2.

17 3 0
                                    


ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ

Lekaslah pulang.

ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤ
"I.. still love you, Istrha."

Gua juga.

"Sekali aja, kasih gue kesempatan.. gue, gue.. mau tau alasannya."

Tidak, Istrha belum siap. Ia tak mau melihat air mata Clysian, rencananya akan gagal. Melihat binarnya saja sudah mulai meruntuhkan usaha yang telah ia buat.

"Lo gajelas! Pergi sana."

Clysian menatapnya berbalik badan, ia tak mungkin diam saja. Saat ini istrha telah meresponnya, ia berlari mendekati istrha. Menarik tasnya yang ter-selempang di bahu yang dahulu tempatnya bersandar.

"Come back to me.." Clysian menunduk tanpa melepas cengkramannya.

Tanpa ia lihat, Istrha bisa tau gadis itu terisak. "Gua gak pernah ada rasa yang sama."

"Bohong."

"Terserah, gua gak pernah cinta sama lo. Gua gak pernah suka sama lo, dan gua gak pernah bener-bener sayang sama lo."

"Bohong. Bohong! Boh-"

"SIAN!" Clysian terjengit, sakit di hatinya menjadi berlipat-lipat ganda ketika mendengar bentakan yang tak pernah ia dapatkan dari pria ini. "I've slept with someone.."

Maaf. Maaf. Maaf. Cuma itu yang gua bisa.

Clysian terdiam dalam isak tangisnya, hatinya mencelos begitu jauh, hingga rasanya tak bisa ia gapai kembali. Genggaman gadis itu terlepas, tubuhnya terjatuh untuk berjongkok. Ia sembunyikan wajahnya dalam lipatan tangannya, sedangkan Istrha tetap berdiri di hadapannya. Lelaki itu mulai melangkah menjauh, lagi dan lagi merobek hati yang bahkan belum sempat sembuh. Tidak, kali ini ia benar-benar menghancurkan hati itu.

Jangan hilang, tak kembali.

Tidak, jangan hilang.

Kembalilah.

Hatinya berseru demikian, seluruh atma raganya lemas. Jantungnya berdegup, seakan ingin meledak. Hatinya sakit, seperti terhimpit batu besar hingga ia rasa akan pecah menjadi butiran pasir. Anehnya setiap kali ia merasa se-menyakitkan itu, nafasnya terus berhembus.

Apa benar ini saatnya? Ya, benar sudah saatnya perasaan ini membusuk. Tiba saatnya, untuk meninggalkan luka.

Jika ingin pergi, bawa lah perasaan ini juga.

Itulah jeritan dari hatinya, mungkin bisa terdengar. Sudah saatnya ia menimbun perasaannya, Tak mungkin ada kesempatan lagi untuknya, Clysian berdiri masih dengan isak tangisnya. Tungkainya mulai melangkah pergi dengan tertatih, jika seseorang mempunyai indra spesial mungkin ia bisa melihat berapa panah yang tertancap di punggung gadis ini.

Seperti kata for revenge dan stereo wall.

Yang datang dan pergi,
kan membuatmu mengerti.
Kadang kita perlu tersakiti, tuk mengenal perih.

Sorry.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang