2. Seorang Kakak

418 48 29
                                    

"Aduh, Pa, kayaknya aku sakit deh. Aku gak bisa ikut latihan sore ini," Peppey dengan skill acting hebatnya berusaha membujuk Genah yang tengah bersiap menuju tempat latihan sihir bersama Marvel.

"Oh ya? Padahal kalian tidak main hujan-hujanan, 'kan?" tatapan menyelidik Genah membuat Samsul memilin ujung bajunya, berbeda dengan Peppey yang tetap santai.

"Engga, Pa. Cuma gak enak badan aja, pegal-pegal," sebetulnya Peppey hanya mengarang alasan, pegal apanya? Kemarin dia tidak melakukan apapun kecuali menjahili kedua adiknya.

"Ya sudah, nanti Papa bilang ke Kak Azre buatin obatnya. Sul ikut latihan gak?"

Genah tidak begitu khawatir kalau Samsul dan Peppey tidak ikut latihan sihir, setidaknya mereka sudah bisa mengendalikan sihir masing-masing meski masih sering iseng mengerjai orang lain dengan sihirnya itu.

"Aku nemenin Peppey aja di sini, Pa. Mana tahu dia butuh sesuatu," ucap Samsul.

"Dasar gak seru, pakai acara sakit lagi nih," Marvel mencibir Peppey yang sekarang tiduran lemas seperti ikan kurang air.

"Udah, kalau kalian butuh sesuatu bilang aja ke Kak Azre ya," Genah menutup pintu kamar, langkahnya bergerak cepat menjauh.



"Gua deg-degan parah anjir! Kalau aja tadi lu gagal bilang alasan apalah terus kita ketahuan gimana coba," helaan napas lega Samsul dibalas kekehan kecil oleh Peppey.

"Kan udah gua bilang, tenang aja," Peppey bangun dari tidur pura-pura nya, beranjak turun dari kasur tingkatnya.

"Bawa elytra nya, Sul." Peppey mengendap-endap melihat keluar jendela, Marvel dan Genah sudah jauh.

"Cepetan, sebelum Kak Azre datang ke sini," Peppey mengenakan tas selempang hitamnya, tangan kanannya memegang kenop pintu dan membukanya perlahan.

Peppey mengendap melihat situasi, Kak Azre masih sibuk dengan masakannya. Ia melambaikan tangan kanannya ke atas dan ke bawah dengan cepat,"Ayo sini, Sul!" Bisik Peppey.

Samsul ikut berjongkok lalu setengah berlari ke arah Peppey bersembunyi sambil matanya awas memerhatikan Kak Azre, ia takut sekali kalau tiba-tiba Sang Kakak pertamanya yang kelak akan dipanggil sebagai Enki itu menoleh dan memergoki mereka berdua yang berusaha pergi tanpa izin.

"Ih gila banget sih ide lu, Pey,"
"Alah gila, gila. Lu juga mau ikut kan,"

Mereka sedikit berdebat sebelum beranjak pergi dengan Samsul yang setengah takut mengikuti langkah setan berambut coklat di depannya, Kakaknya.

Azre entah tidak sadar atau tidak peduli, membiarkan kedua kurcaci nakal itu pergi. Memang terkadang kalau sedang berkutat dengan bahan makanan, tukang mancing yang kelak dipanggil Dewa Langit Timur itu suka tidak sadar dengan apa yang terjadi di sekitarnya.










Kedua kurcaci nakal itu sekarang tengah menyusuri hutan kecil dan rumput-rumput tinggi yang tumbuh di pulau Spadia. Sebetulnya hanya Peppey yang bersemangat, Samsul masih takut-takut mengekori kakaknya.

"Ayolah, Sul. Kita udah jauh loh, jangan minta balik lagi," Peppey berseru, meneriaki adiknya yang kini tertinggal 7 langkah di belakangnya.

Merasa tidak punya pilihan lain, Samsul berlari kecil mengejar Peppey.

"Lihat ya, lu bakal tercengang dengan apa yang ada di balik semak-semak ini," Peppey sedikit berjongkok, kedua tangannya menyibak semak-semak yang rimbun daunnya.

PATH -Viva Fantasy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang