Chapter 5

1 0 0
                                    


Orang-orang dari kementerian istana sedang berbaris yang dibagi menjadi dua. Seragam yang digunakan terdapat dua warna, biru dan merah. Tidak heran jika di dalam aula terdengar berisik, mereka memperdebatkan pendapat satu sama lain antar kubu. Malam itu terlihat sangat ricuh di dalam aula istana.

Aula yang luas serta dihiasi lampu-lampu yang cantik, dekorasi aula yang terlihat indah serta banyak penjaga yang berdiri di sudut aula. Rora memasuki aula dengan langkah besar, mengamati sekeliling hingga sampai di tengah aula. Rora berhenti, membungkukkan badan sambil melipat satu tangan di depan dada. Kemudian, berdiri tegak kembali. Suasana di aula seketika hening.

"Ada masalah yang harus saya diskusikan kepada Yang Mulia." Kedua mata Rora menatap Victor. Ia mengerti maksud Rora. Segera, Victor melambai ke arah kerumunan tersebut. Pandangannya menatap sekeliling dengan seksama.

"Kita tunda pertemuan hari ini, jadwalkan ulang pembahasan mengenai upacara pengorbanan suci di hari lain."

Setelah Victor memberi titah, para menteri mengangguk. Memberi hormat kepada Kaisar mereka, lalu pergi meninggalkan aula. Pintu gerbang aula tertutup rapat, hanya tersisa Victor dan Rora di aula. Victor hanya terdiam, menatap Rora dari singgasananya dengan tajam.

Langkah besar diambil oleh Rora untuk maju kedepan. Berjalan lurus mendekati Victor dengan tatapan serius. Sang pria, justru mengangkat kedua ujung matanya. Seolah-olah, ia bisa membaca gerak-gerik Rora.

Tanpa memberi peringatan, Rora menarik pedang nya. Menghunuskan pedang ke arah Victor dan menancapkan bilah pedangnya pada kain jubah berbulu yang digunakan Victor. Lantas, Rora mendorong Victor kembali hingga punggung sang pria menyentuh sandaran singgasana. Lalu, Rora duduk di pangkuan Victor tanpa ragu, menahan Victor yang berada di depannya. Meletakkan tangan kirinya yang kosong pada sandaran singgasana Victor.

Victor tidak bisa menahan tawanya. Ia tertawa sambil mengambil beberapa helai rambut hitam ombre ungu milik Rora dan memainkannya di antara bantalan jarinya.

"Jenderal Rora, malam ini turun salju dan udara semakin dingin. Kamu terlihat berlari kencang kemari. Lihat, ujung rambutmu basah."

"Victor."

Rora memajukan tubuhnya, berbisik lembut menyebut nama Victor. "Tanpa kita sadari, ikatan takdirku mengikat erat denganmu. Aku, tidak ingin melepaskannya."

Victor menegakkan punggung, ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Rora.

"Lalu, apakah kamu masih ingin berpisah denganku?"

Victor masih memainkan helaian rambut Rora, matanya menatap Rora dengan gemas. Melihat sang wanita dihadapannya dan bertindak secara tiba-tiba, membuat Victor semakin gemas terhadap Rora.

"Apakah kamu masih ingin meninggalkan ku sendirian disini?"

Rora sengaja tidak menjawab. Ia terdiam sembari menatap Victor dan ekspresi yang ia keluarkan. Victor meletakkan tangannya di pinggang Rora, kemudian mengambil batu berukuran setelapak tangan. Batu memorial kaisar. Rora mengetahui batu itu ketika Victor memperlihatkannya kepada Rora.

"Tadi, sebelum kamu kemari. Aku mengatakan bahwa orang-orang kementerian bertanya kepada ku bagaimana mereka harus mempersiapkan pakaian upacara untuk permaisuri. Padahal, yang mereka tanyakan bukan itu." Ucap Victor lembut.

"Lalu?"

"Mereka justru bertanya, bagaimana mereka harus mempersiapkan pakaian upacara Panglima Jenderal Rora."

Rora terdiam. Melirik kembali batu memorial kaisar yang berada di depan matanya. Melihat isi tulisan yang dituliskan disana sekali lagi. Victor tidak berbohong, ternyata memang benar itu yang dituliskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Redamancy || Victor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang