Hujan yang jatuh ke bumi akan kembali ke langit. Bumi yang berulang kali menerima kedatangan hujan, namun hujan berulang kali juga kembali kepada langit, sementara langit justru membuang hujan begitu saja. Begitupun dengan Aurel, berulang kali aku pergi meninggalkannya, namun saat aku kembali ke pelukannya, ia masih menyimpan ruang kecil di sana. Iya, dia adalah bumi kesayanganku.
Pertemuan singkat antar aku dengannya membuatku sadar, bahwa Aurel lah yang selama ini aku cari. Mungkin beribu kata maaf tidak akan pernah cukup mengobati rasa sakit hati yang selama ini kau pendam sendirian. Aku terlalu bodoh dan terlambat untuk menyadari itu semua.
"Arbi," panggil Edo, rekan kerjanya.
Arbi mengalihkan pandangannya ke arah Edo yang berjalan mendekat.
"Sore ini lu ada acara, kagak?"
"Kagak, kenapa?" tanya Arbi.
"Ada acara ceramah akbar di alun-alun kota, lu mau ikut?" tawar Edo.
"Boleh juga tuh, ntar kita ketemuan di sana aja."
Arbi berlalu meninggalkan Edo. Ia harus segera menyelesaikan tugasnya untuk bisa pulang lebih awal.
***
Arbi sudah siap untuk pergi ke acara tersebut. Ia mengirimkan pesan singkat kepada Edo bahwa ia akan segera ke sana.
Arbi meraih kunci motornya yang berada di nakas.
"Bang, gua keluar dulu," pamit Arbi.
Tidak perlu menunggu respon dari abangnya, Arbi memilih untuk segera pergi.
Sesampainya Arbi di alun-alun kota, ia segera mencari keberadaan Edo. Baru saja Edo membalas pesan Arbi, dan berkata bahwa ia sudah berada di lokasi.
Arbi mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Edo.
"Arbi, di sini," panggil Edo dari kejauhan.
Arbi berjalan mendekat ke arah Edo.
Alun-alun kota malam hari ini sungguh dipenuhi dengan lautan manusia. Bahkan untuk bergerak saja sungguh sangat sulit.
Acara berlangsung sangat khidmat, sampai pada sepenggal kalimat dari si penceramah membuat Arbi tersentak.
"Jika saat ini dalam menjalani kehidupan, kalian masih merasakan kesulitan, itu mungkin saja kalian belum meminta maaf pada orang-orang yang telah kalian sakiti, baik itu secara sengaja ataupun tidak," tutur penceramah.
"Aurel," gumam Arbi.
Edo yang merasa Arbi membuka suara, seketika langsung memfokuskan pandangan ke arah Arbi.
"Lu bilang apa barusan?"
Arbi hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Itu yang mungkin menjadi alasan mengapa sampai sekarang gua masih belum bisa sepenuhnya menjalani kehidupan gua," batin Arbi.
"Gua harus jumpai Aurel dan meminta maaf kepadanya," lanjutnya.
"Lu kenapa kok kayak gumam sendiri gitu? Gak kesambet 'kan lu?" tanya Edo.
"Amit-amit dah, eh gua mau nanya, lu pernah gak sih buat orang yang suka sama lu itu terluka?"
Edo yang tidak mengerti maksud dari pertanyaan Arbi, memandang heran ke arah Arbi.
"Gini loh, Asep. Ada cewek yang suka sama lu, dia tulus jatuh cinta ke lu, tapi lu gak bisa buat balas cinta dia dan malah lu buat dia sakit hati karena ulah lu. Lu pernah berada di posisi itu?" jelas Arbi.
"Asep, Asep, nama gua Edo! Manusia jenis apa sih yang tega sampe segitunya. Kalau gua sih jangan sampe buat orang yang cinta sama gua sakit hati. Kenapa lu tiba-tiba nanya gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PATAH yang tak BERGANTI
Teen FictionBisakah aku mendapatkan kesempatan kedua? Biarkan aku menjelaskan ini semua, mengapa aku meninggalkanmu dan memilih untuk kembali. Kau rumah bagi ku. Izinkan aku pulang, untuk memperbaiki semuanya. Maaf telah membuat mu kecewa. -Arbi Bagaskara