke warung terdekat.
"Eh, bawang merah juga habis, beliin juga!"
"IYAAA!"
Nata cekikikan. "Kak Nala pelupa, ya?"
"Ngga tahu, tuh. Udah tahu sayur tanpa garam itu ngga enak."
"Eits, jangan salah." Nata mendongak sambil menatap Sang kakak. "Ada royco sama masako yang bisa gantiin garam, Kak."
"Lho, iya, ya?" Nara baru kepikiran.
"Nah, kalau ada gantinya, kita puas-puasin jajan di warung, deh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Bungsu
FanfictionKata Bapak, Nata itu bukan anak bungsu, makanya Nata harus lebih dewasa dari adiknya.