i. selamat ulang tahun

509 52 7
                                    

BAGIAN PERTAMA
KITA BAHAGIA SAAT BULAN PENUH
©NAYLTAE
2023

.

.

.

SEORANG anak tak bisa memilih di keluarga mana dia ingin lahir. Waktu bergulir, tubuh bertumbuh. Seiring berjalannya waktu, Rangga menyadari kebahagiaan yang dulu biasa dia dapatkan kini tak lagi dia rasakan. Dia tak lagi menemukan orang tuanya tersenyum menyambutnya dengan sepiring sarapan, dia tak lagi mendapat kejutan ulang tahun setiap tengah malam di hari ulang tahunnya, hingga akhirnya, dia tak lagi melihat  orang tuanya ada di rumah saat dia kembali dari sekolah.

Kalau tidak salah ingat, hal-hal menyedihkan itu mulai Rangga rasakan sejak berumur lima belas tahun. Yang paling pahit adalah suatu hari saat dia menemukan adiknya, Arjuna, duduk menunduk di depan pintu sambil menggendong ransel besarnya. Saat itu malam, dan Arjuna baru berumur dua belas tahun tahun. Bocah SD itu seharusnya ada di dalam rumah sejak pukul dua belas siang.

"Dek? Kamu ngapain di depan pintu?"

Arjuna mengangkat kepala. Rangga seketika khawatir melihat wajah lelah dan sembab bocah itu. Maka, dia mendekat dan kembali bertanya sebelum Arjuna menjawab pertanyaan yang pertama. "Kenapa enggak masuk? Udah pulang daritadi, 'kan?"

Sambil kembali menunduk, Arjuna hanya menggeleng.

Rangga buru-buru menilik dalam rumah dari jendela yang menampilkan gelap. Pikirnya, tak ada orang di dalam. Namun, sedetik kemudian dia dengar suara pecahan kaca yang sontak membuat Arjuna gemetar dan menutup telinga rapat-rapat. Orang tuanya bertengkar lagi. Kali ini lebih buruk dari sebelumnya hingga Arjuna takut masuk ke rumah.

"Dek, jawab Abang. " Rangga mengusap pelan dua pundak Arjuna dan membawa wajah itu menatapnya. "Kamu dari kapan duduk di sini?"

Air mata Arjuna berlinang. Bocah itu menangis. "Adek enggak langsung pulang ke rumah setelah pulang sekolah tadi. Adek ke tempat temen karena takut sendirian di rumah. Pas sore Adek ke sini, di dalem udah berisik. Adek takut, Bang, makanya Adek duduk di sini..."

Rangga menghela napas. Dia memeluk Arjuna karena bocah itu menangis makin keras. Tangisan yang diiringi teriakan serta suara kacau dari barang-barang yang dilempar. Dia tak tega dengan Arjuna karena harus menyaksikan perselisihan orang tuanya di umur yang baru menginjak dua belas tahun. Kalau mampu, Rangga ingin sekali membawa Arjuna pergi dari rumah ini; melarikan diri bersama sejauh mungkin.

"Bang, kenapa sih mereka berantem terus?"

Kedua mata Rangga berkedip-kedip menahan tangis. "Enggak, besok enggak bakal berantem lagi."

"Tapi mereka berantem setiap hari, Bang."

Rangga melepas pelukan. "Tunggu sebentar."

Saat itu, Rangga berniat masuk ke rumah untuk menghentikan pertikaian orang tuanya, tetapi tangan kecil Arjuna menahan celana biru tuanya.

"Bang, Adek ulang tahun."

Rangga terdiam. Bukan karena menyesal karena baru mengingat hari ulang tahun Arjuna, melainkan karena dia tak mengerti kenapa Arjuna mengatakannya tiba-tiba di situasi ini.

"Adek enggak mau liat mereka dulu."

Akhirnya, Rangga mengerti. Kemudian, dia urungkan niat untuk masuk ke rumah. Kembali dia berjongkok, menatap kasihan Arjuna yang berwajah sembab. "Iya, Abang lupa. Selamat ulang tahun. Mau makan di luar aja? Mau makan apa?"

"Abang punya duit?"

Rangga tertawa kecil, menjitak pelan dahi adiknya. "Punya lah! Uang jajan anak SMP lebih banyak dari uang jajan anak SD."

Kita Bahagia Saat Bulan PenuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang