"Jadi nginep di rumah gua, Wan?" Bunyi pesan whatsapp Adin muncul di ponsel Wawan. Dengan cepat Wawan langsung membalas pesan itu. "Jadi dong."
Satu minggu ini saja sudah tiga hari Wawan menginap di rumah Adin, teman sekelasnya. Adin juga senang karena jadi ada partner untuk tanding game bola di PlayStation barunya. Dua anak itu kadang main hingga lewat tengah malam sebelum akhirnya kelelahan dan tertidur.
Bagi Wawan main PlayStation cuma alasan. Ada maksud lain mengapa dia semangat menginap di rumah Adin, tak lain tak bukan agar dapat kesempatan mencuri pandang pada ibu sahabatnya itu.
Pertama kali Wawan melihatnya dulu dia langsung tertegun. Wajahnya yang manis keibuan, senyumnya, tapi terutama perhatiannya lebih pada payudaranya. Apa lagi saat ibu temannya itu memakai daster longgar, Wawan bisa menebak jika kedua buah dadanya pasti berbentuk bulat dan ranum. Tak terhitung banyaknya dia bermasturbasi sambil membayangkan menyetubuhi ibu kawannya itu. Di beberapa kesempatan dia membayangkan mengoleskan pejunya di wajah mulus perempuan itu. Ahhh, pasti nikmat banget. Khayal Wawan sambil mengelus-elus batang kemaluannya.
Setelah beberapa kali main ke rumah Adin dia jadi sedikit banyak tahu. Ibu sahabatnya itu bernama Nita.
Baru mendengar namanya saja kontolnya langsung tegak. Khayalannya bertambah satu. Dia membayangkan menggenjotnya sambil menyebut namanya langsung tanpa embel-embel 'tante'.
"Ahhh.. Nita... Ahhhh.. Nikmatin kontol gua, Nita.. Ahhhh... "
Informasi lain yang tak kalah bagusnya di telinga Wawan adalah ayahnya yang kerja di luar kota dan baru bisa pulang seminggu sekali. Wawan cengengesan, pasti Tante Nita jarang dibelai.
Adin punya seorang adik perempuan yang duduk di kelas dua SMP, namanya Mia. Waktu kecil dia terserang panas tinggi dan polio, membuatnya harus memakai kursi roda. Karena Adin sudah bisa mengurus dirinya sendiri, fokus ibunya sekarang lebih kepada Mia.
Tok tok tok! "Din, makan dulu. Ajak temennya makan." Suara ketukan di pintu kamar Adin disusul suara merdu ibunya yang membuat telinga Wawan langsung tegak.
"Halo, tante. Saya jadi ngerepotin, hehe.. " Wawan berbasa-basi sambil menarik kursi di meja makan.
"Ya nggaklah, Wan. Ayo itu dimakan," ucap Tante Nita sambil menyendokkan nasi untuk Mia. Diam-diam Wawan melirik gundukan payudara ibu temannya itu, jakunnya turun naik.
Adin makan dengan cepat dan langsung menghambur kembali ke kamarnya meninggalkan Wawan dengan ibu dan adiknya di meja makan.
"Mia kalau mau belajar matematika sama Wawan aja. Dia rangking terus loh, nggak kayak kakakmu si Adin," ucap Tante Nita.
"Aku kalau matematika nggak ada masalah, yang bikin aku pusing itu pelajaran fisika. Kak Wawan bisa fisika juga?" tanya Mia sambil mengunyah makanannya.
Wawan tak langsung menjawab karena dia baru menyadari ternyata adik sahabatnya itu tak kalah menarik dibanding ibunya. Di mata Wawan butiran keringat di dahi Mia terlihat menggoda. Kulitnya yang putih, lehernya yang jenjang, dan buah dadanya yang baru tumbuh itu. Wawan menelan ludahnya sendiri.
"Kak.. " Suara Mia menyadarkannya.
"Eh, iya. Bisa bisa. Bilang aja kalo mau diajarin, ya.. " Wawan gelagapan.
"Makasih, kak." Mia tersenyum manis membuat Wawan makin salah tingkah.
