Pernikahan

8 2 0
                                    

Kematian sosok nyonya besar di Keluarga Aditia membuat istana indah nan megah itu terlihat sepi dan layu bak bunga yang mati. Ya, sosok wanita cantik yang berusia 50 tahun itu telah pergi kembali pada Sang Kuasa karena sakit yang di deritanya. Wanita yang sangat di kagumi oleh banyak orang, mempunyai kepribadian yang baik, hangat dan sangat penyayang.

Nur Aida Aditia meninggalkan suaminya yang berusia 65 tahun dan anak semata wayang mereka yang berusia 30 tahun bernama Lanang Byan Aditia. Kedua lelaki tampan itu bak seorang yang patah hati saat wanita yang paling di cintainya telah pergi untuk selamanya.

Cinta dari sosok Tuan Ganang Aditia pada sang istri memang tidak perlu di ragukan lagi. Akan tetapi, ia pun tetap meneruskan hidupnya kembali dengan sang putra. Sampai akhirnya, ada sosok baru yang datang di kehidupannya dan Lanang setelah dua tahun kemudian.

"Saya terima nikah dan kawinnya Embun Nayaka binti Bapak Handoro dengan emas kawin tersebut di bayar tunai."

Ganang dengan suara lantang dan sekali tarikan napas akhirnya menyelesaikan acara ijab kabulnya. Ada sosok wanita muda yang cantik di sampingnya yang masih tertunduk sampai akhrinya telapak tangan sang suami berada di depan wajahnya.

"Selamat kalian akhirnya sah menjadi sepasang suami istri," ucap Pak Penghulu.

Embun yang semula tertunduk kini melihat sosok suaminya, lalu mencium punggung tangannya. Ada rasa haru dan debaran di dalam hatinya yang tidak bisa diartikan olehnya.

"Terima kasih sudah menerima saya," ucap Ganang seraya mengusap lembut pucuk kepala Embun.

"Tidak, Tuan. Saya yang harusnya berterima kasih," balas Embun sembari tersenyum manis.

Pernikahan keduanya hanya di hadiri oleh keluarga besar Ganang dan mendiang istrinya begitu juga keluarga dari Embun. Di sudut ruangan terlihat sosok lelaki tampan yang berwajah dingin menatap kedua mempelai dengan sorot mata tajam.

Lanang melihat sosok istri baru sang ayah dengan tatapan merendah, pasalnya sang ayah menikahi seorang wanita yang lebih muda darinya dan berusia sama dengan dirinya. Lelaki tampan itu tak habis pikir dengan sang ayah yang mau menikahi Embun.

"Lanang!" teriak Ganang saat melihat sang putra yang masih berdiri di sudut ruangan.

Lanang tersenyum seraya melambaikan tangannya, ekpresi wajahnya yang semula menyeramkan bisa berubah sekejap menjadi seorang malaikat yang melihatkan senyuman andalannya. Lelaki tampan itu berdiri di samping sang ayah, lirikan matanya tertuju pada ibu sambungnya tersebut.

"Mari kita foto dahulu," ajak sang ayah sembari meminta putranya merapat pada dirinya.

Embun tersenyum seperti biasanya membuat wajah ayu itu semakin terlihat cantik bak bidadari. Acara pernikahan pun telah usai, rumah yang sebelumnya ramai kembali senyap, sunyi.

Malam harinya, Embun tengah membersihkan ranjang di kamarnya sampai terlihat sosok lelaki paruh baya itu masuk sembari tersenyum padanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Tuan Ganang suaminya.

"Tuan, apa Anda sudah ingin tidur?" tanya Embun lembut sembari berdiri di sisi ranjang.

Tuan Ganang tersenyum dan melihat ranjangnya yang sudah rapi, pandangannya tertuju pada foto pernikahannya dengan sang mendiang istri. Embun yang mengikuti kemana arah mata lelaki itu pun ikut tersenyum sembari mengangkat pigura kecil tersebut.

"Nyonya ternyata masih tetap cantik sejak dulu," pujinya dengan tatapan tulus.

"Kau benar dan aku selalu jatuh cinta padanya setiap waktu," balas Ganang sembari mendudukkan dirinya di tepi ranjang.

"Sebagai seorang wanita pun tak bisa kupungkiri jika aku juga menyukainya," ungkap Embun seraya menatap Ganang dan kembali meletakkan pigura di atas nakas.

Embun duduk di samping Ganang dengan jarak dekat, tatapan keduanya saling pandang. Tak lama kemudian, lelaki paruh baya itu merengkuh tubuh mungil istri mudanya erat.

"Terima kasih sudah kembali di kehidupanku, Embun," ucap Ganang bahagia.

"Saya yang harusnya mengatakan itu karena Tuan sudah sudi untuk kembali membawa saya," balas Embun.

Pelukan keduanya pun terlepas, Ganang mengusap lembut rambut Embun yang hitam panjang nan legam. Sosok lelaki itu seperti melihat seorang putri yang sangat ia rindukan bukan menatap sosok suami pada istrinya.

"Aida pasti akan sangat senang melihat kau ada di sini," ucapnya sedih.

"Aku pun merindukannya. Dan kini, aku datang terlambat sampai tak bisa mengantarkannya ke peristirahatannya yang terakhir," sesal Embun dengan mata yang berkaca-kaca.

Ganang dan Aida memang sangat menyayangi Embun, sosok anak panti asuhan yang dia temukan di sudut kota. Namun, setelah lima tahun lamanya pasangan suami istri itu pergi dari kota kecil ke kota besar meninggalkan Embun di panti asuhan. Sejak gadis cantik itu beranjak dewasa, ia pun berniat untuk menemui kedua orang tua angkatnya tetapi takdir tidak pernah mempertemukan keduanya.

"Andai saja, saya lebih cepat menemukan kalian. Aku akan berbakti pada Nyonya dan mengurusnya bersama Tuan," ungkapnya menyesal.

"Embun, sudahlah, Nak. Kini, Tuhan mempertemukan dirimu dengan diriku untuk mengurus masa tuaku, jika Aida ada pun pasti dia akan mengatakan itu padamu," terang Ganang.

Embun pun mengangguk cepat, ia segera menghapus air mata yang akan menitik dari pelupuk matanya. Di tatapnya, sosok lelaki yang sudah dia anggap ayah itu dengan tatapan lembut dan penuh kasih.

"Aku akan berbakti pada Tuan. Walaupun, aku tahu banyak sekali orang yang akan membenciku karena menikahimu," ucap Embun.

"Kuharap kau bisa bertahan sampai aku bisa melihat putra semata wayangku itu memulai hidupnya dengan benar. Lanang harus bisa menemukan tujuan hidupnya sebelum aku menyusul Aida," tutur Ganang dengan wajah sedih.

Embun yang baru tahu jika Ganang dan Aida memiliki seorang anak pun terkejut saat pertama kali bertemu dengan sosok tampan itu. Sorot matanya begitu tajam bak elang, senyuman manisnya yang memabukkan kaum hawa yang melihatnya. Tetapi, Embun bisa melihat sirat kebencian di balik wajah tampannya.

"Aku akan membantu Tuan agar Tuan muda bisa hidup dengan baik. Aku berjanji akan itu," tegas Embun seraya menatap Ganang.

Lelaki paruh baya itu terkekeh melihat kepolosan Embun, ia pun kembali mengusap pucuk kepala sang istri muda setelahnya memilih merebahkan tubuhnya. Aida yang berada di sisi ranjang pun menunggu suaminya tertidur lalu barulah ia beranjak dari sana.

"Aku berjanji, Tuan untuk berbakti padamu. Walaupun, aku harus menanggung rasa benci dari orang-orang diluar sana karena menjadi istrimu," tekad Embun menatap sosok lelaki yang sudah terlelap di ranjangnya.

Embun memasuki kamar tidur lain yang tersembunyi di balik lemari buku, di sana sudah ada kamar yang di persiapkan Ganang untuknya. Ganang membuka matanya saat tidak melihat keberadaan Embun, lelaki itu terlihat sedih dengan menatap foto mendiang istrinya.

"Aida, apakah aku berdosa membuat gadis sebaik Embun masuk ke dalam masalah hidupku? Bahkan, gadis itu tidak menolak saat aku memintanya menjadi istriku karena merasa ingin membalas budi," ucap Ganang merasa bersalah.

Mencintai Wanita Ayahku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang