Rothenburg ob der Tauber, 3 Maret 1921
Bangunan dengan gaya Prancis berdinding batu itu nampak penuh sesak. Sejak matahari menampakan dirinya, orang-orang sudah mulai berdatangan ke rumah tersebut. Pria dan wanita bergaya necis serta sekelompok orang berpakaian medis.
Rumah itu milik Karl Neumann, seorang pemain biola dan pengusaha pakaian dari Rothenburg. Putra tunggal dari Albert Neumann, pengusaha asal Austria. Ia mewarisi seluruh kekayaan keluarga Neumann yang melimpah. Meski sudah kaya sejak lahir, Karl tidak pernah malas. Ia bekerja keras dengan talenta yang dimilikinya.
Hari ini, ia sedang menantikan kelahiran anak pertamanya. Istrinya, Sarai Zelienska, adalah seorang wanita Polandia cantik yang pernah bekerja di toko pakaian milik Karl. Sarai yang sopan, cerdas, dan lemah lembut meluluhkan hati Karl dan melangsungkan pernikahan setahun yang lalu.
Sejak dini hari, Sarai sudah gelisah. Ia terus mengalami kontraksi. Karl sudah menghubungi dokter, yang baru datang pada pukul lima pagi. Tak lupa juga keluarga dan kerabat dekat yang segera bergegas ke kediaman Karl, tak sabar menanti kehadiran penerus keluarga Neumann.
Sarai berbaring di ranjang, dikelilingi dokter dan perawat-perawat. Wajah cantiknya dibasahi keringat, yang selalu diusap lembut dengan handuk oleh Karl yang duduk di sampingnya.
"Dokter, bagaimana?" tanya Karl kepada dokter yang sedang memeriksa istrinya.
"Sebaiknya kita mulai sekarang. Apakah Frau Neumann sudah siap?"
Sarai menghela napas lalu menatap Karl dan tersenyum padanya. "Saya siap, dokter."
Segera dokter dan para perawat menyiapkan peralatan medisnya. Peluh tak henti bergulir di pelipis Sarai, bibirnya tak henti mengucapkan doa untuknya dan anaknya.
"Elohim, tolonglah aku dan anakku ini,"
Karl mengusap rambutnya lembut, "Schatz, kita akan baik-baik saja."
Saat peralatannya siap, perawat memperbaiki posisi tubuh Sarai agar tepat dan nyaman untuk proses melahirkan. Setelah itu, perawat memberi tanda kepada dokter bahwa proses melahirkan siap dimulai.
"Baik, Frau Neumann. Saya akan berhitung satu, dua, tiga. Saat saya mengucapkan kata tiga, berikan dorongan. Jangan lupa, atur napasmu sebaik mungkin," ucap dokter sambil memakai sarung tangan.
"Jika kau merasa sakit atau kehabisan napas,beri tahu kami, ya?" Sarai mengangguk sebagai respon.
Dokter kemudian memposisikan dirinya di depan kaki Sarai. "Baik, Frau. Tarik napas... Hembuskan. Saya akan menghitung. Satu... Dua... Tiga, dorong,"
Sarai mengejan dengan sekuat tenaga. Perutnya dilanda rasa tidak nyaman. Tubuh bagian bawahnya merasa kesakitan, sakit yang luar biasa.
Seiring dengan hitungan ke tiga dari dokter, Sarai terus mengejan. Peluh bercucuran dari wajahnya, yang selalu dilap oleh Karl. Ia memegang tangan istrinya dengan penuh cinta.
"Lubangnya terlalu kecil, harus digunting. Gunting, suster!"
Darah mengalir di antara kaki Sarai. Kepanikan terlihat jelas di wajah Karl. Tatapannya tertuju kepada wajah Sarai dan kakinya secara bergantian. Ekspresinya terlihat kacau.
Karl ketakutan. Ia belum pernah menyaksikan proses melahirkan sebelumnya. Ia tidak yakin apakah darah yang keluar harus sebanyak itu atau tidak. Ia takut Sarai kehabisan darah. Ia takut Sarai tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aus der Vergangenheit
Historical FictionElizabeth Neumann, gadis cantik asal Rothenburg ob der Tauber yang pindah ke Berlin di usia remajanya. Di sana, Ia bertemu dengan Wolfgang Kaltenbrunner, lelaki tampan dari keluarga kaya. Konflik antisemitisme dan Perang Dunia II mewarnai kehidupann...