Malam itu Adin langsung tepar setelah menyelesaikan satu game meninggalkan Wawan yang gelisah sendirian. Jam di dinding menunjuk ke angka satu tapi matanya masih belum mau terpejam. Setan terus menerus berbisik di telinga mengingatkan betapa mangkelnya toket ibu sahabatnya.
Ah, bodo amatlah, persetan. Bisiknya sambil mematikan rokok di asbak. Perlahan dia keluar kamar dan berjingkat ke pintu kamar Tante Nita. Dengan jantung berdegup kencang dia membuka dengan hati-hati daun pintunya.
KLEK!
Dengan nafas tertahan dia membuka pintu itu sedikit. Detak jantungnya makin kencang saat melihat ibu kawannya itu tertidur dengan gaun yang sudah tak berbentuk lagi memperlihatkan sepasang paha putih yang selama ini tak pernah dilihatnya.
Ah anjing, pingin banget gua jilat pahanya. Bisik Wawan sambil meraba selangkangannya sendiri. Adik kecilnya di bawah sana mulai menggeliat.
Tak puas dengan hanya mengintip, Wawan membuka pintu itu semakin lebar. Pintu itu bergerak pelan tanpa suara, sementara keringat dingin membasahi dahinya. Sekali lagi setan berbisik di telinganya: nanggung amat bro, masuk aja sekalian.
Dengan berjingkat Wawan melangkah mendekat. Dia hampir tak percaya perempuan yang selama ini selalu dia bayangkan kini jelas-jelas tertidur pulas di depannya. Tangannya yang memainkan burungnya dari balik celana semakin gemetar. Matanya tak dapat lepas dari bibir ibu kawannya itu yang sedikit terbuka. Ingin rasanya dia menyerbu bibir itu, menghisap lidah dan air liurnya. Ditambah dadanya yang turun naik, Wawan semakin tak tahan. Tapi untuk sekedar menyentuhnya dia tak punya nyali.
Tapi kepalang tanggung, pikirnya lagi.
Dengan sangat perlahan dia mengeluarkan kontolnya yang sudah tegang sejak tadi. Di depan wajah perempuan itu dia meremas dan pelan-pelan mengocok batangnya dengan tangannya yang gemetar. Sensasi melecehkan ibu temannya itu tak main-main, dia merem melek penuh nikmat. Lalu entah dari mana dia mendapatkan keberanian, ujung kontolnya dia tempelkan pelan-pelan pada bibir yang sedikit terbuka itu. Saat bibir lembut itu bersentuhan dengan kepala kontolnya dia seakan merasakan aliran listrik. Kontolnya berkedut-kedut cepat. Dengan panik dia mengarahkan kontolnya dari wajah ibu temannya itu sebelum spermanya muncrat dan membangunkannya.
CROT! CROTT! CROTT!!
Lelehan cairan putih kental menyembur ke rambut perempuan itu. Lutut Wawan langsung lemas. Selagi dia masih sanggup berdiri, perlahan dia mundur dan menutup kembali pintu kamar ibu sahabatnya itu.
Seminggu berlalu sejak kejadian itu. Menyadari bahwa aksinya malam itu tak ketahuan membuatnya semakin penasaran. Wawan terus memutar otak bagaimana caranya agar dia dapat melampiaskan hasratnya pada tante Nita. Dia menimbang-nimbang untuk memakai obat tidur seperti di cerita-cerita seks wattpad, tapi dia tak tahu dimana membeli barang itu. Ingin merayunya pelan-pelan juga bukan pilihan, jelas-jelas tante Nita hanya menganggapnya anak kecil. Hanya tersisa satu cara terakhir yang dia tahu: dengan paksaan. Persetan jika Adin tahu, atau dia dilaporkan ke polisi, Wawan tak peduli. Jika keinginannya tak juga terkabul, rasanya dia semakin gila.
Wawan tahu, setelah Adin dan Mia sekolah tante Nita tinggal sendirian di rumah. Itulah waktu yang tepat buat dia melaksanakan niatnya.
Ok, fix! Tekadnya sudah bulat. Besok dia akan bolos sekolah dan apa pun resikonya dia akan mengeksekusi niatnya.
BERSAMBUNG