1.

45 8 2
                                    

Darah berceceran dimana mana, mengalir seperti air yang disertai bau anyir yang menyengat, suara pukulan, tembakan, bahkan teriakan seorang anak pun menjadi bulan bulanan yang harus ia dengar. Dia hanya menanti giliran, walaupun ia tidaktahu kapan tepat nya ia akan mengalami hal yang sama seperti teman teman nya yang lain.

"Tidaak, hentikan!."

Dorr, dor.

Seorang gadis kecil berusaha 7 tahun itu meringkuk ketakutan, apalagi setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, teman nya di tembak berkali kali tanpa henti dan tak melakukan perlawanan. Darah teman nya tercecar dan mengenai wajah mungilnya.

"Gia, kemari sayang.. tidak adakah ucapan manis terakhir untuk teman kecilmu?."

Ia tidak mengabaikan nya, mental nya benar benar kacau, ia tidak bisa kabur kemanapun, bahkan boneka beruang yang ia peluk harus basah sebab darah yang terus mengenai tubuh kecilnya.

"J-jangan, a--ku takut! j-jangan!."

Wanita paruh baya bernama Ema itu terkekeh, lalu menarik lengan gadis kecil bernama Gia itu. "Tidak apa apa, aku hanya melatih mental mu untuk menjadi gadis yang kuat. Kau percaya padaku kan, Gia? perlu banyak melihat hal seperti ini, untuk membuatmu kuat. Jangan menangis, jangan takut, semua akan baik baik saja, asal kau menurut. Mengerti?." Ema mengelus pipi Gia yang terkena cipratan darah, kemudian ia usap hingga perlahan darah itu merata pada pipi Gia.

***

"Suntikkan cairan itu, dosis nya sudah sangat baik, otak dan tubuhnya bisa menerima semua sel yang kita buat. Bukankah dia terlihat jauh lebih baik dari kemarin? pastikan dia tidak memberontak, dia harus tumbuh dewasa dan kuat."

Ema terpaksa, mendudukkan Gia di kursi eksekusi, lebih tepat nya, menjadikan Gia sebagai objek untuk eksperimen nya kali ini. Ema harus membuat Gia mampu menerima segala sel yang sudah ia buat, memastikan jika Gia lah anak yang tepat untuk semua uji coba nya selama ini.

Gia menahan tangis, ketika dirinya harus duduk di kursi yang ia takuti sejak dulu kala, kaki dan tangan nya di ikat dengan rantai dan di gembok kuat kuat.

"Lepaskan! hiks hiks, aku tidakmau!." teriaknya.

Namun Ema tidak menghiraukan suara Gia, ia memberikan atensi pada salah satu anggota nya, untuk menyuntikkan sel pada leher Gia. Sebenarnya, Ema memiliki perasaan tidak tega, sebab ketika ia menemukan Gia dulu, Gia memang terlihat berbeda dari anak anak yang lain, tak banyak bicara, dan begitu manis.

"Lakukan, sekarang." titahnya, pun Ema langsung memalingkan wajahnya ketika John memegangi kepala Gia, lalu menyuntikkan sel tersebut ke leher Gia.

"AAAAKHH!."

Teriakan itu, menyesakkan dada Ema.








***

Hai! kali ini, aku mau buat cerita dengan genre yang berbeda, mumpung ada ide yang muncul dan segera aku tuangin sebagai karya. Jadi, jangan lupa untuk support dengan cara vote dan komen ya!

See u next chapter, byebye! 🔪

RUNNIN'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang